1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Indonesia Dukung Rencana Trump Mengakhiri Konflik di Gaza

Joan Aurelia Rumengan
2 Oktober 2025

Pengamat Hubungan Internasional menyebutkan penting bagi Indonesia memerhatikan poin-poin dalam usulan damai Trump untuk mengakhiri konflik di Gaza.

Donald Trump bersalaman dengan Benjamin Netanyahu di Gedung Putih, Washington D.C., Amerika Serikat, 29 September 2025
Proposal perdamaian di Jalur Gaza dari Amerika Serikat telah mendapat dukungan Israel.Foto: Jonathan Ernst/REUTERS

Tujuh hari sebelum Donald Trump mengumumkan usulan 21 poin untuk mengakhiri konflik di Gaza, ia bertemu dengan delapan petinggi negara Arab dan muslim. Pertemuan terjadi di sela acara Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York, Amerika Serikat. Delapan petinggi negara tersebut berasal dari Mesir, Yordania, Pakistan, Qatar, Arab Saudi, Turki, Uni Emirat Arab, dan Indonesia.

Dalam pertemuan itu, Trump mengusulkan solusi bagi konflik di Gaza di antaranya gencatan senjata permanen, dan penarikan tentara Israel dari jalur Gaza. Para petinggi negara-negara Arab mewanti-wanti agar tidak terjadi aneksasi di Palestina. Trump pun berjanji bahwa hal tersebut tidak akan terjadi.

Kemudian, Trump bertemu Presiden Israel, Benjamin Netanyahu, untuk merundingkan usulan mengakhiri konflik di Gaza. “Kami sudah bicara panjang dan ia (Nentanyahu) menyetujui usul ini,” kata Trump dalam keterangan setelah pertemuan bilateral dengan Netanyahu (30/09). Presiden AS mengatakan, perang di Gaza bisa segera berakhir manakala kedua belah pihak menyetujui perjanjian tersebut.

Netanyahu menyatakan dukungan terhadap rencana Trump. “Rencana tersebut akan membuat Hamas mengembalikan para sandera, menghancurkan kekuatan militer dan politik Hamas, dan memastikan bahwa Gaza tidak akan pernah menjadi ancaman bagi Israel,” ujar Netanyahu dalam acara yang sama.

Trump memberi waktu72 jam bagi Hamas untuk merespons 21 poin usulan yang ia buat. Hamas sejauh ini belum memberi keputusan.

Dukungan Indonesia terhadap 21 poin Trump

Negara-negara Arab dan muslim yang ditemui Trump mendukung rencana untuk mengakhiri konflik di Gaza. Dalam pernyataan tertulis bersama para petinggi negara menyatkana, “menyambut baik” rencana Trump untuk membangun kembali Gaza, mencegah pengusiran, dan melarang aneksasi di Tepi Barat.

Seperti diberitakan di media, Indonesia bersama sejumlah negara lain telah secara konsisten menyerukan diakhirinya perang dan mengutuk krisis kemanusiaan di Gaza, di mana lebih dari 65.000 warga Palestina diperkirakan telah tewas.

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru! 

Dalam pidatonya di Majelis Umum PBB pada 23 September, Presiden  Prabowo Subianto mengatakan, "kita juga harus mengakui dan menjamin keselamatan dan keamanan Israel," seraya menyerukan negara Palestina yang merdeka. "Hanya dengan demikianlah kita dapat mencapai perdamaian sejati," katanya, "perdamaian tanpa kebencian, perdamaian tanpa kecurigaan."

Shofwan Choiruzzad, pengamat Hubungan Internasional dari Universitas Indonesia menyebutkan, pemerintah Indonesia “memiliki niat baik” untuk mendukung berakhirnya konflik. Namun, ia juga mementingkan perlunya pemerintah mengkaji ulang 21 poin usulan Trump. “Kita perlu memastikan bahwa setiap tawaran perdamaian harus berdasarkan perlindungan terhadap hak asasi manusia,” kata Shofwan dalam wawancara lewat telepon dengan DW Indonesia (01/10).

Shofwan menyatakan kekhawatiran lain di balik pernyataan bersama tersebut. “Saya khawatir ada permainan diplomatik yang timpang. Yang membuat kedelapan negara Arab dan muslim membuat pernyataan dengan tergesa-gesa,” tuturnya.

Dalam analisis Shofwan, ada beberapa poin perundingan antara para petinggi negara dengan Trump yang tidak diungkap secara harafiah dalam dokumen usulan pengentian konflik. “Pemerintah bisa coba klarifikasi tentang detail rencana displacement. Dalam perencanaan, harus ada pelibatan Palestina, jaminan penarikan mundur sepenuhnya tentara Israel dari Gaza dan Tepi Barat, dan jaminan menghentikan kejahatan yang dilakukan para pemukim ilegal,” ujar Shofwan.

Muhammad Waffaa Kharisma, Peneliti di Departemen Hubungan Internasional, Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia mengatakan, hal utama di benak para petinggi negara adalah berakhirnya perang dan penghentian agresi. “Saya tidak pernah mendengar Prabowo menyentuh subyek keadilan pascaperang maupun state building,” kata Waffaa.

Dalam konteks pernyataan bersama, menurut Waffaa, dukungan diberikan pascapermintaan utama (aneksasi Tepi Barat) dan berakhirnya konflik dikabulkan. “Setelah membaca pernyataan bersama, saya melihat ada semacam ungkapan kelegaan di balik tidak terjadinya aneksasi,” tutur Waffaa.

Ada beberapa hal yang menjadi keuntungan bagi pemerintah Indonesia pascadukungan ini. “Indonesia tidak akan dikenai tarif lebih tinggi dari Trump. Posisinya juga aman karena pernyataan dibuat bersama-sama,” kata Waffaa.

Di balik itu, Wafaa tidak menutup kemungkinan terjadinnya “protes” dari dalam negeri. “Jika keputusan yang dibuat inkonstitusional atau perlu dipertanyakan, maka kepercayaan dari dalam negeri bisa saja terkikis,” kata Waffaa.

Poin yang perlu diperhatikan 

Shofwan menganggap, poin-poin dalam usulan Trump “sangat rawan dimanfaatkan, sehingga pemerintah perlu meminta klarifikasi.”

Ia juga mencoba mengingatkan konteks di balik usulan. “Tawaran damai adalah upaya membenahi kondisi politik internasional, di mana dukungan terhadap Israel menyusut secara luar biasa,” kata Shofwan.

Sejumlah elit politik di negara Barat, menurut Shofwan, mulai kehilangan legitimasinyakarena dianggap mendukung kejahatan kemanusiaan. “Mereka berupaya menenangkan konstituen domestik dengan menyerap kemarahan publik global, dan menyatakan untuk menawarkan perdamaian,” kata pengamat hubungan internasional UI itu. 

Waffa di lain pihak mengungkap, poin-poin tawaran Trump tersebut akan menjamin keamanan Israel. Dalam poin-poin usulan, tidak tertulis tuntutan finansial dan permintaan pertanggungjawaban terhadap Israel, selain bentuk pembebasan sandera. “Dalam rencana perdamaian, konflik Gaza dipandang sebagai terorisme. Artinya Trump menihilkan segala hal yang kita lihat (pelanggaran hukum internasional) selama dua tahun belakangan,” kata Waffaa.

Peran yang diambil pemerintah Indonesia lewat dukungan ini adalah “Menjadi jembatan untuk menghentikan konflik.” Ia juga meyakini, dalam konteks politik “akan terjadi perdamaian di antara para elit politik, namun tidak terjadi keadilan sesuai dengan hukum internasional.”

Editor: Arti Ekawati, Agus Setiawan

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait