Indonesia Dukung Rencana Trump Mengakhiri Konflik di Gaza
Joan Aurelia Rumengan
2 Oktober 2025
Pengamat Hubungan Internasional menyebutkan penting bagi Indonesia memerhatikan poin-poin dalam usulan damai Trump untuk mengakhiri konflik di Gaza.
Proposal perdamaian di Jalur Gaza dari Amerika Serikat telah mendapat dukungan Israel.Foto: Jonathan Ernst/REUTERS
Iklan
Tujuh hari sebelum Donald Trump mengumumkan usulan 21 poin untuk mengakhiri konflik di Gaza, ia bertemu dengan delapan petinggi negara Arab dan muslim. Pertemuan terjadi di sela acara Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York, Amerika Serikat. Delapan petinggi negara tersebut berasal dari Mesir, Yordania, Pakistan, Qatar, Arab Saudi, Turki, Uni Emirat Arab, dan Indonesia.
Dalam pertemuan itu, Trump mengusulkan solusi bagi konflik di Gaza di antaranya gencatan senjata permanen, dan penarikan tentara Israel dari jalur Gaza. Para petinggi negara-negara Arab mewanti-wanti agar tidak terjadi aneksasi di Palestina. Trump pun berjanji bahwa hal tersebut tidak akan terjadi.
Kemudian, Trump bertemu Presiden Israel, Benjamin Netanyahu, untuk merundingkan usulan mengakhiri konflik di Gaza. “Kami sudah bicara panjang dan ia (Nentanyahu) menyetujui usul ini,” kata Trump dalam keterangan setelah pertemuan bilateral dengan Netanyahu (30/09). Presiden AS mengatakan, perang di Gaza bisa segera berakhir manakala kedua belah pihak menyetujui perjanjian tersebut.
Netanyahu menyatakan dukungan terhadap rencana Trump. “Rencana tersebut akan membuat Hamas mengembalikan para sandera, menghancurkan kekuatan militer dan politik Hamas, dan memastikan bahwa Gaza tidak akan pernah menjadi ancaman bagi Israel,” ujar Netanyahu dalam acara yang sama.
Negara-negara Arab dan muslim yang ditemui Trump mendukung rencana untuk mengakhiri konflik di Gaza. Dalam pernyataan tertulis bersama para petinggi negara menyatkana, “menyambut baik” rencana Trump untuk membangun kembali Gaza, mencegah pengusiran, dan melarang aneksasi di Tepi Barat.
Seperti diberitakan di media, Indonesia bersama sejumlah negara lain telah secara konsisten menyerukan diakhirinya perang dan mengutuk krisis kemanusiaan di Gaza, di mana lebih dari 65.000 warga Palestina diperkirakan telah tewas.
Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!
Dalam pidatonya di Majelis Umum PBB pada 23 September, Presiden Prabowo Subianto mengatakan, "kita juga harus mengakui dan menjamin keselamatan dan keamanan Israel," seraya menyerukan negara Palestina yang merdeka. "Hanya dengan demikianlah kita dapat mencapai perdamaian sejati," katanya, "perdamaian tanpa kebencian, perdamaian tanpa kecurigaan."
Shofwan Choiruzzad, pengamat Hubungan Internasional dari Universitas Indonesia menyebutkan, pemerintah Indonesia “memiliki niat baik” untuk mendukung berakhirnya konflik. Namun, ia juga mementingkan perlunya pemerintah mengkaji ulang 21 poin usulan Trump. “Kita perlu memastikan bahwa setiap tawaran perdamaian harus berdasarkan perlindungan terhadap hak asasi manusia,” kata Shofwan dalam wawancara lewat telepon dengan DW Indonesia (01/10).
Shofwan menyatakan kekhawatiran lain di balik pernyataan bersama tersebut. “Saya khawatir ada permainan diplomatik yang timpang. Yang membuat kedelapan negara Arab dan muslim membuat pernyataan dengan tergesa-gesa,” tuturnya.
Dalam analisis Shofwan, ada beberapa poin perundingan antara para petinggi negara dengan Trump yang tidak diungkap secara harafiah dalam dokumen usulan pengentian konflik. “Pemerintah bisa coba klarifikasi tentang detail rencana displacement. Dalam perencanaan, harus ada pelibatan Palestina, jaminan penarikan mundur sepenuhnya tentara Israel dari Gaza dan Tepi Barat, dan jaminan menghentikan kejahatan yang dilakukan para pemukim ilegal,” ujar Shofwan.
Konflik Berkepanjangan: Pemukiman Israel di Wilayah Palestina
Hujan kecaman tak surutkan langkah parlemen Israel untuk loloskan undang-undang yang memberikan kepastian hukum atas pemukiman Yahudi di wilayah Palestina. Kritikus melihatnya sebagai akhir dari solusi dua negara.
Foto: Reuters/B. Ratner
Lebih dari 200 pemukiman di wilayah Palestina
Menurut organisasi hak asasi manusia Betselem, dari tahun 1967 sampai pertengahan 2013, terdapat 125 permukiman resmi Israel dan sekitar seratus "pemukiman liar" yang dibangun di Tepi Barat dan Yerusalem Timur. Menurut Badan PBB untuk Bantuan Kemanusiaan (OCHA), Israel mencaplok 35 persen dari luas wilayah Yerusalem Timur.
Foto: Reuters/B. Ratner
Tiada kesempatan bagi perdamaian?
Di Har Homa, di Tepi Barat -- antara Jerusalem dan Bethlehem, Tepi Barat Yordan, dibangun pemukiman Yahudi baru. Pemimpin Palestina menyakini kebijakan pemukiman Israel telah menghancurkan kesempatan solusi dua-negara dan menghambat penyelesaian damai dengan Palestina.
Foto: picture alliance/newscom/D. Hill
Israel caplok tanah swasta Palestina
16 wilayah pemukiman dan kawasan pinggiran bakal terpengaruh undang-undang baru yang melegalisasi pemukiman di Tepi Barat dan Yerusalem Timur yang disengketakan. Pemilik tanah Palestina diberi kompensasi secara finansial, agar pemukim Yahudi bisa tetap berada di sana.
Foto: Reuters/A. Awad
Pembongkaran pemukiman Amona
Bagi rumah-rumah di Amona yang telah dibongkar sesuai perintah pengadilan, maka undang-undang baru ini tak berlaku. Padahal dengan undang-undang baru ini kubu pro-pemukiman ingin menghindari pembongkaran pemukiman. Kini 40 keluarga terakhir telah dievakuasi. Hanya empat hari kemudian setelah evakuasi, pembongkaran dimulai.
Foto: Getty Images/AFP/T. Coex
Barikade dan kerusuhan
Sejak akhir 2014 Mahkamah Agung telah memerintahkan pembongkaran Amona. Periode ini diperpanjang beberapa kali. Sampai akhirnya kelompok sayap kanan dan pemukim berusaha untuk mencegah evakuasi dan penghancuran desa. Banyak dari demonstran dari luar wilayah sengaja berunjukrasa di sini. Namun ada juga aksi protes dari warga Palestina.
Foto: Reuters/M. Torokman
Eskalasi penggusuran
Pemukim Amona berpikir bahwa wilayah yang diduduki oleh Israel sejak tahun 1967 di Tepi Barat adalah tanah yang dijanjikan Tuhan bagi kaum Yahudi, seperti termaktub dalam Alkitab. Sekitar 600.000 warga Israel tinggal di Tepi Barat dan di Yerusalem Timur. Telah terjadi bentrokan berulang antara pendatang dan warga Palestina.
Foto: Reuters/M. Torokman
Rumah baru
Sebanyak hampir 4.000 rumah dibangun secara ilegal di tanah pribadi warga Palestina. Penghuni rumah-rumah ini harus dievakuasi atau sebaliknya diberi kepastian hukum berdasar undang-undang baru. Banyak warga di Amona akhirnya bermukim di wilayah tetangga, seperti di sini, di Ofra. Di sini warga mempunyai rumah baru.
Foto: Reuters/B. Ratner
Penggusuran paksa di Ofra
Tetapi bahkan di Ofra, tidak semua rumah itu sah secara hukum. Salah satunya rumah ini, sebelum tanggal 5 Maret 2017 wajib dibongkar karena ada berdiri di tanah Palestina. Bahkan keluarga Ben Susan harus meninggalkan rumahnya. Penulis / Penulis: Sabrina Pabst (ap/yf)
Foto: Reuters/B. Ratner
8 foto1 | 8
Muhammad Waffaa Kharisma, Peneliti di Departemen Hubungan Internasional, Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia mengatakan, hal utama di benak para petinggi negara adalah berakhirnya perang dan penghentian agresi. “Saya tidak pernah mendengar Prabowo menyentuh subyek keadilan pascaperang maupun state building,” kata Waffaa.
Dalam konteks pernyataan bersama, menurut Waffaa, dukungan diberikan pascapermintaan utama (aneksasi Tepi Barat) dan berakhirnya konflik dikabulkan. “Setelah membaca pernyataan bersama, saya melihat ada semacam ungkapan kelegaan di balik tidak terjadinya aneksasi,” tutur Waffaa.
Ada beberapa hal yang menjadi keuntungan bagi pemerintah Indonesia pascadukungan ini. “Indonesia tidak akan dikenai tarif lebih tinggi dari Trump. Posisinya juga aman karena pernyataan dibuat bersama-sama,” kata Waffaa.
Di balik itu, Wafaa tidak menutup kemungkinan terjadinnya “protes” dari dalam negeri. “Jika keputusan yang dibuat inkonstitusional atau perlu dipertanyakan, maka kepercayaan dari dalam negeri bisa saja terkikis,” kata Waffaa.
Iklan
Poin yang perlu diperhatikan
Shofwan menganggap, poin-poin dalam usulan Trump “sangat rawan dimanfaatkan, sehingga pemerintah perlu meminta klarifikasi.”
Ia juga mencoba mengingatkan konteks di balik usulan. “Tawaran damai adalah upaya membenahi kondisi politik internasional, di mana dukungan terhadap Israel menyusut secara luar biasa,” kata Shofwan.
Kesaksian Serdadu Israel Tentang Pelanggaran HAM di Palestina
Organisasi HAM Israel, Breaking the Silence mengumpulkan kesaksian serdadu tentang berbagai insiden dan pelanggaran HAM di Palestina. Testimoni mereka mengungkap tindak tanduk militer yang semakin menyulut kebencian.
Foto: Reuters
Nyanyian Senyap Para Serdadu
Israel kerap mengklaim militernya adalah yang paling bermoral di seluruh dunia. Namun kesaksian sejumlah serdadu membuktikan sebaliknya. Testimoni berikut diambil secara anonim tanpa menyebutkan identitas. Hampir semua pelanggaran yang dicatat oleh organisasi Breaking the Silence tidak pernah menyentuh meja pengadilan.
Foto: Breaking the Silence
Darah Menjamin Pangkat
Seorang serdadu berpangkat sersan berkisah, ketika baru ditempatkan dalam unit patroli di tepi barat ia mendapat arahan dari seorang komandan berpangkat mayor jendral, "pangkatmu tidak ditentukan oleh seberapa banyak orang yang kamu tangkap, tetapi seberapa banyak kau membunuh." Menurutnya hampir semua perwira tinggi di militer Israel meniti karir dengan cara serupa.
Foto: Reuters
Tameng Manusia
Seorang kapten dilaporkan mengikat seorang lelaki Palestina di kap mesin mobilnya untuk mencegah warga melemparkan batu ke arah konvoi tentara di sebuah desa di Bethlehem. Kesaksian tersebut dibuat oleh seorang serdadu berpangkat letnan. Kapten yang sama juga diklaim pernah memancing amarah warga desa Takoa di Tepi Barat agar "bisa menembaki kaki anak-anak dan remaja Palestina" yang melempar batu.
Foto: Getty Images/AFP/J. Ashtiyeh
Aksi Beringas Pemukim Yahudi
Seorang sersan di Brigade Nahal bercerita suatu hari ia mendapati seorang bocah perempuan Palestina dengan luka lebar di kepala. Ia dilempar batu oleh bocah Israel di desanya di Hebron. Menurutnya, bocah di pemukiman Yahudi justru mendapat pujian oleh orangtuanya jika melukai warga Palestina. Tindak kriminal semacam itu jarang ditindaklanjuti oleh kepolisian dan cendrung dilindungi oleh militer.
Foto: Reuters
Korban Sipil
Pertengahan 2014 militer Israel mendapat informasi pertemuan petinggi Hamas di sebuah rumah bertingkat di Khirbet Khuza’a, Jalur Gaza. Ketika pasukan pengintai mengkonfirmasikan target, angkatan udara Israel langsung menghancurkan gedung tersebut dengan bom. Warga sipil yang berada di dalam gedung cuma diberi waktu satu menit untuk melarikan diri. Tidak ada yang selamat dalam serangan tersebut.
Foto: Reuters
Tubuh Berceceran di Tembok
Seorang sersan di Brigade Givati bercerita tentang operasi penggerebekan sebuah rumah di Jalur Gaza. Ketika pintu rumah tidak dibuka, mereka lalu memasang bom jenis Fox di gagang pintu. Pada saat bom meledak, penghuninya yang seorang ibu baru hendak membuka pintu. Anak-anak melihat bagaimana tubuh ibunya berceceran di tembok rumah. Insiden tersebut kemudian dianggap "lucu" oleh seorang serdadu.
Foto: Reuters/M. Salem
Blokade Mengusir Bosan
Militer Israel sering memblokade pemukiman Palestina untuk alasan keamanan. Namun seorang serdadu berpangkat letnan berkisah bagaimana komandannya memblokir desa di dekat Qalqilya, Tepi Barat, cuma karena merasa bosan. "Tinggal kurung mereka. Anda menghancurkan mereka secara mental dan fisik. Mereka tidak bisa keluar dan tidak bisa bekerja," tuturnya mengutip ocehan sang komandan.
Foto: Reuters
Penggusuran Rumah Sipil
Setiap kali Hamas meluncurkan roket Qassam, militer Israel akan merangsek ke pemukiman Palestina di Jalur Gaza dengan buldoser. Mereka bertugas menggusur rumah penduduk tak berdosa untuk membuka zona pengaman. Adalah serdadu berpangkat rendah seperti letnan yang memutuskan rumah siapa yang harus dirobohkan. Penghuninya diusir tanpa uang ganti rugi.
Foto: Reuters
Salah Target
Sebuah operasi pembunuhan terhadap target teroris yang dilakoni pasukan elit Israel, Unit Shaldag, di Jalur Gaza berujung petaka. Seorang serdadu berkisah mereka menembaki mobil yang salah dan membunuh tiga orang warga sipil Palestina. Militer Israel kemudian mengklaim operasi tersebut berhasil. Keesokan harinya media melaporkan tentara berhasil membunuh tiga teroris.
Foto: picture alliance / AP Photo
Penganiayaan Sipil
Seorang sersan berkisah tentang seorang komandan di batalyon 35 yang berpatroli di sebuah pasar di Hebron. Dia lalu mendatangi seorang pedagang Arab berusia tua, menyeretnya ke halaman belakang dan memukulinya hingga babak belur. Sersan yang sama bercerita tentang serdadu lain yang ditugaskan menggeledah sebuah rumah, memotret penghuni perempuan saat sedang telanjang.
Foto: picture-alliance/dpa/A. Al Hashlamoun
10 foto1 | 10
Sejumlah elit politik di negara Barat, menurut Shofwan, mulai kehilangan legitimasinyakarena dianggap mendukung kejahatan kemanusiaan. “Mereka berupaya menenangkan konstituen domestik dengan menyerap kemarahan publik global, dan menyatakan untuk menawarkan perdamaian,” kata pengamat hubungan internasional UI itu.
Waffa di lain pihak mengungkap, poin-poin tawaran Trump tersebut akan menjamin keamanan Israel. Dalam poin-poin usulan, tidak tertulis tuntutan finansial dan permintaan pertanggungjawaban terhadap Israel, selain bentuk pembebasan sandera. “Dalam rencana perdamaian, konflik Gaza dipandang sebagai terorisme. Artinya Trump menihilkan segala hal yang kita lihat (pelanggaran hukum internasional) selama dua tahun belakangan,” kata Waffaa.
Peran yang diambil pemerintah Indonesia lewat dukungan ini adalah “Menjadi jembatan untuk menghentikan konflik.” Ia juga meyakini, dalam konteks politik “akan terjadi perdamaian di antara para elit politik, namun tidak terjadi keadilan sesuai dengan hukum internasional.”