Pemerintah melalui Menteri Ketenagakerjaan melarang pengiriman Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke 21 negara di Timur Tengah, setelah berbagai kasus dan eksekusi terhadap Siti Zainab dan Karni Tarsim.
Iklan
Pemerintah Indonesia akan menghentikan pengiriman TKI sebagai pembantu rumah tangga ke 21 negara di Timur Tengah. Kebijakan itu diambil setelah dua pembantu rumah tangga asal Indonesia dihukum mati di Arab Saudi.
Demikian isi siaran pers yang ditandatangani oleh Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri dan dirilis hari Senin (04/05/15). Larangan itu berlaku antara lain untuk Aljazair, Arab Saudi, Bahrain, Irak, Iran, Kuwait, Lebanon, Mesir, Oman, Palestina, Qatar, Suriah, Uni Emirat Arab, Yaman, dan Yordania.
"Dengan adanya roadmap penghentian TKI domestic worker itu maka seluruh pengiriman dan penempatan TKI PRT ke 21 negara Timur Tengah adalah terlarang dan masuk kategori tindak pidana trafficking (perdagangan orang)," demikian disebutkan dalam siaran pers itu.
Eksekusi di Arab Saudi
Keputusan itu diambil setelah dua pembantu rumah tangga asal Indonesia Siti Zainab dan Karni binti Medi Tarsim dihukum mati di Arab Saudi. Indonesia mengajukan protes karena tidak mendapat pemberitahuan sebelumnya saat eksekusi dilakukan di dua tempat terpisah di Arab Saudi.
Uni Emirat Arab, Qatar, Bahrain dan Mesir adalah tujuan utama pengiriman Tenaga Kerja Indonesia ke Timur Tengah.
Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri menerangkan dalam jumpa pers di Jakarta, perlindungan bagi TKI yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga di negara-negara Timur Tengah masih sangat kurang. Belum lagi soal budaya setempat yang mempersulit tindakan perlindungan. Ia mengatakan, posisi tawar TKI lemah di hadapan majikan. Akibatnya, banyak TKI yang tak bisa pulang meskipun kontak kerjanya habis karena dilarang majikan, atau dipindahkan ke majikan lainnya.
Menurut Menteri Ketenagakerjaan, standar gaji yang diberikan di Timur Tengah relatif rendah, yaitu berkisar Rp 2,7-Rp 3 juta/bulan. Jumlah itu setara dengan Upah Minimum di DKI yang Rp 2,7 juta, dan lebih rendah dari Upah Minimum di Bekasi yang Rp 3,2 juta/bulan. Bayaran ini tidak sebanding dengan resiko untuk bekerja di luar negeri.
Bukan solusi
Tapi kalangan aktivis buruh migran mengeritik keputusan pemerintah yang dinilai membatasi hak warga untuk bekerja, padahal pemerintah sendiri belum bisa menyediakan lapangan kerja yang cukup.
Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah beberapa waktu lalu sudah menyatakan, penghentian pengiriman tenaga kerja Indonesia sektor informal atau pembantu rumah tangga bukan solusi yang baik dan sangat diskriminatif. Dia mengatakan, kasus yang banyak menimpa TKI khususnya PRT seperti gaji tidak dibayar, pemerkosaan, pembunuhan dan kekerasan, tidak akan terjadi apabila ada pengawasan yang ketat sebelum keberangkatan.
Anak Terlantar dari "Negeri Tanpa Orangtua"
Ribuan anak-anak di Republik Moldova harus mengurus diri sendiri tanpa orang tua yang bekerja di luar negeri untuk mencari nafkah. Kisahnya kini didokumentasikan oleh seorang fotografer Jerman.
Foto: Andrea Diefenbach
"Negeri Tanpa Orangtua"
Olga, Sabrina dan Carolina harus mengurus diri sendiri selama tiga tahun. Selama itu ibunya bekerja sebagai perawat di Italia. Ia terpaksa tidur di atas tempat tidur lipat di koridor rumah majikannya. "Negeri tanpa orangtua" karya fotografer Andrea Diefenbach, menceritakan kisah anak-anak di Republik Moldova yang hidup terpisah dari orang tuanya.
Foto: Andrea Diefenbach
Kepala Keluarga Berusia 12 Tahun
Olga yang tertua di antara saudaranya, "mengambilalih tugas ibu. Membuat keju, memanggang roti dan memastikan kedua adiknya pergi besekolah," kata Diefenbach. Kemandirian yang lahir dari kemiskinan itu mendominasi foto yang dibuat oleh sang fotografer.
Foto: Andrea Diefenbach
"Mama, jangan lupakan kami!"
Begitulah kalimat yang sering diucapkan Carolina setiap kali berbicara dengan ibunya lewat telepon. "Pada dasarnya anak-anak itu bisa hidup dengan situasi seperti ini," ujar Diefebach. "Tapi keluarga mulai mengalami keretakan. Dampaknya mungkin baru akan terasa setelah 20 tahun, ketika anak-anak ini menjadi dewasa," imbuhnya.
Foto: Andrea Diefenbach
Bantuan dari Nenek
Orangtua Cătălina juga bekerja di luar negeri. Tapi ia beruntung karena diurus oleh sang nenek. Keutuhan keluarga kerap menjadi barang langka di negara bekas Uni Sovyet itu. Menurut Bank Dunia, seperempat penduduk Moldova mencari rejeki di luar negeri. Kebanyakan tidak memiliki izin tinggal yang legal.
Foto: Andrea Diefenbach
Pesan Sayang dari Kejauhan
Orangtua secara berkala mengirimkan paket kepada anak-anaknya. Terkadang berisikan Popcorn, atau apel yang dibeli di sebuah supermarket di Italia. "Rasanya mungkin tidak seenak apel segar dari Moldova, tapi paket ini adalah satu-satunya kesempatan orangtua untuk menunjukkan rasa sayangnya."
Foto: Andrea Diefenbach
Tujuh Tahun Terpisah
Ludmilla, yang melakoni enam pekerjaan sebagai petugas kebersihan di Italia, harus hidup berpisah dari putranya, Slavek selama tujuh tahun. Karena tidak memiliki izin tinggal, kebanyakan orangtua tidak bisa mengunjungi anak-anaknya. Karena sekali melintas perbatasan, mereka terancam tidak bisa kembali. Ludmilla sebaliknya mendapat izin tinggal dan bisa mengundang sang anak untuk tinggal bersamanya
Foto: Andrea Diefenbach
Membanting Tulang di Negeri Orang
Alyona dan Vanya menafkahi kedua anaknya dengan bekerja sebagai buruh panen di ladang melon di Italia. Mereka berbicara setiap hari lewat telepon. Jika hujan turun, pekerjaan pun menghilang dan mengurangi upah harian yang sejak awal sudah minim.
Foto: Andrea Diefenbach
Menjaring Simpati
"Saya berharap, lewat foto-foto ini penduduk makmur di Eropa Barat bisa merenung, apakah mungkin pembantu asing mereka punya anak dan seperti apa kehidupannya," kata Andrea Diefenbach. "Kasih sayang orangtua bisa menjaring simpati semua orang."
Foto: Andrea Diefenbach
Berkelana dengan Sebuah Foto
Orangtua yang berkisah lewat Diefenbach "tidak punya pilihan," selain melihat foto anaknya untuk mengobati rasa rindu. "Mereka tidak tahu, bagaimana bisa membeli perlengkapan sekolah untuk semester depan." Republik Moldova adalah salah satu negara termiskin di Eropa, dengan pendapatan rata-rata 200 Euro per bulan.
Foto: Andrea Diefenbach
"Tanpa Emosi Palsu"
Untuk proyeknya "Negeri tanpa Orangtua", Andrea Diefenbach mendapat penghargaan "N-Ost" 2012 silam. "Gambar-gambarnya berkesan kuat tanpa emosi palsu dan menunjukkan kesenjangan ekonomi di Eropa," kata anggota juri, Lars Bauernschmitt, Professor Fotografi Jurnalistik dan Dokumenter di Hannover.
Foto: Andrea Diefenbach
Memahami Kehidupan
Andrea Diefenbach juga memublikasikan bukunya di Moldova. "Banyak orang terkejut bagaimana kerasnya kehidupan sanak saudaranya di luar negeri. Karena mereka cuma mengenal paket berisikan makanan dan baju baru," ujarnya.
Foto: Andrea Diefenbach
11 foto1 | 11
"Mestinya apa yang harus dipastikan adalah negara memastikan setiap warga negara bekerja secara layak dan tidak melarang sektor tertentu. Kalau alasannya masalah yah justru masalah itu yang dicari solusinya, bukan menghentikan PRT-nya," kata Anis Hidayah sebagaimana dikutip oleh VOA.
Menteri Hanif Dhakiri mengakui, sebagian besar penganggur di Indonesia dari lulusan SD dan SMP, sehingga mereka sulit mendapatkan akses kerja. Namun pemerintah akan berusahan sedapat mungkin umtuk menyelenggarakan pelatihan yang dibutuhkan dan memberi insentif kepada perusahaan, sehingga mereka bisa diserap pasar tenaga kerja.