Indonesia dan Palestina Tandatangani MoU Soal Impor
21 Desember 2017
Indonesia akan mengijinkan impor tanpa cukai serta akses langsung ke pasar bagi sejumlah komoditi Palestina mulai 2018. Demikian keterangan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita Rabu kemarin (20/12).
Iklan
Komoditi dari Palestina tiba di Indonesia lewat Yordania. Mulai 1 Januari 2018, sejumlah barang akan diangkut langsung ke Indonesia. Demikian ditambahkan Enggartiasto Lukita. "Kita membuka pasar bagi kurma dan minyak zaitun. Ini sesuai permintaan Palestina."
Itu dikatakan menteri di depan wartawan hari Rabu (20/12) di Jakarta, setelah bertemu dengan Menteri Perdagangan Palestina dalam pertemuan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) di Buenos Aires, Argentina. Dalam rangka konferensi tersebut, Indonesia menandatangani MoU dengan Palestina, seperti diinstruksikan Presiden Joko Widodo untuk mengimplementasikan keputusan yang dicapai dalam KTT Organisasi Kerjasama Islam (OIC). Menteri Enggartiasto Lukita selanjutnya mengatakan, "Kami juga meminta daftar produk yang ingin mereka ekspor dan perlu mereka impor."
Apa Dampak Pengakuan AS Atas Yerusalem?
Trump mengklaim pengakuan Yerusalem adalah upaya AS mendukung perdamaian di Timur Tengah. Benarkah demikian? Berikut makna keputusan kontroversial Trump bagi mereka yang memiliki kepentingan atas kota suci tersebut.
Foto: Reuters/A. Cohen
Jalan buntu proses perdamaian
20 tahun berlalu, semua presiden sebelum Trump menghindari keputusan memindahkan kedutaan dari Tel Aviv ke Yerusalem lewat penerapan UU “Jerusalem Embassy Act”. Selama itu, presiden AS memilih menjalankan misi perdamaian, dengan anggapan status Yerusalem harus disepakati lewat negosiasi bersama Palestina-Israel. Trump dinilai secara sengaja mengacaukan proses perdamaian yang telah diupayakan AS.
Foto: picture alliance/dpa/AP/E. Vucci
Pupusnya harapan Palestina
Bagi warga Palestina, pengumuman Trump seolah merampas harapan dan mimpi mereka untuk mendaulat wilayah Yerusalem Timur sebagai ibukota masa depan Palestina. Meski upaya untuk menempuh jalur kekerasan bukan pilihan, tapi tak sedikit warga Palestina yang akan menganggap upaya diplomatik yang diupayakan AS selama ini tak membawa perubahan berarti untuk mewujudkan Palestina Merdeka.
Foto: Reuters/M. Hamed
Tercapainya mimpi Israel
Sejak mengusai Yerusalem Timur pasca perang 6 hari tahun 1967, Israel mengklaim Yerusalem sebagai ibukota yang “abadi dan tidak terbagi”. Israel berupaya agar kedaulatannya atas Yerusalem mendapat pengakuan dunia internasional. Keputusan Trump dapat mempengaruhi sebagian besar politisi dan warga Israel yang menilai negosiasi dengan Palestina tidak membawa hasil yang signifikan.
Foto: Reuters/B. Ratner
Tetangga menelan rasa kecewa
Langkah Trump dinilai mengguncang kestabilan wilayah yang selama ini sudah sensitif atas segala jenis gejolak perubahan status. Arab Saudi - sekutu penting AS di Timur Tengah - menyebutkan kebijakan Trump mengacaukan upaya Riyadh meneruskan jalan perdamaian. Negara Arab yang berbatasan dengan Israel – Mesir, Yordania, Libanon dan Suriah – khawatirkan gejolak baru di kawasan mereka.
Foto: picture-alliance/AP Photo/E. Vucci
Eropa menjadi oposisi AS?
Sebagian besar negara di Eropa Barat gusar dengan pengakuan AS atas Yerusalem dan tak sedikit yang mengecam Trump. Namun, pertanyaan kuncinya: apakah EU akan berani mengambil sikap tegas yang berseberangan dengan AS? Misalnya menerapkan larangan impor dari wilayah Tepi Barat atau menghentikan kerjasama bisnis dengan perusahaan Israel yang beroperasi di wilayah yang diduduki Palestina?
Foto: Imago
Umat Kristen di tanah suci
Patriarch Theoplhilos III, pemimpin gereja Ortodoks di Yerusalem melayangkan surat kecaman yang menyebutkan kebijakan Presiden AS Trump telah menyebabkan kerusakan yang sulit diperbaiki. Ia menuliskan pada Trump pemindahan kedutaan AS telah menjauhkan upaya perdamaian di Yerusalem dan sebaliknya membuat jurang permusuhan yang semakin dalam di tanah suci, Yerusalem. ts/hp (guardian, washingtonpost)
Foto: Reuters/J.Ernst
6 foto1 | 6
Indonesia berupaya dukung Palestina
Enggartiasto Lukita mengatakan, Indonesia sudah memulai upaya mendukung Palestina untuk menjadi anggota WTO. Indonesia juga sudah lama jadi pendukung solusi dua negara bagi konflik antara Israel dan Palestina. Demonstrasi terhadap kebijakan Presiden AS Donald Trump yang mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel juga sudah diadakan belakangan ini di Indonesia.
Beberapa hari lalu, sejumlah ulama Indonesia menyerukan boikot produk-produk yang berasal dari AS dalam rangka protes terhadap langkah Presiden AS Donald Trump.
ml/hp (rtr, jakartapost, abcnews)
Perang 1967: Yerusalem, Dulu dan Sekarang
Selama setengah abad sejak perang 1967, Yerusalem berada di jantung kontroversi seputar Palestina, pemukiman Yahudi dan pergeseran demografi. Namun kendati begitu tidak banyak yang berubah pada wajah kota abadi itu
Foto: Reuters/R. Zvulun
Masjid Al-Aqsa - 1967
Selamanya Yerusalem diperebutkan oleh kaum Muslim dan Yahudi. Uniknya perang yang berkecamuk pada 1967 hampir tidak mengusik kehidupan warga Yerusalem. Menjelang akhir pekan, penduduk muslim berkumpul di Masjid al-Aqsa untuk menunaikan ibadah Sholat Jumat. Foto ini diambil pada 23 Juni 1967, dua pekan setelah perang berakhir.
Foto: Reuters/
Masjid Al-Aqsa - 2017
Pada lokasi yang sama kehidupan umat Muslim tidak berubah, meski telah berselang separuh abad. Ribuan warga tetap berduyun-duyun menunaikan ibadah di Masjid Al-Aqsa dan berkumpul di halamanya untuk bersantai.
Foto: Reuters/A. Awad
Makam Absalom - 1967
Lembah Kidron adalah kawasan suci buat umat Yahudi dan Kristen. Selain Makam Absalom, putra Raja Daud yang memberontak, lembah ini juga menampung Taman Getsemani, di mana Yesus berdoa sebelum mengalami penyaliban.
Foto: Reuters/Moshe Pridan/Courtesy Government Press Office
Makam Absalom - 2017
Sampai saat ini warga Arab dan Yahudi masih berseteru ihwal nama lembah bersejarah ini. Dalam bahasa Ibrani lembah ini dinamai Kidron, sementara warga Arab menyebutnya Wadi al-Joz.
Foto: Reuters/R. Zvulun
Bukit Zaitun - 1967
Lini pertahanan pasukan Arab-Yordania di Bukit Zaitun yang membentengi bagian timur Yerusalem mengalami gempuran hebat oleh militer Israel. Tidak butuh waktu lama bagi pasukan Yahudi untuk merebut kawasan strategis tersebut.
Foto: Government Press Office/REUTERS
Bukit Zaitun - 2017
Kini Bukit Zaitun dan kawasan pemukiman Wadi el-Joz yang berada di tepi Yerusalem terlihat modern. Pun menara rumah sakit Augusta Victoria yang dibangun pada awal abad ke19 masih berdiri tegap di puncak Bukit Zaitun. Kawasan tersebut hingga kini dihuni oleh warga Arab di Yerusalem.
Foto: Ronen Zvulun/REUTERS
Kubah Shakhrah - 1967
Kubah Shakhrah adalah ikon Yerusalem yang diperebutkan. Kompleks suci ini tidak hanya menjadi situs berharga umat Muslim, tetapi juga bangsa Yahudi. Sebab itu keputusan parlemen Israel, Knesset, untuk menyerahkan kompleks Al-Haram kepada umat Muslim sesaat setelah Perang 1967 dianggap mengejutkan oleh banyak pihak.
Foto: Reuters/Moshe Pridan/Courtesy of Government Press Office
Kubah Shakhrah - 2017
Buat warga Yahudi, kubah Shakhrah melindungi batu besar, tempat di mana Bumi diciptakan danNabi Ibrahim mengorbankan puteranya. Sementara untuk umat Muslim, dari tempat inilah Nabi Muhammad melakukan perjalanan langit yang dikenal dengan Isra Mi'raj.
Foto: Reuters/A. Awad
Gerbang Damaskus - 1967
Setelah tidak digunakan lagi sebagai benteng pertahanan, Gerbang Damaskus menjadi pintu masuk utama menuju kota tua Yerusalem. Meski terdapat konsensus antara Arab dan Israel untuk tidak menghancurkan bangunan bersejarah, sebagian tembok Gerbang Damaskus turut hancur dalam Perang 1967.
Foto: Reuters/
Gerbang Damaskus - 2017
Selama berpuluh tahun, kerusakan pada Gerbang Damaskus yang muncul akibat perang dibiarkan tak tersentuh. Baru 2011 silam Israel merestorasi menara dan sebagian besar tembok yang hancur akibat Perang 1967. Kini Gerbang Damaskus menjadi salah satu atraksi wisata paling digemari turis mancanegara.
Foto: Reuters/R. Zvulun
Arab Souk - 1967
Pasar Arab adalah jantung perdagangan Yerusalem sejak era Kesultanan Utsmaniyyah. Pada era kerajaan Islam terkuat sepanjang sejarah itu Yerusalem mengalami banyak pembangunan, antara lain tembok yang mengelilingi kota tua dan Pasar Arab.
Foto: Reuters/Fritz Cohen/Courtesy of Government Press Office
Arab Souk - 2017
Hingga hari ini Pasar Arab masih riuh oleh pedagang muslim yang menjajakan berbagai barang, mulai dari kebutuhan sehari-hari, pakaian khas Arab hingga berbagai jenis suvenir untuk wisatawan.
Foto: Reuters/A. Awad
Restoran Basti - 1967
Restoran Basti sudah dimiliki oleh keluarga muslim Yerusalem sejak 1927. Saat perang berkecamuk pun warga muslim masih menyempatkan diri bertemu di salah satu tempat makan paling tua di Yeruslem itu.
Foto: Reuters/Moshe Pridan/Courtesy of Government Press Office
Restoran Basti - 2017
Kini, 50 tahun berselang, restoran Basti menjadi lokasi favorit wisatawan asing yang menjelajah kota tua Yerusalem. Setiap tahun restoran ini selalu tutup lebih awal ketika warga Yahudi merayakan pembebasan dan penggabungan Yerusalem ke wilayah Israel sebagai buntut Perang 1967.
Foto: Reuters/A. Awad
Pemakaman Yahudi - 1967
Pada Perang Enam Hari, komandan militer Israel Motta Gur dan pasukannya memantau kompleks Al-Haram dari punggung Bukit Zaitun yang juga menaungi salah satu pemakaman Yahudi paling tua di Timur Tengah. Setelah merebut kawasan strategis ini dari tangan pasukan Yordania, Israel merencanakan perebutan kota tua Yerusalem.
Foto: Government Press Office/REUTERS
Pemakaman Yahudi - 2017
Kini, di lokasi yang sama, ribuan wisatawan berfoto untuk mengabadikan kompleks Al-Haram beserta kota tua Yerusalem. Bukit Zaitun tidak cuma tujuan wisata favorit umat Muslim, melainkan juga bangsa Yahudi.
Foto: Reuters/R. Zvulun
Sabil Qaitbay - 1967
Mata air Qaitbay yang dibangun pada era Kesultanan Mamluk, dianggap sebagai salah satu sudut paling cantik di kompleks Al-Haram. Meski dibangun dengan gaya Islam dengan membubuhkan ayat-ayat Al-Quran, menara mata air ini didesain oleh seorang arsitek beragama Kristen.
Foto: Reuters/
Sabil Qaitbay - 2017
Sejak Perang 1967, semua bangunan bersejarah dan dianggap suci oleh tiga agama Samawi dilindungi dan dijauhkan dari konflik bersenjata. Sebab itu pula berbagai situs bersejarah di Yerusalem nyaris tak berubah meski didera perang dan gelombang kekerasan. Meski begitu Yerusalem tetap berada di episentrum konflik antara Palestina dan Israel.