Indonesia Ingin Hindari Perang di Laut Cina Selatan
13 Juli 2016
Indonesia akan memperkuat penjagaan keamanan wilayahnya di kawasan Laut Cina Selatan. Menhan Ryamizard Ryacudu menyatakan, sekalipun kapasitas militer akan ditingkatkan, Indonesia tidak ingin ada konflik bersenjata.
Iklan
Menteri Pertahanan (Menhan) Indonesia Ryamizard Ryacudu mengatakan Indonesia akan memperkuat pertahanan dan penjagaan keamanan di sekitar Kepulauan Natuna. Antara lain dengan penempatan satuan jet tempur F-16, rudal darat-udara, perlengkapan radar dan pesawat, serta membangun pelabuhan baru dan meningkatkan kapasitas landasan pacu.
Hal itu disampaikan Menhan dalam wawancara dengan kantor berita AFP. Peningkatan kapasitas militer inio sudah dimulai selama beberapa bulan terakhir, dan akan selesai dalam "kurang dari satu tahun", katanya.
"Ini akan menjadi mata dan telinga kita," kata pensiunan jenderal Ryamizard Ryacudu. "Sehingga kita benar-benar dapat melihat apa saja yang terjadi di Natuna dan daerah sekitarnya di Laut Cina Selatan."
Ryacudu selanjutnya mengatakan, Indonesia akan menempatkan sejumlah persenjataan dan satuan angkatan udara khusus ke Natuna. Batalyon tentara akan segera ditempatkan, setelah barak dan perumahan militer selesai dibangun, kata Ryacudu.
Dia menerangkan, Indonesia tidak meningkatkan militerisasi di Laut Cina Selatan, tapi akan menjaga perbatasannya. "Ini adalah pintu depan kami, mengapa tidak dijaga?" kata Ryamizard.
Hubungan Indonesia dan Cina belakangan sempat menegang, ketika Angkatan Laut Indonesia menangkapi kapal-kapal pukat Cina yang melakukan penangkapan ikan secara ilegal di sekitar Kepulauan Natuna. Cina sempat mengajukan protes keras, namun kemudian mengakui kedaulatan Indonesia di wilayah perairan sekitar Natuna.
Setelah insiden bulan lalu itu, Presiden Joko Widodo melakukan kunjungan ke Natuna dan naik ke kapal perang Angkatan Laut. Kunjungan Jokowi dipandang sebagai isyarat kepada Cina, bahwa Jakarta serius akan membela wilayah teritorialnya.
Pemerintahan Jokowi baru.baru ini menyetujui peningkatan anggaran militer. Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menjelaskan, pulau-pulau di perairan terpencil antara Kalimantan dan Semenanjung Malaysia akan dijadikan pos jaga di kawasan utara Indonesia.
Menhan Ryacudu mengatakan, keputusan itu tidak mrngubah posisi tradisional Indonesia sebagai negara yang tidak menaruh klaim dalam sengketa wilayah di Laut Cina Selatan.
"Mari kita menghindari perang," katanya dan menambahkan, Indonesia memiliki hubungan baik dengan semua pihak.
Pangkalan Militer Cina di Laut Cina Selatan
Kendati luput dari perhatian, konflik Laut Cina Selatan terus memanas dalam diam. Cina membangun pulau buatan untuk dijadikan pangkalan militer. Salah satu landasan pacu bahkan mampu didarati pesawat pembom jarak jauh
Foto: CSIS, IHS Jane's
Pesawat Pembom di Spratly?
Sejak pertengahan 2014 militer Cina sibuk memperluas "Fiery Cross Reef" di tepi barat kepulauan Spratly. Pakar di "Centre for International and Strategic Studies" di Washington dan Asia Maritime Transparency Initiative meyakini, negeri tirai bambu itu tengah membangun pangkalan udara sepanjang tiga kilometer. Landasan sepanjang itu mampu menampung pesawat pembom jarak jauh tipe H-6 milik Cina
Foto: CSIS, IHS Jane's
Wilayah Abu-abu
Gaven-Riff yang terletak di utara kepulauan Spratly diperluas sebanyak 115.000 meter persegi sejak Maret 2014. Pakar hukum internasional menilai, Cina sedang berupaya membetoni klaimnya atas kepulauan tersebut.
Foto: CSIS, IHS Jane's
Cepat Bertindak
Citra satelit yang dibuat 2014 silam menampilkan betapa militer Cina menggenjot kegiatan konstruksi di Gaven-Riff. Antara bulan Maret (kiri) dan Agustus (kanan) terbentuk sebuah pulau baru.
Cina juga membangun landasan pacu militer di Johnson South Reef. Landasan ini sendiri diyakini terlampau pendek untuk tujuan strategis. Namun pulau ini menegaskan klaim Cina terhadap kepulauan Spratly.
Foto: CSIS
Sistematis
Kegiatan konstruksi yang digalang Cina di Hughes-Riff serupa dengan di Gaven-Riff. Negeri tirai bambu itu diyakini telah mengembangkan metode baku tentang cara pembuatan pulau.
Foto: AMTI
Protes Filipina
Februari 2015 silam pemerintah Filipina kembali melayangkan nota diplomatik yang memrotes Cina. Penyebabnya adalah langkah Beijing membangun pangkalan di Mischief-Riff yang cuma terpaut jarak 135 kilometer dari pulau Palawan milik Filipina. Foto terbaru dari 19 Januari membuktikan kegiatan konstruksi di pulau tersebut.
Foto: CSIS
Perlawanan Seadanya
Tahun 1999 militer Filipina menenggelamkan kapal "Sierra Mader" di Ayungin Atoll. Sejak saat itu serdadu Filipina berjaga-jaga di sekitar kapal. Langkah tersebut adalah upaya Filipina menjauhkan Cina dari pulau yang diklaim Manila.
Foto: Reuters
Konflik Teritorial
Aksi Cina membangun pulau baru di kepulauan Spratly menambah ketegangan di wilayah. Saat ini Filipina, Vietnam, Malaysia dan Brunei ikut menancapkan klaimnya di kepulauan tersebut. Sementara Indonesia bertindak sebagai mediator.