1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Ekonomi

Indonesia Ratifikasi Perjanjian Dagang Dengan Australia

4 Maret 2019

Pemerintah akhirnya menandatangani perjanjian dagang dengan Australia setelah ditunda sejak akhir tahun lalu. Melalui kesepakatan ini sebanyak 94% produk asal Indonesia akan lebih mudah mengakses pasar Australia.

Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri Scott Morrison saat kunjungan kenegaraan di Sydney, Australia, 26 Februari 2017
Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri Scott Morrison saat kunjungan kenegaraan di Sydney, Australia, 26 Februari 2017Foto: Getty Images/R. Rycroft

Indonesia akhirnya menandatangani perjanjian dagang dengan Australia menyusul kontroversi diplomatik usai Canberra mengumumkan rencana pemindahan kedutaan besar di Israel ke Yerusalem. Untuk itu Menteri Perdagangan, Pariwisata dan Investasi Australia Simon Birmingham menyambangi Jakarta buat bertemu Mendagri Enggartiasto Lukita.

Perjanjian tersebut mencakup kemudahan impor sapi dan kambing dari Australia, serta pembukaan akses untuk lembaga pendidikan tinggi, penyedia layanan kesehatan dan perusahaan tambang. Sebaliknya Indonesia akan lebih mudah mengekspor suku cadang otomotif, produk tekstil, serta produk kayu, elektronik dan obat-obatan ke jiran di selatan.

Hingga 2017 silam kedua negara mencatat volume perdagangan senilai USD 11,7 milyar. Meski bertetangga, Indonesia cuma menempati urutan ke-13 dalam daftar mitra dagang terbesar Australia. Sebab itu hubungan dagang Indonesia dan Australia dinilai belum memenuhi potensinya.

Proteksionisme vs Ekonomi Terbuka

06:38

This browser does not support the video element.

Lukita dan Birmingham mengatakan perjanjian dagang ini akan memperdalam hubungan ekonomi kedua negara yang selama ini dibebani kebijakan imigrasi Canberra. Birmingham mengatakan kesepakatan ini menandai "babak baru kerjasama" kedua jiran. "Penandatanganan perjanjian ekonomi komperensif membawa kedua negara semakin dekat," kata dia.

Hal senada diungkapkan Mendagri Lukita perihal potensi perjanjian dagang kedua negara. "Hari ini adalah momen paling cerah dalam hubungan Indonesia dan Australia."

Baca juga: Akui Yerusalem Barat, Australia Panen Kritik, Termasuk dari Israel

Kedua negara mengawali proses negosiasi sejak 2010 silam. Usai melalui perundingan yang alot, tahun lalu Indonesia dan Australia akhirnya merampungkan rancangan naskah perjanjian dan sedianya akan diratifikasi menjelang pergantian tahun. Namun rencana tersebut buyar setelah Perdana Menteri Scott Morrison merencanakan pengakuan Yerusalem sebagai ibukota resmi Israel.

Morrison pertamakali mengungkapkan rencananya Oktober silam. Saat itu dia dituding berusaha menggaet suara kaum Yahudi dan konservatif dalam pemilu sela di sebuah distrik di pinggir kota Sydney. Indonesia yang sempat memperingatkan Canberra agar tidak mengambil kebijakan tersebut kemudian membatalkan jadwal ratifikasi secara sepihak.

Kiat Indonesia Seimbangkan Pertumbuhan Ekonomi dan Konservasi Alam

04:33

This browser does not support the video element.

Pada akhirnya Morrison mengambil jalan tengah, yakni hanya mengakui Yerusalem Barat sebagai ibukota Israel dan menunda pemindahan kedutaan dari Tel Aviv hingga tercapainya perjanjian damai.

Melalui perjanjian ini Australia secara perlahan bakal menghapus bea masuk untuk 94% produk asal Indonesia, demikian juga sebaliknya. Nilai investasi negeri jiran di Indonesia yang saat ini berkisar USD 597 juta diyakini juga bakal berlipatganda seusai ratifikasi. Hal ini dikarenakan perjanjian tersebut mengandung perlindungan menyeluruh terhadap aliran dana investasi langsung dari Australia.

"Indonesia adalah pasar yang menjanjikan buat Australia lantaran populasi yang besar dan lonjakan angka kelas menengah," kata ekonom Institut Teknologi Surabaya, Kresnayana Yahya. Ia menambahkan, kawasan Indonesia timur yang selama ini cendrung tertinggal akan bisa memetik keuntungan terbesar dari perjanjian dagang ini.

rzn/hp (afp, rtr)

 

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait