1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Penegakan HukumAsia

Laut Cina Selatan: Indonesia Serukan Semua Pihak Tahan Diri

16 Juli 2020

Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi menyerukan semua negara yang berkonflik untuk menahan diri dari melakukan tindakan yang dapat meningkatkan ketegangan di Laut Cina Selatan.

Kapal induk milik Cina di Laut Cina Selatan
Kapal induk milik Cina di Laut Cina SelatanFoto: picture-alliance/Vcg/MAXPPP

Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi dalam konferensi pers virtual bersama media internasional, Kamis (16/07), mengatakan bahwa Indonesia prihatin dengan meningkatnya ketegangan di Laut Cina Selatan. Ia menambahkan bahwa setiap negara berharap konflik dapat segera reda dan situasi kembali tenang.

"Menghormati hukum internasional, termasuk UNCLOS 1982 adalah kunci untuk membuat Laut Cina Selatan stabil dan laut damai. Posisi Indonesia di Laut Cina Selatan jelas dan konsisten, sekali lagi menghormati hukum internasional termasuk UNCLOS 1982 adalah kunci dan harus ditegakkan oleh semua," ujar Retno.

Ia menambahkan bahwa posisi Indonesia terkait hak kedaulatan Indonesia atas zona ekonomi eksklusif atau ZEE juga sangat jelas dan konsisten. Posisi ini konsisten dengan UNCLOS 1982, dan didukung oleh Sidang UNCLOS tahun 2016.

"Indonesia menggarisbawahi pentingnya bagi semua negara untuk berkontribusi dalam pemeliharaan perdamaian dan stabilitas di Laut Cina selatan, dan menyerukan semua negara untuk menahan diri dari tindakan yang dapat meningkatkan ketegangan di wilayah tersebut," tegas Retno.

Cina panggil Duta Besar AS

Cina memanggil duta besar AS untuk sekali lagi memperingatkan agar tidak mencampuri kepentingan dalam negerinya. Eskalasi hubungan Cina-AS antara lain terkait konflik Hong Kong dan Laut Cina Selatan.

Wakil Menteri Luar Negeri Cina, Zheng Zeguang, mengatakan kepada Duta Besar Amerika Serikat, Terry Branstad, bahwa pihaknya dengan tegas memperingatkan AS bahwa setiap penindasan dan ketidakadilan yang dilakukan terhadap Cina oleh AS akan mendapatkan serangan balasan yang tegas dari Cina dan upaya AS untuk menghalangi pembangunan di Cina akan menemui kegagalan.

Zheng mengatakan kepada Duta Besar Branstad bahwa AS telah "mencampuri urusan dalam negeri Cina dan merugikan kepentingan Cina dalam masalah Xinjiang, Tibet, dan Laut Cina Selatan, yang lebih jauh mengungkap keaslian sifat hegemoninya," ujar Zheng Zeguang, menurut sebuah laporan pada hari Rabu (15/07) yang diselenggarakan oleh media pemerintah.

Lebih lanjut, Zheng mendesak AS untuk tidak melangkah “semakin jauh di jalur yang salah." Kedutaan Besar AS tidak segera menanggapi permintaan untuk berkomentar.

Ketegangan berlarut di Laut Cina Selatan

Klaim Cina atas wilayah di Laut Cina Selatan telah lama menjadi sumber iritasi dengan sejumlah negara di Asia seperti Malaysia, Vietnam dan Indonesia. Cina pernah mengirim patroli untuk memperingatkan Malaysia dan Vietnam agar tidak mengeksplorasi minyak dan gas di dalam zona ekonomi eksklusif mereka.

Sementara itu, kapal penangkap ikan berbendera Cina secara bebas keluar masuk perairan negara tetangga termasuk Indonesia yang berbatasan dengan tepi Laut Cina Selatan. Nelayan dari Vietnam dan Filipina juga memprotes larangan penangkapan ikan sepihak oleh Beijing.

Peta klaim wilayah negara-negara dan zona sengketa di Laut Cina Selatan.

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Mike Pompeo mengatakan bahwa klaim agresif Cina terhadap Laut Cina selatan tidak sesuai dengan hukum internasional. Pompeo pada hari Rabu juga mengatakan bahwa pihaknya siap mendukung negara-negara yang batas teritorialnya dilanggar oleh Cina. Pernyataan ini disambut oleh berbagai negara salah satunya yaitu Vietnam.

"Vietnam menyambut baik posisi negara-negara lain dalam masalah Laut Cina Selatan yang sejalan dengan hukum internasional, sebagaimana dinyatakan pada KTT ASEAN ke-36 bahwa Konvensi PBB tentang Hukum Laut 1982 adalah kerangka hukum yang mengatur semua kegiatan di laut," ujar Juru Bicara Kementerian Vietnam, Le Thi Thu Hang.

Sementara dari Australia, Perdana Menteri Scott Morrison pada hari Kamis mengatakan bahwa negaranya akan dengan "sangat kuat" terus mengadvokasi kebebasan navigasi di Laut Cina Selatan, 

"Australia akan terus mengadopsi posisi yang sangat konsisten," kata Morrison pada jumpa pers di Canberra ketika ditanya apakah negara itu mendukung posisi Amerika Serikat di Laut Cina Selatan. 

Beijing mengklaim hampir semua Laut Cina Selatan sebagai wilayahnya dan telah membangun pulau-pulau buatan dengan fasilitas berkemampuan militer atas terumbu karang dan singkapan di daerah itu, yang juga diklaim sebagian oleh Vietnam.

Taiwan gelar latihan militer

Sementara itu, untuk mengantisipasi meningkatnya konflik dengan Cina, militer Taiwan pada hari Kamis melakukan latihan dan sekaligus unjuk kekuatan. Dalam latihan militer tersebut, helikopter serbu meluncurkan rudal dan jet tempur menjatuhkan bom pada sasaran di laut, sementara tank dan truk rudal ditembakkan dari pantai untuk mencegah kekuatan invasi.

"Kami ingin dunia melihat tekad dan upaya kami untuk melindungi negara kami," ujar Presiden Tsai Ing-wen, Kamis. Latihan ini adalah bagian dari latihan tahunan yang berlangsung selama lima hari dan berakhir pada hari Jumat (17/07).

Cina menganggap Taiwan sebagai provinsi yang memisahkan diri yang merupakan bagian dari wilayahnya. Pulau yang didiami oleh 24 juta orang ini terletak 160 kilometer di lepas pantai tenggara Cina dan dibatasi oleh Selat Taiwan.

Presiden Tsai Ing-wen, yang memenangkan pemilihan ulang pada Januari lalu, berjanji untuk membela Taiwan dari Cina. Dia berjanji untuk menjadikan modernisasi militer Taiwan sebagai prioritas utama. Pada tahun lalu, belanja pertahanan Taiwan tercatat meningkat pesat lebih dari yang pernah dialokasikan selama satu dekade.

Laporan tambahan dari Jakarta oleh Rizki Akbar Putra

ae/vlz (AP, Reuters, SCMP, dpa)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait