Pemerintah akan melaksanakan lagi eksekusi mati, namun belum memutuskan waktu yang pasti, kata Jaksa Agung Muhammad Prasetyo. Tujuh orang sudah dipindahkan dari penjara Salemba ke Nusakambangan.
Iklan
"Ada banyak hal yang kita pertimbangkan, termasuk fakta bahwa negara ini berkonsentrasi pada perbaikan ekonomi. Kami sedang membangun kehidupan politik yang lebih baik," kata Jaksa Agung Muhammad Prasetyo mengenai belum adanya penjadwalan yang pasti, kapan eksekusi mati putaran keempat akan dilaksanakan pemerintahan Joko Widodo.
Sedikitnya tujuh terpidana mati telah dipindahkan dari rumah tahan Salemba di Jakarta ke penjara Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah. Eksekusi mati selama ini memang sering dilakukan di sini.
Abdul Aris, penjaga penjara di Nusakambangan menerangkan, lebih 50 narapidana yang dipindahkan ke Nusakambangan hari Jumat (10/3), namun ia menolak menyebutkan berapa dari antara mereka adalah terpidana mati.
"50 narapidana dipindahkan dari Salemba dan enam tahanan dari Magelang, termasuk beberapa terpidana mati," kata Abdul Aris kepada wartawan hari Minggu (12/3).
Menurut laporan media, terpidana mati yang diboyong ke Nusakambangan antara lain berasal dari Amerika Serikat, Cina, Malaysia, Hongkong dan Nigeria.
Sebelumnya Jaksa Agung Muhammad Prasetyo membenarkan bahwa pemerintah sedang menyiapkan eksekusi mati putaran keempat.
Namun Prasetyo mengatakan, jadwalnya belum dipastikan karena pemerintahan Jokowi saat ini sedang sibuk membangun ekonomi dan sedang mencari dukungan internasional untuk kembali duduk sebagai anggota tidak tetap di Dewan Keamanan PBB.
Pemerintahan Jokowi hingga kini telah melakukan tiga putaran eksekusi mati sejak memerintah akhir 2014. Seluruhnya ada 18 terpidana mati kejahatan narkotika yang ditembak mati di Nusakambangan. Kebanyakan yang dieksekusi adalah warga asing.
Jokowi dan Ilusi Hukuman Mati
Presiden Jokowi menggunakan hukuman mati sebagai jurus andalan dalam perang melawan narkoba. Padahal berbagai studi ilmiah membuktikan hukuman mati tidak mampu menurunkan angka kejahatan. Oleh Rizki Nugraha
Foto: Reuters/Romeo Ranoco
Keyakinan Jokowi
Gigih cara Presiden Joko Widodo membela hukuman mati. Indonesia berada dalam darurat narkoba, dalihnya, meski angka kematian akibat narkoba jauh lebih rendah ketimbang rokok atau akibat kecelakaan lalu lintas. Tapi realitanya hukuman mati adalah hukum positif di Indonesia dan dia yakin, membunuh pelaku bisa menciptakan efek jera buat yang lain. Benarkah?
Foto: Reuters/Olivia Harris
Pepesan Kosong
Studi ilmiah di berbagai negara menyebutkan sebaliknya. Hukuman mati tidak serta merta mampu mengurangi kriminalitas. Sebuah penelitian di Amerika Serikat oleh American Civil Liberties Union bahkan menemukan negara bagian yang menerapkan hukuman mati justru mengalami peningkatan tindak kriminal. Kepolisian AS juga menganggap eksekusi mati sebagai cara paling tidak efektif memerangi kriminalitas
Foto: picture-alliance/AP Photo/K. Sato
Jagal Paling Produktif
Hukuman mati di Indonesia adalah peninggalan era kolonial Belanda. Rajin diterapkan oleh Suharto buat melenyapkan musuh politiknya, hukuman mati kemudian lebih banyak dijatuhkan dalam kasus pembunuhan. Pada era Jokowi pemerintah aktif menggunakan hukuman mati terhadap pengedar narkoba, jumlahnya lebih dari 60 eksekusi, baik yang sudah dilaksanakan atau masih direncanakan.
Cacat Keadilan
Sejak menjabat presiden 2014 silam, Jokowi telah memerintahkan eksekusi mati terhadap lebih dari 60 terpidana. Celakanya dalam kasus terpidana mati Pakistan, Zulifkar Ali, proses pengadilan diyakini berlangsung tidak adil. Ali diklaim mengalami penyiksaan atau tidak didampingi penerjemah selama proses persidangan, tulis Jakarta Post.
Foto: picture-alliance/dpa/M. Nagi
Bantuan dari Atas
Terpidana mati lain, Freddy Budiman, bahkan mengklaim mampu mengedarkan narkoba dalam skala besar dari dalam penjara berkat bantuan pejabat di kepolisian dan Badan Narkotika Nasional. Sejauh ini tidak satupun pejabat tinggi kepolisian yang pernah diselidiki terkait tudingan semacam itu.
Foto: Getty Images/AFP/B. Nur
Pendekatan Keamanan
Kendati terbukti tidak efektif, pemerintahan Jokowi menjadikan hukuman mati sebagai ujung tombak dalam perang melawan narkoba. Ironisnya pemerintah terkesan belum serius menyelamatkan pengguna dari ketergantungan. Saat ini BNN cuma memiliki empat balai rehabilitasi di seluruh Indonesia.
Foto: picture-alliance/dpa/M. Irham
Solusi Buntu
Menurut BNN, tahun 2011 kasus penyalahgunaan narkoba mencapai hingga 2,8 juta orang. Angka tersebut naik sebesar 0,21 persen dibandingkan tahun 2008. Tapi kini tingkat penyalahgunaan narkoba diyakini meningkat menjadi 2,8 persen alias 5,1 juta orang. Padahal hukuman mati sudah rajin diterapkan terhadap pengedar narkoba sejak tahun 2004.
Foto: Getty Images/AFP/B. Ismoyo
Uang Terbuang?
Terlebih eksekusi mati bukan perkara murah. Untuk setiap terpidana, Polri menganggarkan hingga 247 juta, sementara taksiran biaya versi Kejaksaan Agung berkisar di angka 200 juta. Artinya untuk 60 terpidana mati yang telah atau masih akan dieksekusi, pemerintah harus mengeluarkan dana hingga 15 milyar Rupiah.
Foto: picture alliance/ZUMA Press/S. Images
Geming Istana
Beberapa pihak bahkan mengatakan satu-satunya yang berhasil dicapai Jokowi dengan mengeksekusi mati pengedar narkoba adalah memancing ketegangan diplomasi dengan negara lain. Namun begitu Jokowi bersikeras akan tetap melanjutkan gelombang eksekusi mati terhadap terpidana narkoba.