Indonesia mempertimbangkan ide menyediakan pulau buat pengungsi Australia. Negeri jiran itu kemudian harus membiayai pembangunan kamp. Gagasan tersebut diusulkan buat meralat kebijakan bekas PM Tony Abott yang agresif
Iklan
Indonesia acap berseteru dengan jiran Australia perihal arus pengungsi. Sebab itu muncul gagasan baru buat meminjamkan pulau buat menampung pengungsi yang ingin ke Australia. Kendati telah dibantah, ide yang pertama kali digagas Menko Keamanan Politik, Hukum dan Keamanan, Luhut Panjaitan itu belakangan justru menguat.
"Kita bisa menyiapkan sebuah pulau, tapi Australia wajib membiayai kamp sepenuhnya," kata Luhut kepada harian berbahasa Inggris, The Jakarta Post, yang kemudian dibantahnya sendiri. Bahkan Kementerian Kordinator Bidang Polhukam sudah menyiapkan "tim kecil," untuk memperdalam usulan tersebut, ujar seorang jurubicaranya kepada Reuters.
Tidak jelas apakah ide itu akan ditindaklanjuti setelah munculnya bantahan dari Luhut Panjaitan. Tapi menurut Kemenko Polhukam, wacananya akan diagendakan pada pertemuan Indonesia dan Australia pada 22 Desember mendatang.
Ide itu sendiri kurang mendapat sambutan dari Wakil Presiden Yusuf Kalla. Menurutnya penampungan sementara bukan solusi. "Imigran itu tujuannya tak semua ke Indonesia. Tujuannya sebenarnya mau ke Australia atau ke Malaysia. Jadi kalau dikasih pulau, kerjanya akan kerja apa," katanya seperti dilansir Kompas.
Kalla menghimbau agar negara tujuan pengungsi membuka lapangan kerja buat mereka sebagai bagian dari solusi kemanusiaan. "Solusi terbaiknya mendapat pekerjaan di beberapa negara yang ada lapangan kerja," imbuhnya lagi.
Hubungan Indonesia dan Australia menegang awal tahun menyusul kebijakan pengungsi PM Tony Abott yang membayar penyelundup untuk memulangkan kapal pengungsi ke Indonesia. Pengantinya, Malcolm Turnbull, bertemu Presiden Joko Widodo pekan lalu di Jakarta, antara lain membahas solusi masalah pengungsi.
Australia selama ini menggunakan pulau Nauru, Christmas atau Papua Nugini buat menampung pengungsi yang datang dengan kapal. Kamp-kamp milik Australia itu berulangkali mendapat sorotan karena kasus pelecehan seksual atau kerusuhan.
Solusi serupa pernah diterapkan Indonesia untuk pengungsi Vietnam yang ditahan di kamp di pulau Galang. Namun kondisi fasilitas yang buruk membuat situasi pengungsi semakin runyam. "Dengan pengalaman kami di Aceh dan Pulau Galang, ujung-ujungnya yang menderita adalah rakyat Indonesia," kata Luhut.
Cara Jerman Menolong Pengungsi
Hampir setiap hari ada tempat penampungan pengungsi yang dibakar di suatu tempat di Jerman. Tapi di samping berita buruk seperti itu, ada berita bagus. Yaitu bagaimana ribuan warga Jerman ulurkan tangan bagi pengungsi.
Foto: picture-alliance/dpa/P. Endig
Pesta Penyambutan
Pengungsi dan sukarelawan menari bersama dalam pesta penyambutan. 600 pemohon suaka di Heidenau ditempatkan di gedung bekas toko bahan bangunan, dan dilindungi pagar tinggi. Sebelumnya mereka takut meninggalkan tempat penampungan, karena kelompok ekstrem kanan mengadakan perusakan dan meneriakkan kecaman berhari-hari. Pesta diorganisir ikatan Dresden Bebas dari kelompok NeoNazi.
Foto: picture-alliance/dpa/S. Willnow
Selamat Datang di Sylt
Joachim Leber (tengah) membimbing keluarga dari Suriah ini. Ia adalah anggota organisasi Integrationshilfe Sylt (bantuan integrasi Sylt). Di pulau itu sekitar 120 pengungsi ditampung. Sebagian besar dari mereka berasal dari Afghanistan, Somalia dan Suriah. Sukarelawan mengajar mereka bahasa Jerman, memberi sokongan moral, dan jadi anggota keluarga. "Jerman juga dibantu setelah PD II," kata Leber.
Foto: picture-alliance/dpa/B. Marks
Klub Sepak Bola Welcome United O3
Henning Eich dari klub Lok Potsdam menyambut para pemain dari klub Welcome United 03. Inilah tim sepak bola pertama Jerman yang sepenuhnya terdiri dari pengungsi. Klub ini langsung menang 3:2 dalam pertandingan lawan klub Lok Potsdam. Mereka bisa ikut main karena upaya klub SV Babelsberg . "Sepak bola menyatukan," kata Manja Thieme, yang mengurus tim internasional beranggotakan 40 orang.
Foto: picture-alliance/dpa/O. Mehlis
Sepeda bagi Pengungsi
Tobias Fleiter memompa ban sepeda bagi seorang pengungsi dari Togo. Proyek "Bikes without Borders" adalah inisiatif dua sukarelawan. Awalnya mereka hanya punya lima sepeda. Sekarang tim sudah beranggotakan 15 sukarelawan, dan sudah memperbaiki serta menyediakan 200 sepeda. Inisiatif di Karlsruhe ini beri kesempatan kepada pemohon suaka untuk punya sarana transportasi.
Foto: picture-alliance/dpa/U. Deck
Aman di Jalan
Bagaimana caranya naik kereta dari A ke B? Apa artinya tanda-tanda ini? Di mana saya bisa beli karcis? Itu dipelajari pengungsi dari Suriah di Halle, negara bagian Sachsen-Anhalt, di stasiun utama kota itu. Seorang polisi juga menunjukkan, bahwa mereka harus berdiri di belakang garis putih, jika sebuah kereta datang. Jika tidak bisa berbahaya.
Foto: picture-alliance/dpa/H. Schmidt
Ikatan Perenang Pertama bagi Pengungsi
Di Schwäbisch Gmünd, pengungsi bisa belajar berenang. Ludwig Majohr (pakai topi) memberikan pelajaran berenang. Ikatan yang baru didirikan terutama harus mendorong integrasi, demikian Majohr. "Kami para perenang saling bantu", kata sukarelawan lain, Roland Wendel. "Kami tidak menanyakan nasionalitas." Delapan orang yang sudah pensiun dari profesi mereka aktif membantu pengungsi.
Foto: picture-alliance/dpa/S. Puchner
Bayi Pengungsi Pertama
49 sentimeter, 3.000 gram. Sophia nama bayi perempuan ini. Ia adalah bayi pertama, yang lahir di kapal angkatan bersenjata Jerman "Schleswig-Holstein". Ibunya, Rahmar Ali dari Somalia, jadi pengungsi yang beruntung mendapat bimbingan dokter menjelang melahirkan. "Dalam momen seperti inilah orang merasakan telah melakukan sesuatu yang berguna," kata seorang tentara, yang hadir saat Sophia lahir.
Foto: Reuters/Bundeswehr/PAO Mittelmeer
#WelcomeChallenge
Dengan tagar ini, lewat YouTube dan Facebook sekelompok orang yang memberikan bantuan sukarela menyerukan lebih banyak orang untuk ikut aktif. Mereka yang menolong, sumbangkan foto aksinya. Koki kenamaan Sarah Wiener juga diminta membantu. Ia membawa 150 porsi sup dan roti ke tempat penampungan di Berlin dan membaginya dengan senyum.
Foto: picture-alliance/dpa/G. Fischer
Bahasa Jerman untuk Sehari-Hari
Sebagi salah satu sukarelawan, Karl Landherr mengajarkan bahasa Jerman kepada seorang pemohon suaka di Thannhausen, Bayern. Landherr yang pensiunan kepala sekolah bersama beberapa rekan juga membuat buku untuk belajar bahasa Jerman bagi pengungsi. Bukunya berorientasi pada hidup sehari-hari, berisi banyak tips, dan sekarang digunakan di seluruh Jerman.
Foto: picture-alliance/dpa/S. Puchner
Aktif di Tempat Penampungan Pakaian
Di tempat penampungan pengungsi di Berlin semua tempat penuh. Sebelumnya sudah ada tiga tempat baru yang dibuka. Salah satunya adalah sekolah Teske di Berlin Schöneberg yang tidak digunakan. Gedung ini bisa tampung 200 orang. Banyak sukarelawan juga aktif di sini, misalnya untuk mengatur tempat penampungan pakaian hasil sumbangan.