Indonesia Terpilih Jadi Anggota Tidak Tetap DK PBB
9 Juni 2018
Terpilihnya Indonesia sebagai anggota tidak tetap DK PBB untuk masa jabatan 2019- 2020 ini merupakan yang keempat kalinya. Saingannya, Maladewa ingin perluas pengaruhnya di DK PBB melawan kenaikan permukaan air laut.
Iklan
Indonesia terpilih sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB untuk periode 2019-2020, dalam pemilihan yang dilakukan oleh Majelis Umum PBB di Markas Besar PBB di New York (8/06).
Dalam proses pemilihan tertutup, Indonesia memperoleh 144 suara dari jumlah keseluruhan 190 anggota PBB yang hadir. Indonesia mengalahkan Maladewa yang memperoleh 46 suara, untuk mewakili kawasan Asia dan Pasifik di DK-PBB, menggantikan Kazakhstan yang masa keanggotaannya berakhir pada Desember 2018.
Maladewa ikut mencalonkan diri karena ingin perluas pengaruhnya di DK PBB melawan kenaikan permukaan air laut. Dengan tinggi daratan yang tidak melebihi 3 meter dan hampir 80% wilayahnya berada di kisaran 1 meter di atas permukaan laut, Maladewa adalah negeri yang paling terancam oleh pemanasan global. Sebab itu pula pemerintah di Malé berniat menggusur Indonesia sebagai calon anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB untuk periode 2019-2020.
"Kami sedang membangun benteng pertahanan pesisir untuk memitigasi ancaman, tapi kami membutuhkan lebih banyak dukungan," kata Ahmad Sareer, Menteri Luar Negeri Maladewa kepada kantor berita IPS.
Dalam proses pemilihan yang dilangsungkan pada Jumat (8/6), Maladewa akan banyak bergantung pada dukungan negara anggota Asosiasi Kerja Sama Regional Asia Selatan (SAARC). India juga dikabarkan telah menjanjikan suara bagi keanggotaan Maladewa di DK PBB. Adapun Indonesia diyakini sudah mengantongi dukungan ASEAN.
Maladewa mencalonkan diri pada 2016 dengan dalih keterwakilan yang rendah negara-negara kecil di DK PBB. Negeri yang berpopulasi beberapa ratus ribu penduduk itu juga pernah melamar keanggotaan tidak tetap pada 2008, kendati mengundurkan diri hanya beberapa pekan kemudian.
"Sepuluh tahun lalu Maladewa mencalonkan diri sebelum negara lain. Indonesia baru melamar dua tahun kemudian. Negara-negara lain tentu akan ikut mempertimbangkan hal ini," kata Menteri Perikananan Mohamed Shainee kepada harian Maldives Independent. "Jadi meski kami terkadang berpikir kami terlalu kecil, semua negara berhak mendapat kesempatan," imbuhnya.
Sebaliknya Indonesia sempat tiga kali menjabat anggota tidak tetap di DK PBB. Sejak tahun lalu Kementerian Luar Negeri sudah aktif menggalang dukungan negara anggota tetap dan di berbagai forum internasional, antara lain lewat Gerakan Non-Blok.
Dewan Keamanan PBB beranggotakan 15 negara, yaitu lima anggota tetap dan sepuluh anggota tidak tetap. Setiap tahun lima anggota tidak tetap dipilih ulang, sebagaimana untuk periode 2019-2020.
Berada Di Front Perubahan Iklim
Menurut perkiraan IPCC, permukaan laut akan naik antara 26 dan 82 sentimeter akhir abad ini. DW meninjau bagaimana langkah yang diambil negara-negara pulau yang letaknya rendah.
Foto: AFP/Getty Images
Hilangnya Firdaus
Negara-negara pulau di seluruh dunia sudah mulai merasakan dampak naiknya permukaan air. Mungkin Maladewa di Samudra Hindia yang terutama merasakannya. Negara itu dianggap yang terendah di seluruh dunia. Tingginya 26 atol itu hanya 1,5 meter di atas permukaan laut.
Foto: Ahmed Zahid - Fotolia
Di Bawah Air
Meningginya air menyebabkan sebagian penduduk pindah ke daerah yang lebih tinggi. Di pulau Kiribati di Samudra Pasifik, sebuah desa sudah sepenuhnya tertutup air. Petani lokal juga khawatir akan dampak air asin terhadap panen mereka. Air laut yang makin tinggi menguranggi lahan pertanian.
Foto: John Corcoran
Perlindungan Sementara dari Air
Sekitar 113.000 orang bertanah air di kepulauan Kiribati. Penduduk lokal yang terpaksa meninggalkan rumah kerap mengungsi ke pulau Tarawa Selatan. Pulau itu punya tembok yang melindungi kawasan yang rendah di tepi pantai, dari air yang meninggi. Tapi ini bukan solusi permanen.
Foto: picture-alliance/AP
Menahan Gelombang
Belanda terkenal dengan kemampuan untuk menekan air laut dari daratan. Tanggul mereka yang dirancang untuk menjaga daratan dari air laut didirikan 1.000 tahun lalu. Sekarang, sistem dam dan tanggul yang canggih memungkinkan dua pertiga populasi tinggal lebih rendah dari permukaan air laut. Namun demikian, naiknya permukaan laut masih sebabkan kekhawatiran, dan rencana penguatan tanggul sudah ada.
Foto: picture-alliance/Ton Koene
Warisan Budaya Yang Tenggelam
Venesia di Italia timur laut sudah lama mengenal banjir, dan menurut pakar, kota yang jadi ikon kebudayaan itu semakin tergenang air. Italia telah menginvestasikan sekitar 9.6 milyar Euro dalam proyek tanggul MOSE yang dirancang untuk menjaga lokasi warisan budaya dari air pasang yang tinggi dan naiknya permukaan laut. Proyek direncanakan selesai tahun 2016.
Foto: AP
Krisis di Karibia
Banyak pulau-pulau kecil di lautan tidak punya dana untuk membiayai langkah mitigasi berskala besar terhadap perubaan iklim. Mereka juga kerap tidak hanya menghadapi air laut yang meningkat. Mereka juga hadapi ancaman badai dan topan. Pulau St. Lucia dan Dominica, di kepulauan Karibia sering hadapi badai yang akibatkan rusaknya pertanian.
Foto: picture-alliance/Robert Harding World Imagery
Badai Lebih Sering
Kehancuran yang disebabkan topan Haiyan di Filipina November 2013 adalah contoh jelas bagaimana rentannya pulau-pulau atas peristiwa cuaca. Lebih dari 6.200 orang tewas. Banyak rumah di jalur yang dilewati angin topan tidak dibuat untuk tahan badai yang awalnya seolah akan melalui bagian utara negara itu.
Foto: DW/T.Kruchem
‘Dampak Krisis Iklim Adalah Kegilaan’
Orang banyak yang berpendapat bahwa negara-negara yang lebih miskin dan masih berkembang kini menderita akibat dampak industrialisasi yang diadakan Barat. Pada Konferensi Iklim Internasional (COP) 19 di Warsawa, Komisaris Filipina untuk perubahan iklim Yeb Saño menyerukan semua pihak untuk bertindak sambil mengatakan, "Yang dihadapi negara saya sebagai dampak krisis iklim adalah kegilaan."
Foto: DW/ A. Rönsberg
Mengambang di Atas Banjir
Bangladesh adalah bagian dari dataran Asia, tetapi menghadapi risiko perubahan iklim karena letaknya yang rendah dan kepadatan penduduk yang tinggi. Naiknya permukaan laut sebanyak satu meter akan menyebabkan separuh negeri tergenang air. Banyak komunitas sudah mulai menyesuaikan diri dengan menggunakan teknologi pertanian mengambang.
Foto: dapd
Pengungsi Jenis Baru
Ada kekhawatiran, bahwa naiknya permukaan laut akan menyebabkan pengungsian seluruh populasi dan menciptakan gelombang pengungsi akibat perubahan iklim. Sebuah ide dicetuskan Presiden Kiribati, Anote Tong beberapa tahun lalu. Yaitu pembuatan pulau artifisial untuk penduduk yang terpaksa mengungsi. Mungkin mereka bisa belajar dari proyek pulau artifisial di Dubai.
Foto: AFP/Getty Images
10 foto1 | 10
rzn/ap (IPS, Maldives Independent, CNN Indonesia, Kompas, Times of India)