Indonesia Terus Pantau Aktivitas di Laut Cina Selatan
Rizki Akbar Putra
6 Mei 2020
Indonesia menegaskan akan menjaga perdamaian dan stabilitas di Laut Cina Selatan di tengah pandemi COVID-19. Indonesia mendorong semua pihak menahan diri dari tindakan yang dapat meningkatkan ketegangan.
Iklan
Rabu (06/05) siang, dalam konferensi pers virtualnya bersama media internasional, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menyampaikan bahwa Indonesia terus mengikuti perkembangan aktivitas di Laut Cina Selatan (LCS). Pemerintah Indonesia menyatakan prihatin atas situasi saat ini.
“Indonesia menyatakan keprihatinannya terkait situasi terkini di Laut Cina Selatan, yang mana berpotensi meningkatkan ketegangan di saat upaya kolektif global sangat dibutuhkan dalam melawan COVID-19,” kata Retno.
Menlu Retno Marsudi menegaskan pentingnya menjaga perdamaian dan stabilitas di LCS. “Termasuk memastikan kebebasan navigasi dan penerbangan, serta mendorong semua pihak untuk menghormati hukum internasional laut, khususnya Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS) 1982,” jelasnya.
Saat ini negosiasi kerangka Kode Etik (Code of Conduct, CoC) terkait isu LCS antara ASEAN dan Cina tengah ditunda karena pandemi COVID-19. Indonesia menyerukan semua pihak agar menahan diri dari segala tindakan yang dapat berpotensi menggerus rasa saling percaya dan meningkatkan ketegangan di Lkawasan.
“Indonesia percaya bahwa situasi kondusif di Laut Cina Selatan dapat mendukung jalannya proses negosiasi CoC. Maka dari itu, kami tetap berkomitmen untuk memastikan negosiasi CoC efektif, substantif, dan dapat terlaksana terlepas pandemi COVID-19,” kata Retno.
Pihak AS menyatakan, kapal penjelajah USS Bunker Hill tengah melakukan “operasi kebebasan bernavigasi” di Kepulauan Spratly. Sehari sebelumnya kapal perusak USS Barry melakukan operasi serupa di Kepulauan Paracel Kedua wilayah tersebut merupakan titik panas sengketa teritorial antara Cina dengan negara-negara tetangganya.
Tak mau kalah, Cina lalu menggelar latihan kapal perang di wilayah Kepulauan Sparatly, dengan alasan meningkatkan kemampuan pengawalan terhadap kapal dagang Cina atas ancaman pembajakan.
Sebelumnya pada awal April, sebuah kapal penangkap ikan milik Vietnam tenggelam di perairan Kepulauan Paracel setelah ditabrak oleh Kapal Penjaga Pantai Cina. Selain itu, Cina mengirim kapal penelitian Haiyang Dizhi 8 di perairan sekitar. Kapal itu dilengkapi juga dengan persenjataan sebagai sarana keamanan.
Menjawab pertanyaan DW Indonesia, disebutkan Hingga Selasa (05/05), dari 21.480 WNI yang tinggal di Jerman dilaporkan 10 orang postif COVID-19, di mana 6 orang dinyatakan sembuh, 3 orang tengah menjalani perawatan, dan 1 orang meninggal dunia.
Retno Marsudi menyatakan Kementerian Luar Negeri terus memantau perkembangan dan kondisi WNI di Eropa dan terus berkomunikasi dengan komunitas Indonesia setempat. “Terpisah dari para awak kapal, mereka yang sedang melanjutkan studi, dan mereka yang mempunyai kontrak kerja jangka panjang tetap berada di Eropa,” katanya.
Retno Marsudi juga mengungkapkan, Indonesia sampai saat ini telah bekerja sama dengan 101 mitra internasional yang mencakup 9 negara, 10 organisasi internasional, dann 82 NGO dalam upaya meredam penyebaran COVID-19. rap/hp
Fakta Tentang Laut, Sumber Kehidupan Bumi
Laut menutupi sebagian besar permukaan Bumi dan juga berperan dalam mengatur iklim di Bumi. Kondisi Bumi dan laut terus berubah karena perubahan iklim. Masih banyak yang harus diteliti tentang tempat tinggal kita ini.
Foto: picture-alliance/dpa
Planet biru tempat kita tinggal: Bumi
Bumi disebut juga sebagai planet biru tentu karena warnanya. Lautan menutupi hingga 71% dari permukaan Bumi dan 90% dari biosfer. Ini menjadi bagian integral dari kehidupan dan penyediaan kebutuhan oksigen hingga 80%. Menjadikan laut bagian vital dari siklus karbon. Asal-usul laut belum dapat dipastikan, tapi lautan menjadi katalisator pembentukan kehidupan 4.4 miliar tahun yang lalu.
Foto: NASA
Rahasia di balik dalamnya laut yang belum tersentuh
Sekitar 80% dari dunia bawah laut belum pernah dieksplorasi atau dijamah oleh manusia. Para ilmuwan dan peneliti selalu mencoba untuk menguak misteri apa yang ada di bawah laut sana yang bisa membantu kita untuk memahami perubahan lingkungan dan membantu upaya mengelola sumber daya laut yang vital untuk perubahan iklim.
Foto: Colourbox/S. Dmytro
Laut berperan mengatur iklim di planet kita
Dengan menyerap radiasi matahari, mendistribusikan panas dan menggerakkan pola cuaca, laut memiliki peran vital dalam mengatur iklim di Bumi. Namun, kemampuan Bumi untuk melakukan hal natural seperti menyimpan kandungan karbon yang ada di udara dan memproduksi oksigen mulai terganggu karena perubahan iklim.
Foto: Getty Images/AFP/C. Triballeau
Laut juga 'padat' penduduk
Laut adalah rumah bagi sekurangnya 230.000 jenis spesies yang sampai sekarang diketahui. Terumbu karang menjadi tempat berlindung yang aman bagi invertebrata seperti kepiting, bintang, moluska dan ikan-ikan yang beragam. Sedangkan hewan besar seperti hiu, paus, dan lumba-lumba hidup di perairan terbuka.
Foto: Getty Images/D. Miralle
Hewan temuan bawah laut yang aneh
Para peneliti mengakui bahwa manusia mungkin baru menemukan sekitar 2/3 dari isi laut sesungguhya. Setiap tahunnya, ilmuwan selalu menemukan spesies baru seperti Squidworm atau Teuthidodrilus samae (foto) yang ditemukan di perairan laut Celebes di tahun 2007. Banyak hal lain yang menunggu untuk ditemukan di bawah sana.
Foto: Laurence Madin, WHOI
Tanda peringatan perubahan iklim
Laut dalam keadaan yang mengkhawatirkan. Salah satu contoh utama adalah maraknya terumbu karang yang mulai "memutih" di seluruh dunia. Naiknya suhu dan polusi adalah situasi yang tidak optimal untuk kehidupan terumbu karang. Situasi ini menghambat terumbu karang untuk bertumbuh dan tidak semua terumbu karang dapat pulih setelah berubah menjadi "putih".
Foto: XL Catlin Seaview Survey
Tidak ada tempat berlindung lain untuk hewan laut
Penelitian terbaru menyatakan populasi ikan, moluska, dan kepiting turun dua kali lebih cepat dari populasi hewan daratan. Suhu ekstrem menjadi alasan utama, binatang yang hidup di laut tidak memiliki tempat untuk kabur dari naiknya suhu. Sayangnya, biota bawah laut tidak dapat berevolusi dengan cukup cepat untuk beradaptasi dengan situasi ini.
Es dan salju di Kriosfer mulai menghilang di tempat yang seharusnya ditutupinya. Naiknya suhu udara melelehkan glasier dan es. Kejadian ini berdampak pada naiknya permukaan laut dan juga naiknya tingkat keasaman laut dari metana yang dilepaskan dari permafrost dasar laut di Samudra Arktik.
Foto: AP
Kehilangan mata pencaharian
Manusia tidak dapat dipisahkan dari laut. Banyak kelompok sejak ribuan tahun yang lalu bermukim di pesisir pantai karena kelangsungan hidupnya bergantung kepada laut, seperti nelayan. Hari ini, keberlangsungan hidup banyak orang yang hidup di pesisir mulai terancam karena naiknya permukaan laut sedikit demi sedikit.
Foto: picture-alliance / Bildagentur H
Hilangnya biota laut
Hanya 13% dari laut di dunia bebas dari aktivitas manusia seperti menangkap ikan. Daerah pesisir yang sudah tersapu bersih mendorong para pencari ikan untuk berlayar lebih jauh. Kemajuan teknologi juga membantu menangkap ikan dengan jauh lebih mudah dan dalam jumlah yang lebih besar. Ini menjadi PR generasi mendatang untuk melindungi biota laut yang tersisa. (Ed.: pn/na)