Indonesia Tolak Bebaskan Penangkap Ikan Ilegal Asal Cina
24 Maret 2016
Indonesia menolak tuntutan Cina untuk melepaskan delapan nelayan yang ditangkap karena melakukan penangkapan ikan ilegal. Beberapa hari terakhir, Indonesia dan Cina terlibat sengketa soal status Pulau Natuna.
Iklan
Keteganganantara Indonesia dan Cina meningkat setelah sebuah kapal patroli Kementerian Kelautan dan Perikanan mencegar kapal nelayan Cina KM Kway Fey. Kapal itu diduga melakukan penangkapan ikan ilegal di wilayah perairan Indonesia.
Kapal pengawas Hiu 11 sempat melepaskan tembakan peringatan ketika kapal ikan Cina itu berusaha melarikan diri. Tiga pengawas Indonesia sempat masuk ke kapal ikan itu, yang rencananya akan ditarik ke pantai Pulau Natuna.
Tapi kapal penjaga pantai Cina datang dan menabrak kapal ikan itu "sehingga rusak dan tidak bisa ditarik", kata Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti. Pemerintahan Jokowi sejak awalnya mulai melakukan penindakan tegas terhadap pelaku ilegal fishing.
Indonesia menuduh Cina sengaja meningkatkan ketegangan di wilayah perairan Pulau Natuna untuk mendesak agar perahu yang disita itu dibebaskan. Cina memang terlibat sengketa klaim wilayah di beberapa pulau di Laut Cina Selatan, namun selama ini Pulau Natuna tidak masuk dalam daftar wilayah yang disengketakan.
Konfrontasi terakhir ini kemungkinan memaksa Presiden Joko Widodo mengambil langkah tegas terhadap Cina, kata kalangan pengamat. Tapi langkah ini juga bukan tanpa resiko, kata analis Eurasia Group, Achmad Sukarsono.
Bukan pertama kalinya hubungan diplomasi Cina dan Indonesia memanas, tetapi inilah pertama kalinya Indonesia dikaitkan dengan sengketa klaim di Laut Cina Selatan."Ini membantah pandangan di Jakarta bahwa Indonesia tidak terkait dan tidak punya kepentingan dalam ketegangan di Laut Cina Selatan," kata Sukarsono.
Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Luhut B Pandjaitan mengatakan, delapan anak kapal Cina itu akan dituntut sesuai hukum yang berlaku. Pejabat pemerintah urusan keamanan, Arif Havas Oegroseno, mengatakan tindakan Cina menciptakan "bola permainan baru" yang perlu dicermati negara-negara Asia Tenggara.
Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi memanggil seorang diplomat Cina hari Senin lalu dan mengajukan protes, karena perahu motor penjaga pantai China "melanggar kedaulatan kita". Dia menyerukan agar Cina menghormati hukum internasional.
Kementerian Luar Negeri Cina menyatakan, insiden itu terjadi di "wilayah perikanan tradisional Cina" dan kapal penjaga pantai Cina sedang membantu nelayannya. Cina mendesak Indonesia untuk segera membebaskan para nelayan.
Di lain sisi, Oegroseno mengatakan klaim "lahan perikanan tradisional" tidak ada dalam Konvensi PBB tentang Hukum Laut tahun 1982. "Ini sangat salah, ambigu, sejak kapan dan sejak tahun berapa ada wilayah perikanan, tradisional?" kata Oegroseno kepada wartawan hari Rabu (23/03). Dia menambahkan, tabrakan antara kapal penjaga pantai Cina dan Kway Fey adalah pelanggaran langsung dari konvensi di bawah Organisasi Maritim Internasional, IMO.
Menko Polhukam Luhut B. Pandjaitan menerangkan, Indonesia akan memperkuat aparat keamanannya di Natuna dengan mengerahkan lebih banyak pasukan dan kapal patroli ke sana. (Foto artikel: Penangkap ikan ilegal asal Vietnam ditahan TNI AL, Desember 2014.)
Saling Tikam Berebut Laut Cina Selatan
Konflik Laut Cina Selatan menjadi ujian terbesar Cina buat menjadi negara adidaya. Meski bersifat regional, konflik itu mendunia dan mengundang campur tangan pemain besar, termasuk Amerika Serikat dan Indonesia.
Foto: Getty Images/R. Pudyanto
Bersekutu dengan Rusia
Cina sendirian dalam konflik seputar Kepulauan Spratly dan Paracel di Laut Cina Selatan. Kecuali Rusia yang rutin menggelar latihan militer bersama (Gambar), negeri tirai bambu itu tidak banyak mendulang dukungan atas klaim teritorialnya. Terutama karena klaim Beijing bertentangan dengan hukum laut internasional.
Foto: picture-alliance/AP Images/Color China Photo/Z. Lei
David Versus Goliath
Secara umum Cina berhadapan dengan enam negara dalam konflik di Laut Cina Selatan, Taiwan, Vietnam, Malaysia, Brunai dan Filipina yang didukung Amerika Serikat. Dengan lihai Beijing menjauhkan aktor besar lain dari konflik, semisal India atau Indonesia. Laut Cina Selatan tergolong strategis karena merupakan salah satu jalur dagang paling gemuk di dunia dan ditengarai kaya akan sumber daya alam.
Foto: DW
Diplomasi Beton
Ketika jalur diplomasi buntu, satu-satunya cara untuk mengokohkan klaim wilayah adalah dengan membangun sesuatu. Cara yang sama ditempuh Malaysia dalam konflik pulau Sipadan dan Ligitan dengan Indonesia. Berbeda dengan Malaysia, Cina lebih banyak memperkuat infrastruktur militer di pulau-pulau yang diklaimnya.
Foto: CSIS, IHS Jane's
Reaksi Filipina
Langkah serupa diterapkan Filipina. Negara kepulauan itu belakangan mulai rajin membangun di pulau-pulau yang diklaimnya, antara lain San Cay Reef (gambar). Beberapa pulau digunakan Manila untuk menempatkan kekuatan militer, kendati tidak semewah Cina yang sudah membangun bandar udara di kepulauan Spratly.
Foto: CSIS Asia Maritime Transparency Initiative/DigitalGlobe
Di Bawah Naungan Paman Sam
Filipina boleh jadi adalah kekuatan militer terbesar selain Cina dalam konflik di perairan tersebut. Jika Beijing menggandeng Rusia, Filipina sejak dulu erat bertalian dengan Amerika Serikat. Secara rutin kedua negara menggelar latihan militer bersama. Terakhir kedua negara melakukan manuver terbesar dengan melibatkan lebih dari 1000 serdadu AS.
Foto: Reuters/E. De Castro
Indonesia Memantau
Indonesia pada dasarnya menolak klaim Cina, karena ikut melibas wilayah laut di sekitar kepulauan Natuna. Kendati tidak terlibat, TNI diperintahkan untuk sigap menghadapi konflik yang diyakini akan menjadi sumber malapetaka terbesar di Asia itu. Tahun lalu TNI mengerahkan semua kekuatan tempur milik Armada Barat untuk melakukan manuver perang di sekitar Natuna.
Foto: AFP/Getty Images/J. Kriswanto
Bersiap Menghadapi Perang
TNI juga membentuk Komando Operasi Khusus Gabungan untuk menangkal ancaman dari utara. Komando tersebut melibatkan lusinan kapal perang, tank tempur amfibi dan pesawat tempur jenis Sukhoi.
Foto: Getty Images/R. Pudyanto
Indonesia Tolak Klaim Cina
Cina berupaya menjauhkan Indonesia dari konflik dengan mengakui kedaulatan RI di kepualuan Natuna dan meminta kesediaan Jakarta sebagai mediator. Walaupun begitu kapal perang Cina berulangkali dideteksi memasuki wilayah perairan Natuna tanpa koordinasi. Secara umum sikap kedua negara saling diwarnai kecurigaan, terutama setelah Presiden Jokowi mengatakan klaim Cina tidak memiliki dasar hukum
Foto: Getty Images/R. Pudyanto
AS Tidak Tinggal Diam
Pertengahan Mei 2015 Kementrian Pertahanan AS mengumumkan pihaknya tengah menguji opsi mengirimkan kapal perang ke Laut Cina Selatan. Beberapa pengamat meyakini, Washington akan menggeser kekuatan lautnya ke Armada ketujuh di Pasifik demi menangkal ancaman dari Cina.