1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Ekonomi

Wabah Corona Ancam Industri Garmen Bangladesh

26 Maret 2020

Pandemi virus corona menelan korban besar di Bangladesh. Eksportir garmen terbesar kedua di dunia ini banyak kehilangan pesanan, dan jutaan pekerjaan terancam.

Pekerja di pabrik Tekstil Bangladesh di Dhaka
Pabrik Garmen di BangladeshFoto: picture-alliance/NurPhoto/M. Hasan

Industri pakaian jadi menyumbang sekitar 80 persen dari total pendapatan sektor manufaktur Bangladesh, dengan setidaknya 4 juta pekerja bergantung pada sektor ini. Meski jumlah kasus COVID-19 di negara ini tidak terlalu tinggi, pandemi telah menimbulkan kerugian besar, mengancam sumber nafkah para pekerja garmen.

Pasalnya, industri garmen Bangladesh sangat bergantung dari pesanan ekspor. Namun pesanan kini menurun drastis karena mewabahnya virus corona SARS-CoV-2 di seluruh dunia, termasuk Eropa dan Amerika Serikat.

Sejauh ini, Bangladesh telah merugi sebesar 1,4 miliar euro atau kira-kira nyaris setara Rp 25 triliun yang berdampak pada sekitar 1,2 juta pekerja. Hal ini diungkapkan oleh Rubana Haq, Presiden Asosiasi Produsen dan Eksportir Garmen Bangladesh, BGMEA. Merek asing semakin banyak yang menunda serta membatalkan pesanan, tambah Haq.

Sejak meningkatnya kasus COVID-19 di Eropa dan AS, pabrik-pabrik Bangladesh merugi sekitar 92 juta  euro (Rp 1,6 triliun) per hari. Haq mengatakan bahwa BGMEA sedang berusaha mengamankan upah para buruh. "Kami berusaha untuk tidak menutup pabrik," ujarnya. Namun, Haq mengatakan bahwa hal ini sulit dilakukan mengingat sangat substansialnya penurunan pesanan garmen untuk ekspor.

"Pesanan hingga Juni sudah dibatalkan," kata Siddiqur Rahman, Wakil Presiden Federasi Kamar Dagang dan Industri Bangladesh, FBCCI. Ia khawatir pemilik pabrik akan bangkrut karena krisis ini. "Sekarang tinggal masalah waktu saja. Saya rasa semua pabrik akan tutup."

Pekerja garmen menyeterika t-shirt sebelum dibungkus di pabrik BangladeshFoto: picture alliance/Zumapress

Permintaan bantuan

BGMEA mengklaim bahwa perusahaan asing membatalkan pesanan yang sudah dalam proses produksi atau bahkan selesai diproduksi. "Perusahaan asing berbicara tentang hak asasi manusia dan kepatuhan. Lalu mengapa mereka tidak adil terhadap kami?" ujar Haq. "Mereka bahkan membatalkan pesanan yang telah mencapai pelabuhan negara tujuan atau sudah dikirim."

Haq mendesak perusahaan internasional untuk mendukung sektor garmen Bangladesh selama krisis ini dan meminta pemerintah Jerman untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan agar bisa turut membantu.

"Toko-toko kalian tutup. Pabrik-pabrik kami terancam tutup dan kami tidak akan punya usaha. Sekitar 4,1 juta pekerja terancam kelaparan," kata Haq dalam sebuah pesan video. Ia menambahkan bahwa pesanan yang sudah dalam proses produksi seharusnya tidak boleh dibatalkan.

Haq mengatakan bahwa Bangladesh akan membutuhkan dukungan setidaknya untuk tiga bulan ke depan guna menjaga pabrik-pabrik tetap beroperasi.

Laporan tambahan oleh Harun Ur Rashid Swapan, koresponden DW di Dhaka. (ae/vlz)