1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Inflasi Ancam Ekonomi Vietnam

8 Juli 2008

Pertumbuhan ekonomi Vietnam mencapai delapan persen, setara dengan Cina dan India. Naga yang baru menggeliat ini menghadapi masalah besar, harga pangan naik hampir 70 persen.

Ibu tua pedagang asong menghitung hasil jerih payahnya di HanoiFoto: AP

Bank Sentral Vietnam menaikan suku bunga dasar menjadi 14 persen. Selain itu, menepis desas desus akan adanya penyesuaian mata uang dan terancam isu ambruknya sektor perbankan negara. Meski defisit perdagangannya pada bulan Mei membengkak mencapai sembilan milyar Euro, pakar Vietnam Ray Mallon tak menganggap itu sebagai gelagat buruk.

“Dalam 12 bulan terakhir kenaikan inflasi dan defisit perdagangan cukup meresahkan. Namun inflasi itu sebagian besar akibat permasalahan internasional. Jadi misalnya bila kita menguranginya dengan faktor kenaikan harga pangan global, maka laju inflasi itu hanya 12 persen. Ini juga tidak bagus, tapi tidak begitu meresahkan “, begitu ungkap Ray Mallon.

Ia menambahkan, bahwa fundamen ekonomi Vietnam tetap kuat, “Sektor pertanian dan industri masih kokoh, jumlah pekerja dan karyawan cukup tinggi, dan karenanya tingkat konsumsi masyarakat akan tetap tinggi. Memang ada alasan untuk resah, tapi ada juga alasan untuk tetap optimis.”

Di Vietnam kini ada sekitar 280 perusahaan Jerman. Nilai perdagangan yang mencapai 3 milyar dolar Amerika Serikat, menjadikan Jerman mitra dagang Vietnam yang terbesar dari Uni Eropa.

Sejak bergabung dalam Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), satu setengah tahun lalu, Vietnam menghapus berbagai pajak dan hambatan perdagangan. Jan Nöther dari Kamar Dagang Jerman di kota Ho Chi Minh, dulu disebut Saigon, menilai perkembangan ekonomi Vietnam bukan semata karena bergabung dengan WTO.

Menurut Jan Nöther, “Vietnam sebelum masuk WTO sudah menunjukkan perkembangan ekonomi yang kuat. Proses ini sudah berlangsung selama beberapa tahun dan menunjukan pertumbuhan yang berkisaran pada 7,5 persen. Itu pertama. Lalu keanggotaan Vietnam di WTO menunjukan adanya perekonomian yang terintegrasi sebagai anggota masyarakat dunia. Inpun sangat menarik bagi perusahaan Jerman, yang semakin lama semakin tertarik untuk berinvestasi di Vietnam.”

Disamping kedua hal tersebut Jan Nöther menilai kegigihan masyarakat Vietnam sebagai hal yang menentukan. Ungkapnya, "yang paling penting adalah demografi Vietnam yang berbeda dengan kawasan lain di Asia. Penduduk Vietnam rata-rata sangat muda, punya rasa ingin tahu yang besar, ulet dan sangat giat bekerja. Tak heran, apabila di Jerman mereka dijuluki sebagai bangsa Prusia di Asia."

Saat ini, pemerintahan Vietnam telah menyatakan pengendalian inflasi sebagai prioritas (ek)