Inggris Siapkan "Hawa Permusuhan" Buat Pengungsi
27 Agustus 2015 Rancangan undang-undang keimigrasian baru yang digagas pemerintah Inggris bakal memperkenalkan paket kebijakan yang diracik untuk menciptakan "hawa permusuhan" buat migran ilegal.
Mulai Oktober mendatang Inggris akan mendeklarasikan perang terhadap buruh ilegal dengan ancaman enam bulan penjara dan denda tak terbatas. Undang-undang tersebut memberikan kuasa kepada pemerintah untuk menutup perusahaan yang diduga memperkerjakan migran ilegal. Otoritas di London juga berkuasa mencabut ijin usaha terhadap toko dan bar yang melanggar aturan baru tersebut.
Kebijakan tersebut sontak memicu kontroversi. "Ini adalah sektor bisnis di mana penduduk berlatar migran banyak terlibat," kata Don Flynn, Direktur Migrants Rights Network.
Neraka Pengungsi
Sejak berkuasa 2010 silam, Partai Konservatif di bawah David Cameron mengambil kebijakan garis keras terhadap pengungsi. Cameron bahkan berambisi mengurangi angka imigran yang masuk ke Inggris menjadi cuma "beberapa puluh ribu" saja. Bandingkan dengan Jerman yang tahun ini bersiap menampung lebih dari satu juta pengungsi.
Rancangan Undang-undang keimigrasian adalah reaksi terhadap arus pengungsi ke Inggris yang tahun lalu mencapai jumlah 318.000 orang. Angka tersebut adalah yang tertinggi sejak pemilu 2010 dan nyaris menyamapi rekor tahun 2005, ketika pemerintahan Buruh membuka perbatasan buat buruh dari Polandia dan Eropa Timur.
"Siapapun yang berpikir Inggris adalah sasaran mudah harus berpikir ulang. Jika Anda berstatus ilegal, kami akan mengambil langkah buat menghentikan Anda bekerja, menyewa apartemen, membuka akun bank atau mengendarai mobil," kata Menteri Keimigrasian James Brokenshire.
Kebijakan Sia-sia
Namun begitu sekelompok pakar mengritik kebijakan tersebut tidak akan berdampak besar. Karena Undang-undang yang ada pun telah menempatkan buruh ilegal dengan ancaman deportasi. "Migran ilegal di Inggris sudah berhadapan dengan atmosfer permusuhan, jadi sulit buat memahami kebijakan baru ini," kata Laura Howard, sukarelawan di pusat penerimaan pengungsi di London.
"Jika terlalu berbahaya mendeportasi pengungsi ke negara asal, mereka akan berstatus tanpa kewargengaraan dan tidak bisa bekerja atau membayar pajak. Jadi apa untungnya menyeret mereka kembali ke bisnis gelap? Mereka tidak punya tempat lain untuk pergi," ujarnya lagi.
Betapapun juga, pemerintah Inggris diyakini bergerak atas dukungan rakyat. Dalam jajak pendapat terakhir Juni silam, sebanyak 47% penduduk Inggris menolak kedatangan pengungsi, bahkan mereka yang melarikan diri dari perang Suriah sekalipun. Cuma 29% masyarakat yang mendukung kebijakan ramah pengungsi.