Polisi Tangkap Pria Tusuk Istri Siri Berusia 17 Tahun
5 Maret 2018
Seorang remaja perempuan berusia 17 tahun terluka parah akibat tusukan pisau dari suami dan saudara lelakinya. Kasus ini terjadi di Baden-Württemberg, Jerman.
Iklan
Perempuan asal Libya itu baru berusia 17 tahun. Ia menikah siri dengan seorang lelaki Suriah berusia 34 tahun. Pernikahan itu tidak tercatat di catatan sipil. Menurut temuan awal, perempuan berusia 17 tahun itu rupanya ingin berpisah dengan suaminya.
Menurut informasi media Jerman Bild, meski telah menikah siri, remaja tersebut masih tinggal dengan orang tuanya. Beberapa hari yang lalu, saudara laki-lakinya yang berusia 20 tahun bersama dengan suaminya menyerangnya di kamarnya.
Ketika anak berusia 17 tahun itu berdarah-darah akibat serangan di tempat tidurnya, para tersangka pelaku membuat rekaman video di telepon genggam korban mereka dan menurut "Bild", mengirimkannya ke kawan baru korban.
Dilansir dari Bild, remaja tersebut hamil tiga bulan. Namun janin yang dikandungnya tidak mengalami masalah akibat serangan fisik tersebut.
Polisi masih terus menyelidiki insiden ini dan mendengarkan kesaksian dari pihak kawan dan saudara dari mereka yang terlibat. Ditengarai motif kekerasan itu terkait dengan latar belakang budaya dan agama. Perempuan muda asal Libya dan suaminya yang berasal dari Suriah dan berusia 34 tahun tersebut datang ke Jerman sebagai pencari suaka.
Geng Gulabi: Perempuan 'Jagoan' dalam Balutan Pink
Misinya: membela kaum tertindas. Para pria yang lakukan aksi kekerasan, termasuk kekerasan seksual dipaksa bertekuk lutut oleh geng perempuan berbusana pink ini. Pemerkosa, suami pemukul istri jadi sasaran mereka.
Foto: DOK.fest München
Reaksi atas maraknya kekerasan
Kasus kekerasan terhadap perempuan di India, terutama perkosaan, marak diberitakan di media massa internasional. Gulabi Gang atau Geng Gulabi lahir akibat maraknya kekerasan terhadap perempuan, termasuk kekerasan dalam rumah tangga. Pertama kali muncul di Bundelkhand, Uttar Pradesh, India Utara kelompok itu menyebar dan semakin progresif.
Foto: Reuters
Sang penggagas
Pendirinya adalah Sampat Pal Devi. Ibu dari lima anak dan mantan pekerja kesehatan pemerintah. Gagasan muncul setelah ia melihat banyaknya perempuan korban kekerasan, teruatama kekerasan dalam rumah tanggga (KDRT), termasuk pula di antaranya kekerasan seksual. Para korban kerap tidak mendapat perlakuan adil di lembaga peradilan.
Foto: Getty Images/AFP/M. Daniau
Serba merah jambu
Pada tahun 2002 bersama 5 orang temannya, Sampat mendirikan kelompok pembela hak perempuan ini yang dinamai Gulabi Gang atau Geng Gulabi. Ciri khasnya: mereka mengenakan busana tradisional kain sari berwarna pink. Dalam kurun waktu 5 tahun, kelompok ini kini beranggotakan sekitar 20.000 orang, kebanyakan dari mereka adalah korban KDRT dan kekerasan seksual.
Foto: DW
Berbekal tongkat
Namun tongkat yang mereka bawa sebenarnya merupakan senjata terakhir, apabila solusi tidak tercapai lewat diskusi, dialog, demonstrasi atau mogok makan. Selain itu, hampir seluruh anggota geng Gulabi punya keahlian Lathi, yakni seni bela diri menggunakan tongkat. Dengan keahlian ini, geng Gulabi membuat para bandit dan pejabat korup jadi ketar-ketir.
Foto: DOK.fest München
Hajar yang kurang ajar, termasuk suami
Jika terjadi kasus KDRT atau kekerasan seksual yang tidak ditangani dengan semestinya oleh pihak berwenang, maka para anggota Geng Gulabi bakal turun tangan. Mereka berhimpun dan dengan bersenjatakan tongkat akan menghajar lelaki pelaku aksi kekerasan. Termasuk para suami yang suka memukuli isterinya atau saudara pria yang melakukan kekerasan pada saudara perempuannya.
Foto: DW
Melawan patriarki
Uttar Pradesh dimana lahirnya Gulabi, menurut Sampat Pal Devi adalah kawasan miskin yang budaya patriarkisnya masih amat tinggi. Perempuan selama ini mengalami banyak kekangan. Perempuan sering mejadi korban kekerasan, termasuk kekerasan seksual. Geng Gulabi bergerak untuk mengatasi ketidaksetaraan jender dan kriminalitas di wilayah ini. Mereka memberikan penyuluhan dan pendampingan jender.
Foto: DW
Menimbulkan efek jera
Ketika perkosaan itu menimpa kasta rendah, biasanya polisi tak turun tangan. Pernah ada kasus, seorang perempuan kasta rendah diperkosa oleh laki-laki kasta atas. Kasusnya tidak ditindaklanjuti polisi. Warga yang protes, malah ditahan. Akhirnya, geng Gulabi turun tangan. Mereka menyerbu kantor kepolisian dan menuntut agar semua warga yang ditahan dilepas dan pelaku pemerkosaan ditangkap.
Foto: Getty ImagesAFP/M. Romana
Tindakan di luar hukum
Banyak kalangan mendukung gerakan Sampat dan kawan-kawan. Namun tak jarang pula yang mengecamnya sebagai tindakan di luar hukum. Gang Gulabi berkilah, jika hukum tak mampu melindungi perempuan, kami sebagi perempuan harus melindungi diri sendiri. Ed: ap/yf (berbagai sumber)
Menurut penyidik kepolisian, saudara laki-lakinya yang diduga ikut dalam aksi kekerasan itu baru saja dilepaskan dari tahanan dalam sebuah persidangan di pengadilan distrik Biberach. Sebelumnya dia didakwa membantu sebuah kasus tindak kekerasan yang serius dan memberikan pernyataan palsu.
Menurut polisi, kedua pria tersebut telah melarikan diri setelah melakukan kejahatan tersebut dan ditangkap di sebuah kereta di stasiun kereta api di Schweinfurt. Saudara korban mengakui keterlibatannya dalam aksi kekerasan itu. Keduanya sekarang berada dalam tahanan.
Seniman Tato Rusia Ubah Bekas Luka KDRT Jadi Kupu-Kupu Cantik
Kekerasan dalam rumah tangga adalah masalah besar di Rusia. Seniman tato Yevgeniya Zakhar membantu para korban untuk menyembunyikan bekas luka mereka.
Foto: picture-alliance/AP Photo/V. Braydov
Tato Gratis Untuk Korban KDRT
Pelaku KDRT di Rusia, tidak akan diganjar hukuman berat, jika korban tak alami cedera parah. Seniman tato Yevgeniya Zakhar memberikan tato gratis bagi korban KDRT untuk menutupi bekas luka.
Foto: picture-alliance/AP Photo/V. Braydov
Tato Untuk Lebih dari 1000 Perempuan
Yevgeniya telah bekerja jadi seniman tato selama lebih dari 10 tahun. Suatu hari ia membaca artikel tentang Flavia Carvallo, seniman tato Brasil yang membantu korban KDRT untuk menyamarkan bekasi luka mereka.
Foto: picture-alliance/AP Photo/V. Braydov
Mendengarkan Kisah Korban
Yevgeniya memposting iklan di laman medsosnya tahun lalu, menawarkan tato gratis bagi korban KDRT. Tidak lama kemudian, ia dibanjiri permintaan. Yevgeniya harus membatasi bantuan bagi korban KDRT yang ia tato menjadi sehari dalam seminggu, karena stres tiap hari mendengar kisah penyiksaan yang dialami kliennya..
Foto: picture-alliance/AP Photo/V. Braydov
Masalah KDRT di Rusia Bukan Hal Baru
Polisi memperkirakan, sekitar 40 persen kejahatan kekerasan terjadi di dalam keluarga. Dalam survey yang dilakukan oleh pusat penelitian opini publik milik pemerintah Rusia, 19 persen responden mengatan "bisa diterima jika memukul istri, suami atau anak dalam situasi tertentu."
Foto: picture-alliance/AP Photo/V. Braydov
Kembali Merasakan Sakit
Guldar sedang ditato di perutnya. Kisahnya pun diketahui oleh Yevgeniya. "Sungguh mengerikan mengetahui betapa luasnya masalah ini dari mendengarkan cerita para korban." Hanya dalam satu tahun, Yevgeniya telah mentato lebih dari 1000 perempuan.
Foto: picture-alliance/AP Photo/V. Braydov
Ribuan Perempuan Tewas Tiap Tahun
Di tahun 2013 saja 9100 perempuan Rusia tewas akibat kekerasan dalam rumah tangga. lebih 11.000 menderita luka parah, ujar aktivis HAM Anna Rivina, kepala proyek "Nasiliju.Net" (Tolak Kekerasan).
Foto: picture-alliance/AP Photo/V. Braydov
Kupu-kupu dan Bunga
Motif tato yang biasanya dipilih oleh para korban KDRT adalah bunga dan kupu-kupu. Seperti halnya Viktoria yang memilih tato kupu-kupu untuk menutupi luka di dadanya. Yevgeniya bekerja di Ufa, sekitar 1200 kilometer dari ibukota Moskow.
Foto: picture-alliance/AP Photo/V. Braydov
Tidak Ada Bantuan Polisi
Yevgeniya memeluk klien korban KDRT. Ia bercerita, korban yang melapor ke polisi biasanya tidak mendapat bantuan. "Mereka berbicara dengan saya, karena ini terakhir kalinya mereka bercerita tentang lukanya. Setelah itu mereka hanya akan membicarakan tato indah di badan mereka." Ed: Nadine Berghausen (vlz/as)