1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
KorupsiIndonesia

TNI Keberatan KPK Tetapkan Kabasarnas Jadi Tersangka

28 Juli 2023

KPK umumkan Kabasarnas Marsekal Madya (Marsdya) Henri Alfiandi (HA) dan Koorsmin Basarnas Letkol Afri Budi Cahyanto (ABC) sebagai tersangka. Atas penetapan tersangka oleh KPK itu, Mabes TNI menyatakan keberatan. Kenapa?

Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi KPK
Ilustrasi: Gedung Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi KPK di JakartaFoto: Jurnasyanto Sukarno/Greenpeace

Dalam konferensi pers di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Jumat (28/7/2023), hadir langsung Kapuspen TNI Laksamana Muda (Laksda) TNI Julius Widjojono, Danpuspom TNI Marsekal Muda (Marsda) TNI Agung Handoko, Kababinkum TNI Laksamana Muda (Laksda) TNI Kresno Buntoro, Jaksa Agung Muda Pidana Militer (Jampidmil) Mayjen TNI Wahyoedho Indrajit, dan Oditur Jenderal TNI Laksamana Muda (Laksda) TNI Nazali Lempo. Agung selaku Danpuspom TNI mengaku baru mengetahui soal operasi tangkap tangan (OTT) KPK itu dari media.

"OTT kami terima dari berita media, jadi dari berita tersebut kami kirim tim untuk merapat ke KPK. Di sana berkoordinasi, kemudian yang tertangkap tangan dalam hal ini Letkol ABC sudah berada di sana," kata Agung, dalam jumpa pers, Jumat (28/7/2023).

Agung mengatakan, pada saat itu, tim dari Puspom TNI dan KPK kemudian melakukan gelar perkara. Agung menyebut saat gelar perkara akan diputuskan dan ada penetapan tersangka berdasarkan alat bukti.

Namun, lanjut Agung, pihak Puspom TNI keberatan atas penetapan tersangka, khususnya status untuk anggota TNI. Sebab, menurutnya, TNI memiliki ketentuan sendiri dalam proses hukum anggotanya.

"Namun, pada saat konpers, statement itu keluar, bahwa Letkol ABC maupun Kabasarnas ditetapkan sebagai tersangka," jelasnya.

KPK amankan 8 orang dalam OTT

Dalam OTT tersebut, KPK mengamankan delapan orang, termasuk Letkol Afri Budi Cahyanto (ABC). Sementara itu, Kabasarnas Marsdya TNI Henri diumumkan tersangka oleh KPK pada jumpa pers.

"Pada intinya kami, apa yang disampaikan Panglima, sebagai TNI harus mengikuti ketentuan hukum dan taat kepada hukum. Itu tak bisa ditawar, dan bisa kita lihat siapa pun yang bersalah ada punishment-nya," lanjut Agung.

Agung mengatakan, setelah pemeriksaan di KPK 1x24 jam, Letkol Afri kemudian diserahkan ke Puspom TNI dengan status dari KPK sebagai tahanan. Agung menyebut pihaknya pada saat itu belum menjalankan proses hukum karena harus berdasarkan laporan.

"Saat itu dari rekan KPK yang melakukan penangkapan belum membuat laporan kepada kami selaku penyidik di lingkungan militer. Jadi saat itu Letkol ABC hanya titipan dan seharusnya penyerahan yang bersangkutan diikuti barang bukti yang ada pada saat OTT tersebut, karena uang yang ada ditangkap atau diambil dari Letkol ABC ini," paparnya.

Penetapan tersangka wewenang TNI

Agung menerangkan baru hari ini menerima laporan resmi polisi dari pihak KPK. Barulah Puspom TNI bergerak terhadap dua anggota TNI yang diduga terlibat kasus suap.

"Nantinya, setelah kita dalami kembali, tentunya dengan bukti cukup akan kita tingkatkan menjadi atau masuk proses penyidikan dan kita tetapkan tersangka," kata dia.

"Tapi penetapan tersangka adalah kewenangan TNI, jadi intinya kita saling menghormati kita punya aturan masing-masing. TNI punya aturan, dari pihak KPK hukum umum punya aturan juga. Kami TNI tak bisa menetapkan orang sipil sebagai tersangka, begitu juga harapan kami yang juga KPK juga demikian," lanjut Agung.

Dia pun berharap agar Puspom TNI bersinergi dalam pemberantasan korupsi. Agung menekankan TNI sangat mendukung pemberantasan korupsi.

"Kita akan melaksanakan secara terbuka, rekan media bisa monitor. Akan aneh, kalau pihak sipil diproses hukum kejadian yang sama, yang pihak militer dibebaskan. Jadi kita akan menjalankan aturan hukum sebagaimana mestinya," katanya.

Tidak ada anggota TNI kebal hukum

Kababinkum TNI Laksamana Muda Kresno Buntoro menerangkan soal aturan proses hukum di militer. Dia mengatakan aturan hukum terhadap prajurit sudah termaktub dalam Undang-Undang.

"Jadi pada intinyatak ada prajurit TNI yang kebal hukum, semua tunduk pada aturan hukum," kata Kresno.

Kresno menyampaikan dalam UU peradilan militer diatur mengenai penyelidikan, penyidikan, penuntutan, proses persidangan, hingga pelaksanaan eksekusi. Dia menegaskan kewenangan penangkapan hingga penahanan hanya boleh dilakukan oleh 3 pihak TNI.

"Yang pertama adalah Ankum, atasan yang berhak menghukum, kedua adalah Polisi Milter, kemudian yang ketiga adalah oditur miiter. Jadi selain 3 ini tidak punya kewenangan untuk melakukan penangkapan dan penahanan," paparnya.

Tahapan selanjutnya yakni proses hukum dilakukan oleh Puspom untuk dilakukan penyidikan kemudian dilimpahkan ke oditur militer. Selanjutnya barulah masuk proses persidangan.

"Persidangan di peradilan militer itu sudah langsung di bawah TNI, yudisialnya MA, jadi tak ada yang bisa lepas dari itu," katanya.

Kresno kemudian menjelaskan soal penanganan kasus korupsi yang juga sudah bersinergi dengan pihak KPK. Dia mengatakan dalam kasus sebelumnya, penanganan kasus korupsi yang melibatkan oknum TNI diproses secara terpisah.

"Jadi yang sipil diperiksa diproses di KPK, sedangkan militer diperiksa di Puspom TNI," ucapnya.

"Dalam proses penyidikan, KPK ada di ruangan yang sama dengan Puspom TNI. Jadi ketika bicara pemberantasan korupsi itu sudah ada prosedur yang saya kira berjalan dengan baik karena semuanya berakhir dengan putusan yang saya kira dengan baik, dalam perkembangannya dikenal dibentuk Jampidmil," sambung Kresno.

Baca artikelDetikNews

Selengkapnya Ini Alasan TNI Keberatan KPK Jerat Kabasarnas Jadi Tersangka OTT Terkait Suap