Tertimpa derasnya pemberitaan wabah corona, pembentukan jaringan kerjasama intelijen baru di Eropa luput dari sorotan media. Inilah jaringan intelijen baru dengan 23 anggota.
Iklan
Akhir Februari lalu, 23 negara di Eropa sepakat membentuk jaringan kerjasama baru, yaitu Intelligence College of Europe (ICE) yang berkantor di Paris. Anggotanya adalah 21 negara anggota Uni Eropa, ditambah Inggris dan Norwegia.
Pembentukan ICE berawal dari usulan Presiden Prancis Emmanuel Macron. Dalam sebuah pidato di universitas bergengsi Sorbonne di Paris tahun 2017, Macron mengusulkan kerjasama intelijen baru untuk Eropa. Tujuannya agar Eropa dalam kerja intelijen melepaskan ketergantungan dari intelijen AS.
Lalu bulan Mei 2019 dibuka sebuah kantor di Paris untuk mengkoordinasi pembentukan ICE. Walaupun semua anggota Uni Eropa diundang, hanya 21 negara anggota yang kemudian menandatangani Memorandum of Understanding (MoU), ditambah dengan Inggris dan Norwegia. Penandatanganan MoU ICE dilakukan di Zagreb, ibukota Kroasia, pada 26 Februari 2020.
Dialog dan konsultasi, bukan koordinasi operasi intelijen
Sayangnya, masih belum jelas benar apa target dan cara kerja ICE. Dalam dokumen MoU disebutkan, ICE bukan wadah pertukaran informasi intelijen atau perencanaan operasi intelijen gabungan. ICE juga tidak memiliki bentuk yuridis dan resminya tidak memiliki kantor pusat. Tetapi ICE akan memiliki Direktur dan Dewan Pengawas.
Menurut rencana, ICE akan melakukan pertemuan tiga kali setahun, yang dikoordinasi secara bergantian dan tempatnya berpindah-pindah. Bentuk pertemuan itu bisa merupakan konferensi, seminar atau pertemuan kelompok ahli. Pesertanya adalah pejabat badan dinas rahasia, wakil-wakil pemerintahan, pakar dan ilmuwan yang bergerak dalam bidang intelijen.
Penggagas ICE Emmanuel Macron mengatakan, lembaga baru itu juga akan mendorong dan melancarkan dialog komunitas intelijen dengan para pengambil keputusan di pemerintahan dan para ahli, untuk mengembangkan „budaya intelijen strategis“.
Pemberdayaan kerjasama intelijen Eropa
Di Uni Eropa sendiri sudah ada kerjasama kepolisian dan intelijen. Selain Europol, sejak 2012 sudah dibentuk Intelligence Analysis Center (INCTEN), yang sebelumnya bernama Joint Situation Center (SitCen).
Semua negara anggota Uni Eropa mengirim wakilnya ke markas INCTEN di Brussels. Di sanalah berbagai informasi intelijen dari negara-negara anggota diolah dan dianalisa, kemudian dirangkum dan diteruskan ke institusi-institusi Uni Eropa yang membutuhkan.
Selain itu, negara-negara Eropa yang menjadi anggota NATO juga memiliki jaringan kerjasama intelijen di dalam kerangka NATO. Kerjasama intelijen yang lebih tua adalah kerjsama intelijen AS, Inggris, Kanada, Australia dan Selandia Baru, yang dibentuk tahun 1946 dan sering disebut sebagai kelompok "Five Eyes." Mereka bekerjasama terutama dalam pengawasan jalur telekomunikasi. (hp/rzn)
Ranking Negara Teraman di Dunia
Lembaga riset Economist Intelligence Unit merunut daftar negara-negara sesuai tingkat kriminalitas dan situasi keamanan. Di mana posisi Indonesia dan negara mana yang dinilai paling idak aman di dunia?
Foto: picture-alliance/dpa
1. Islandia
Lembaga riset Economist Intelligence Unit mengusung 22 indikator dan 32 faktor tambahan, mulai dari jumlah pembunuhan hingga pendapatan perkapita, buat merunut daftar negara teraman di dunia. Hasilnya Islandia yang cuma berpenduduk sekitar 300.000 orang didaulat buat menduduki peringkat pertama. Sangking amannya, pemilik kendaraan tidak takut meninggalkan mobilnya tidak terkunci di Reykjavik.
Foto: AFP/Getty Images
2. Denmark
Denmark mencatat rata-rata 25 pembunuhan setiap tahun dalam satu dekade terakhir. Bayangkan di Jakarta Timur saja, selama enam bulan pertama di tahun 2013 silam terdapat sekitar 600 kasus pidana pembunuhan dan penganiayaan. Setiap tahun Denmark mencatat kerugian akibat tindak kriminal sebesar 5.485.000.000 USD - termasuk yang terendah dalam skala global.
Foto: picture-alliance/dpa
3. Austria
Sebanyak 52 kasus pembunuhan tercatat di Austria tahun 2013 - semuanya berhasil dituntaskan dan pelaku diseret ke pengadilan. Nyatanya statistik kriminalitas di Austria menurun drastis dibanding tahun-tahun sebelumnya. Dalam sebuah jajak pendapat, 75,6 persen responden mengaku merasa aman berjalan sendirian di malam hari. Setiap tahun negara mengalami kerugian 7.645.000.000 USD akibat kriminalitas
Foto: Fotolia/Jakob Radlgruber
4. Selandia Baru
Pergeseran demografis menguntungkan Selandia Baru dalam memperbaiki catatan kriminal. Karena rata-rata usia pelaku kejahatan berkisar antara 18-24 tahun, Selandia Baru yang penduduknya mulai menua tergolong aman dari kelompok masyarakat yang berpotensi kriminal. Setiap tahun negara mengalami kerugian sebesar 3.890.000.000 USD akibat kriminalitas.
Foto: picture alliance /Robert Harding World Imagery
5. Swiss
Tingkat delik pembunuhan di Swiss cuma sebesar 7,16 per satu juta penduduk. Tidak setengahnya melibatkan senjata api. Terkait keamanan penduduk, kepolisian biasanya cuma mewanti-wanti terhadap aksi pencopetan di ruang-ruang publik di kota besar. Secara umum kriminalitas di Swiss menyebabkan kerugian sebesar 7.220.000.000 USD.
Foto: picture-alliance/ZB
6. Finlandia
Dua jenis delik kejahatan mendominasi catatan angka kriminalitas di Finlandia tahun lalu, yakni pelanggaran lalu lintas dan pengrusakan terhadap properti dalam bentuk vandalisme. Selain itu Finlandia juga dikenal dengan kecepatan kerja aparat hukumnya. Rata-rata sebuah pengadilan di tingkat distrik cuma membutuhkan waktu dua bulan untuk menuntaskan sebuah kasus, salah satu yang tercepat di dunia.
Foto: picture alliance/Bernd Thissen
7. Kanada
Sebanyak 132 kasus pembunuhan dan 40 percobaan pembunuhan tercatat selama tahun 2013 di Kanada. Jumlah delik pembunuhan atau penganiayaan berat di Kanada tergolong sedikit, mengingat penduduk negeri di utara benua Amerika ini mempunyai akses mudah untuk mendapat senjata karena kedekatannya dengan Amerika Serikat. Nilai kerugian ekonomi akibat kriminalitas: 32.375.000.000 USD.
Foto: imago/imagebroker
8. Jepang
Jepang tidak cuma memiliki aparat keamanan yang profesional, tapi juga penduduk yang cendrung jujur, bahkan pelaku kriminal sekalipun. Sebanyak 99 persen kasus kriminal berhasil dituntaskan di pengadilan, 85 persen di antaranya lewat pengakuan sang pelaku. Menurut Organization of Economic Cooperation and Development, cuma 1,4 persen penduduk mengklaim pernah menjadi korban tindak kriminal
Foto: picture-alliance/dpa
9. Belgia
Masalah terbesar Belgia adalah kasus pencurian kendaraan bermotor. Sementara ancaman lainnya nyaris tidak berhubungan dengan penduduk biasa, yakni spionase. Menurut lembaga keamanan Amerika Serikat, Overseas Security Advisory Council, Brussel adalah satu-satunya kota di dunia yang paling sering mencatat kasus spionase ekonomi dan hak atas kekayaan intelektual. Jumlah kerugian: 17.585.000.000 USD.
Foto: Fotolia/ANADEL
10. Norwegia
Tahun lalu Norwegia cuma mencatat 30 kasus pembunuhan, atau cuma sekitar 0,1 persen dari total angka kriminalitas nasional. Adapun kasus penganiayaan berat dan ringan cuma sebesar 5,4 persen. Namun begitu Norwegia belakangan mulai mempersiapkan diri terhadap ancaman dari penduduk yang berafiliasi dengan kelompok militan Suriah. Total kerugian nasional mencapai 6.490.000.000 USD
Foto: diegomorde/Fotolia.com
54. Indonesia
Polda Metro Jaya tahun lalu merilis data bahwa di Jakarta terjadi satu tindak kriminal setiap sepuluh menit. Tingginya angka pembunuhan, penganiayaan ringan dan berat, serta terorisme menyeret posisi Indonesia menjadi nomer 54 dari 162 negara. Lembaga riset Economist Intelligence Unit memperkirakan Indonesia setiap tahun mengalami kerugian sebesar 27.600.000.000 USD akibat kejahatan.
Foto: BAY ISMOYO/AFP/Getty Images
162. Suriah
Lantaran didera perang berkepanjangan, Suriah menggeser Afghanistan dari posisi buncit dalam Indeks Keamanan Global 2014. Tingginya akses terhadap senjata, konflik terorganisir dan lemahnya institusi negara membuat negara di jantung Syam ini mendapat predikat sebagai negara yang paling tidak aman di dunia. Kerugian ditaksir sebesar 25.960.000.000 USD.