1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Sosial

Inilah Profil Pengungsi Rohingya

20 Juni 2015

Arus manusia perahu pengungsi Rohingya dari Myanmar mencuat jadi topik berita utama di tataran internasional. Siapa etnis Rohingya dan mengapa mereka mengungsi secara massal? Inilah profilnya.

Bildergalerie - Thailand schleppt Flüchtlingsschiff auf das offene Meer zurück
Foto: Getty Images/Afp/C. Archambault

Tahun 2015 aksi pengungsian lebih 25.000 warga Muslim Myanmar dengan menggunakan perahu mencuat jadi topik berita di tataran internasional. Tahun 2016 arus pengungsi makin menderas. Masalah muncul terkait sikap pemerintah di tiga negara, yakni Thailand, Malaysia dan Indonesia dalam menangani manusia perahu itu. Sebetulnya exodus etnis Rohingya dari Myanmar atau warga Bangladesh lainnya dengan menggunakan perahu bukan fenomena baru.

Gelombang pengungsian besar-besaran pertama etnis Rohingya dengan menumpang perahu terjadi tahun 2012 saat konflik sektarian antara warga minoritas Muslim Rohingya dengan mayoritas Budhis di negara bagian Rakhine di Myanmar makin memburuk. Ketika itu lebih 200 warga etnis Rohingya tewas dan 140.000 lainnya digiring ke kamp-kamp penampungan.

Etnis Rohingya merupakan kaum minoritas di Myanmar dan Bangladesh, kebanyakan tidak memiliki kewarganegaraan yang sah. Jumlah populasinya menurut taksiran PBB mencapai sekitar 1,3 juta orang dan kebanyakan bermukim di negara bagian Rakhine yang tergolong paling miskin di Myanmar. Minoritas Rohingya beragama Islam, sementara mayoritas warga Myanmar beragama Budha.

Walau sudah bermukim di Myanmar selama beberapa generasi, anak cucu keturunan Rohingya tetap dipandang sebagai pengungsi ilegal dari negara tetangga Bangladesh, Di pihak lain, Bangladesh juga tidak mengakui mereka sebagai warga negaranya. Saat ini terdapat sekitar 300.000 warga Rohingya di Bangladesh, terutama di kawasan perbatasan ke Myanmar.

Diskriminasi dan restriksi

Akibat tidak memiliki kewarganegaraan yang sah, etnis Rohingya sering mengalami diskriminasi dalam kehidupan sehari-hari. Mereka juga menghadapi berbagai pembatasan termasuk dikontrol pergerakannya, pembatasan jumlah anak dalam keluarga serta hambatan akses ke pasar kerja.

Diskriminasi dan restriksi itu kemudian memicu bentrokan sektarian yang terus memburuk. "Sebagai dampaknya setiap awal tahun ribuan etnis Rohingya menjadi manusia perahu untuk mencari kehidupan lebih baik dan demi masa depan anak cucu mereka", ujar pakar Rohingya Nicholas Farrelly dari Australia National University.

Banyak yang terjerat sindikat penyelundup manusia dari Thailand. Dengan bayaran cukup tinggi hingga 1.500 US Dolar per orang, para pengungsi Rohingya itu kemudian ditampung di kamp sementara dekat perbatasan ke Malaysia. Inilah jalur "trafficking" tradisional para pedagang manusia. Jika bernasib baik, mereka bisa melintas ke Malaysia dan mencari pekerjaan di sana, seperti sekitar 30.000 warga Rohingya yang beruntung. Jika naas, para pengungsi ini mati dibunuh penjahat penyelundup manusia.

Pemicu arus manusia perahu salah satunya adalah temuan kuburan massal di Thailand ke perbatasan Malaysia yang berisi jasad puluhan warga Rohingya. Kasus ini sontak memicu kemarahan di Bangkok. Kemudian digelar razia besar-besaran terhadap bandit penyeludup manusia. Akibatnya, para pengungsi kemudian ditinggalkan begitu saja dalam perahunya di laut lepas.

ASEAN mengirim sinyal ke Myanmar, agar menghentikan tidakan represif terhadap minoritas Muslim Rohingya. Juga negara tetangga diimbau agar bersikap lebih lunak dan menerima untuk sementara para manusia perahu itu berdasarkan azas kemanusiaan.

as/yf(afp,rtr,dpa)