Inilah Yang Perlu Diketahui Tentang Sengketa Pilpres di MK
13 Juni 2019
MK kembali menjadi pusat episentrum politik Indonesia jelang sidang gelar perkara perselisihan hasil Pilpres 2019. Untuk mengantisipasi kerusuhan, puluhan ribu aparat diturunkan ke Jakarta.
Iklan
Sidang gelar perkara perselisihan hasil pemilihan umum di Mahkamah Konstitusi, digelar Jumat (14/06). Sebanyak 32.000 aparat kepolisian dan TNI disiagakan untuk mengamankan jalannya pengadilan. Polisi bahkan ditugaskan melindungi keluarga sembilan hakim MK yang bertugas mengawal perkara tersebut.
Sebanyak 1.100 personel gabungan TNI-Polri juga dikerahkan untuk memeriksa setiap kendaraan ke arah Jakarta yang hendak menuju ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Dalam sidang perdana ini MK akan memutuskan apakah gugatan beserta barang bukti yang diajukan oleh Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga patut dibawa ke tahapan persidangan. Sidang akan memeriksa kelengkapan dan kejelasan permohonan tersebut. Putusan sela oleh MK menentukan apakah gugatan Prabowo diterima atau ditolak.
Sebelumnya Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf Amin sempat mendesak agar MK menolak gugatan atas dasar UU Pemilu yang menyaratkan sengketa penghitungan suara hanya bisa dibawa ke MK jika mempengaruhi hasil akhir pemilihan umum. Syarat ini telah dipenuhi BPN dengan mengajukan hasil penghitungan internal yanmg menyebutkan Prabowo memenangkan Pemilu dengan perolehan 52% suara,
Kepada Detikcom Juru bicara MK, Fajar Laksono, mengatakan dalam sidang itu sembilan hakim konstitusi akan mendengarkan dalil permohonan yang diajukan BPN. Jika berhasil melewati tahapan pengajuan, gugatan Prabowo akan disidangkan mulai tanggal 17 hingga 24 Juni, di mana MK memeriksa bukti-bukti yang diajukan BPN, TKN dan KPU.
KPU yang termasuk salah satu tergugat menyerahkan barang bukti sebanyak 272 kontainer yang dibawa dengan beberapa truk ke MK. Menurut Komisioner KPU, Hasyim Asy'ari, semua KPUD di 34 provinsi masing-masing mengirimkan delapan kontainer hasil penghitungan manual pemilu kepresidenan, antara lain berupa formulir C1.
Aksi tersebut tidak terlepas dari tuduhan yang diarahkan BPN bahwa lembaga penyelenggara Pemilu itu telah melakukan penggelembungan 17 juta suara pada Pilpres 2019 silam. Tudingan tersebut tercantum pada perbaikan permohonan sengketa pilpres yang diajukan BPN pada Senin (10/6) silam.
KPU sendiri mengaku heran karena saksi BPN tidak menyatakan keberatan selama rekapitulasi suara atau mengajukan data pembanding yang membuktikan selisih perolehan suara. Selain KPU, TKN Jokowi-Ma'ruf juga telah menyiapkan beragam bukti untuk mematahkan gugatan BPN di MK.
Adapun BPN Prabowo-Sandi dikabarkan telah menyerahkan 51 alat bukti ketika mengajukan gugatan. Kepada Tribunnews, Nicolay Apriliando, anggota Tim Hukum Badan Pemenangan Nasional, mengklaim pihaknya memiliki lebih banyak alat bukti yang akan diajukan pada persidangan tanggal 24 Juni.
Mahkamah Konstitusi dijadwalkan bakal membacakan putusan akhir terkait sengketa pilpres pada 28 Juni usai menggelar Rapat Permusyawaratan Hakim selama dua hari antara 25-27 Juni.
Eskalasi kekerasan memuncak 21 Mei malam dan menyisakan sejumlah korban tewas. Presiden Joko Widodo mengatakan tidak akan menolerir para perusuh dan memerintahkan penangkapan atas mereka yang terlibat pelanggaran hukum.
Foto: AFP/B. Ismoyo
Eskalasi Berawal Dari Lemparan Batu
Sedikitnya enam orang meninggal dunia dan ratusan luka-luka saat massa pendukung Prabowo Subianto bentrok dengan aparat keamanan saat memrotes hasil penghitungan suara di depan gedung Bawaslu, Jakarta. Kisruh diklaim berawal ketika pendemo melempar batu ke arah barisan kepolisian.
Foto: AFP/B. Ismoyo
Api di Jalan Raya
Para pendemo mengamuk saat hendak dibubarkan polisi. Sebagian lalu merusak asrama Brigade Mobil Kepolisian dan membakar sejumlah kendaraan. Polisi menangkap sejumlah orang yang diduga sebagai provokator kerusuhan. Kabarnya sebuah mobil ambulans milik partai Gerindra juga ikut diamankan setelah kedapatan membawa batu untuk demonstran.
Foto: AFP/D. Krisnadhi
Arus Balik di Media Sosial
Sebelum aksi protes, Prabowo Subianto sempat meminta massa pendukungnya agar tetap berlaku damai dan tenang. Namun himbauan itu tidak digubris sebagian pendemo. Akibatnya tagar #TangkapPrabowo menggema di Twitter dengan lebih dari 220 ribu cuitan. Netizen juga menyoroti pidato Amien Rais yang menyamakan aksi polisi layaknya PKI dengan menyerukan penangkapan tokoh Partai Amanat Nasiona (PAN) itu.
Foto: AFP/B. Ismoyo
Mempermasalahkan Angka, Menggoyang Negara
Massa yang tergabung dalam Gerakan Nasional Kedaulatan Rakyat (GNKR) menuntut agar penghitungan suara diulang lantaran mencurigai kecurangan sistematis. Prabowo Subianto sendiri berniat mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi. Namun gugatan sebelumnya ke Bawaslu ditolak lantaran BPN hanya mengirimkan tautan berita online sebagai barang bukti.
Foto: Reuters/W. Kurniawan
Manuver SBY dari Singapura
Koalisi Prabowo-Sandiaga Uno mulai mengalami keretakan. Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono yang sebelumnya mendukung capres 02 berbalik badan mengakui hasil penghitungan suara dan memberikan ucapan selamat atas kemenangan Joko Widodo dan Ma'ruf Amin. Ucapan serupa sebelumnya sudah dilayangkan Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan kepada Joko Widodo.
Foto: Getty Images/AFP/A. Berry
Tudingan Miring Kepolisian
Polisi mengklaim demonstrasi di Jakarta bukan aksi spontan, melainkan telah direncanakan. Sejumlah demonstran diklaim mengaku mendapat bayaran untuk ikut bergabung dalam aksi protes. Pemerintah sebelumnya berusaha meredam demonstrasi dengan menebar isu makar kepada kubu oposisi.
Foto: DW/R.A. Putra
Pukulan Balik Pemerintah
Menteri Koordinasi Politik, Hukum dan Keamanan, Wiranto, mengaku pemerintah memblokir akses media sosial demi menghadang penyebaran kabar palsu. Hal ini dipicu oleh maraknya fitnah kepada kepolisian yang diposisikan berhadapan dengan "umat Islam." Wiranto juga mengklaim telah mengantongi daftar berisikan nama-nama terduga provokator kerusuhan.
Foto: DW/R.A. Putra
Manuver Hukum Jelang Pelantikan
BPN Prabowo-Sandiaga memiliki waktu hingga 11 Juni untuk mengajukan gugatan terkait hasil penghitungan suara kepada Mahkamah Konstitusi. Seusai jadwal yang telah ditetapkan KPU, proses hukum tersebut akan berakhir pada 24 Juni saat pembacaan keputusan. Sementara presiden dan wakil presiden terpilih akan dilantik pada bulan Oktober 2019. (rzn/rap/hp: dari berbagai sumber)