1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Insiden Peracunan Kuatkan Sikap Antipemerintah di Iran

10 Maret 2023

Pemerintah berjanji akan memburu dan menghukum pelaku peracunan murid perempuan di sekolah-sekolah Iran. Tapi sejumlah tersangka dibebaskan setelah menjalani pemeriksaan dan dinyatakan bukan "musuh Allah".

Korban peracunan di Iran
Seorang murid perempuan dilarikan ke rumah sakit setelah mengalami keracunan di sekolahFoto: SalamPix/ABACA/picture alliance

Hampir setiap hari, Fariba Balouch mendapat laporan kasus peracunan murid perempuan di Iran, kata dia kepada DW. Dari pengasingannya di London, Inggris, pegiat hak perempuan itu membantu mendokumentasikan kasusnya. 

“Para orang tua kebingungan dan tidak tahu kepada siapa mereka harus mengadu. Minggu ini sejumlah orang tua di kota Chah Bahar mengadukan kasusnya kepada kami. Sangat menakutkan bahwa insiden peracunan ini belum berakhir,” ujarnya. 

Gelombang "keracunan" di kota pelabuhan berpenduduk 200.000 jiwa itu jarang masuk ke surat kabar nasional. Kabar yang diterima Fariba merupakan kasus peracunan pertama yang dilaporkan. 

“Seisi negeri seharusnya dalam suasana senang sekarang,” kata seorang ibu berusia 41 asal Teheran, merujuk pada Tahun Baru Nowruz yang jatuh pada akhir Maret mendatang. “Tapi kami malah ketakutan dan marah,” lanjutnya. 

“Banyak orang tua yang tidak lagi mengizinkan anak perempuannya pergi ke sekolah. Kepala sekolah kami bisa memahami keputusan itu. Dia sendiri adalah seorang ibu.” 

Menurut laporan media-media Iran, sejauh ini sudah sebanyak 2.500 murid perempuan yang mengalami keracunan di sekolah. Sebagian besar harus menjalani perawatan di rumah sakit. Foto: SalamPix/ABACA/picture alliance

Minim keterbukaan 

Dalam pembicaraan dengan DW, sejumlah orang tua lain di Iran mengaku cemas dan mengalami stres. Mereka mengeluhkan betapa kepolisian dan pemerintah banyak membisu, antara lain soal jenis senyawa yang digunakan untuk meracuni para murid perempuan.  

Menurut laporan media-media Iran, sejauh ini sudah sebanyak 2.500 murid perempuan yang mengalami keracunan di sekolah. Sebagian besar harus menjalani perawatan di rumah sakit. 

Rekaman visual dari ruang gawat darurat saat ini sudah banyak bertebaran di media sosial. Pemimpin sipirtual Ayatollah Ali Khamenei sudah memerintahkan untuk memburu dan menghukum pelaku seberat-beratnya.  

Tapi pada saat yang sama, pemerintah membatasi pemberitaan dengan menangkapi wartawan dan melarang dokter atau tenaga kesehatan untuk berbicara dengan media. Pembatasan ini turut mengundang kritik dari kalangan ulama Iran. 

Mohammad Reza Nourollahi, pengasuh sebuah pondok pesantren Syiah, Hawza, di Qom, menuntut pemerintah mengizinkan tenaga ahli untuk menjelaskan situasinya kepada publik umum. “Biarkan orang tua tahu apa yang terjadi,” kata dia kepada kantor berita Syiah, Shafaqna, awal pekan kemarin. 

Qom yang berjuluk kota santri adalah kota pertama di Iran yang melaporkan insiden keracunan pada murid perempuan pada November 2022 silam. 

Berbau dan tidak berwarna 

Tanpa keterangan resmi, analis hanya bisa berspekulasi tentang jenis racun yang digunakan di Iran. Hal itu ditegaskan pakar toksikologi Jerman, Carsten Schleh, kepada DW, ketika merujuk pada kesaksian tentang bau tak sedap yang dikabarkan sempat tercium korban. 

“Ketika saya membaca kesaksian tentang bau busuk, saya langsung teringat tentang hidrogen sulfida, yang dalam jumlah kecil pun berbau seperti telur busuk, dan bisa menyebabkan gangguan pernafasan atau sakit kepala akut.” 

Gejala serupa dikeluhkan korban kepada media-media nasional. “Tapi seperti yang saya katakan, tanpa informasi yang lebih lengkap, pandangan saya bersifat spekulasi,” kata Schleh, sembari menambahkan bahwa produksi hidrogen sulfida tidak membutuhkan teknologi tinggi.  

“Pada dasarnya, senyawa ini sangat mudah diproduksi di laboratorium. Memang hasilnya tidak murni, tapi bau dan efeknya tetap kuat.” 

Walaupun tidak mematikan, gelombang peracunan terhadap murid perempuan kadung menciptakan efek yang lebih besar, yakni merebaknya ketakutan. 

Sejak November 2022, sudah sebanyak 3.100 kasus keracunan yang dilaporkan. Sejauh ini, Garda Revolusi mengumumkan sudah menahan sejumlah tersangka di lima provinsi. “Tapi sebagian dari mereka bukan musuh Allah dan akan dibebaskan setelah menjalani pemeriksaan, “ kata Wakil Menteri Dalam Negeri Iran, Majid Mirahmadi 

Bagi banyak warga Iran, pernyataan tersebut menjadi indikasi kuat bahwa pelaku peracunan siswi sekolah berasal dari kalangan ultra-konservatif dan cendrung dilindungi oleh aparat negara. 
 
rzn/as 

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait

Topik terkait

Tampilkan liputan lainnya