Irak dan Upaya Atasi Ketegangan Agama
29 Maret 2013Di Irak, serangan, penculikan dan kejahatan terhadap warga minoritas kerap terjadi. Pluralisme di negara itu sering terancam. Kondisi buruk sudah berawal sebelum Saddam Hussain digulingkan 10 tahun lalu. Puncaknya adalah bentrokan berdarah antara warga Kurdi dan Arab, juga antara warga Suni dan Syiah beberapa tahun lalu. Sementara warga Kristen, Yasidi dan Sabean Mandean terperangkap di antaranya.
Sejak beberapa tahun lalu terjadi serangan bom atas sejumlah gereja. Louis Raphael I, yang mulai menjabat awal Maret 2013, kini memimpin gereja Katolik Irak yang anggotanya semakin berkurang. Di samping warga Katolik, warga Kristen lainnya juga semakin banyak yang meninggalkan negara itu. Dari sekitar satu juta, diperkirakan jumlahnya kini hanya beberapa ratus ribu. Warga minoritas lain nasibnya serupa.
Paling sulit situasi kaum Sabean Mandaean. Mereka sudah ada sejak dua ribu tahun lalu, dan menjadi pengikut Yohanes Pembabtis. Menurut mereka, Al Quran melindungi mereka sebagai kelompok agama. Tapi banyak warga muslim Irak tidak sepaham.
Pemeluk Sabean Mandean, Sabih al Sohairy, yang dulu jadi profesor untuk bidang itu di Bagdad bercerita, banyak dari mereka tidak berani mengakui agamanya. Jika seseorang mengakui pemeluk agama itu, di kedai kopi ia tidak akan dilayani. "Orang tidak akan mau menggunakan cangkir yang sudah dipakai seorang pemeluk Sabean Mandean," dikatakan ilmuwan itu dalam wawancara dengan Deutsche Welle.
Masa Depan di Irak Tidak Jelas
Sekarang banyak pemeluk Sabean Mandean meninggalkan negara itu. Banyak dari mereka mengungsi ke Jerman, Skandinavia atau AS. Nasib kelompok Yasidi yang lebih besar dan tinggal di daerah Kurdi di Irak utara, tidak seburuk itu. Tapi bagi warga muslim ekstrimis, warga Yasidi dianggap pemuja berhala.
Agustus 2007, di puncak pembantaian warga Yasidi, dalam sehari 400 orang tewas. Serangan atas mereka pasti kembali bertambah, jika pemilu semakin dekat. Demikian prediksi Ilyas Yanc, yang mengurus masalah pendidikan di Forum Yasidi, di Oldenburg, Jerman.
Di Daerah Kurdi Lebih Aman
Di daerah Kurdi, di Irak utara, warga Yasidi hidupnya lebih aman. Bangunan suci Yasidi di Lalisch, dekat Mossul, direnovasi oleh pemerintah daerah Kurdi, cerita Yanc. Perayaan Yasidi juga sudah diakui sebagai hari libur resmi. Tetapi diskriminasi lainnya tetap ada, misalnya di bidang pekerjaan atau pendidikan.
Menurut konstitusi Irak, warga Kristen, Yasidi dan Sabean Mandean boleh memeluk dan mempraktekkan agama dengan bebas. Dalam hidup sehari-hari undang-undang tidak ada manfaatnya. Warga minoritas diserang atau jadi korban tindakan kriminal sehari-hari, yang tidak terkontrol. Warga Kristen atau Sabean Mandean kadang diculik, dan dituntut membayar uang tebusan dalam jumlah besar. Kelompok mintoritas menyerang toko milik warga minoritas, apalagi jika toko menjual alkohol.
Masa depan warga minoritas religius di Irak ditanggapi dengan kritis oleh aktivis hak asasi manusia. Pemerintah di Bagdad memang ingin melindungi warga minoritas dengan lebih baik. Tapi bisa dibilang tidak berhasil. Memeluk dan mempraktekkan keyakinan Yasidi dan Kristen hanya mungkin dilakukan di daerah Kurdi.