Iran Jatuhkan Sanksi ke DW Farsi atas Peliputan Demonstrasi
28 Oktober 2022
Kementerian Luar Negeri Iran umumkan sanksi terhadap beberapa organisasi dan personel dari Eropa, termasuk Departemen Farsi DW yang dioperasikan dari Bonn, Jerman.
Iklan
Iran menambahkan layanan bahasa Farsi DW ke daftar lembaga dan individu yang dikenai sanksi pada hari Rabu (26/10). Dua perusahaan Jerman dan dua editor di surat kabar Jerman Bild juga termasuk yang dikenakan sanksi terbaru oleh Iran.
DW adalah lembaga siaran internasional Jerman dan layanan bahasa Farsi DW beroperasi dari Bonn, Jerman.
Kementerian Luar Negeri Iran mengumumkan sanksi ini dalam sebuah pernyataan dan menuduh mereka yang terdaftar dalam sanksi telah "mendukung terorisme." Mereka yang dikenai sanksi larangan perjalanan dan penyitaan properti atau aset apa pun di Iran.
Iran juga sering menggambarkan para pengunjuk rasa sebagai "teroris."
Negara itu telah dilanda protes skala nasional sejak kematian perempuan Kurdi berusia 22 tahun, Jina Mahsa Amini, pada 16 September di dalam tahanan.
DW: Ini tidak dapat diterima
Direktur Jenderal DW Peter Limbourg mengatakan sanksi tersebut tidak akan memengaruhi liputan organisasinya tentang Iran. "Fakta bahwa kini kami muncul dalam daftar seperti itu tidak akan menghentikan kami untuk memberikan informasi yang dapat dipercaya kepada pengguna kami di Iran."
"Rezim di Iran telah sejak beberapa waktu lalu mengancam editor bahasa Farsi kami dan keluarga mereka," tambah Limbourg. "Ini tidak dapat diterima. Rezim mempromosikan terorisme secara internal dan eksternal. Saya berharap politisi di Jerman dan Eropa meningkatkan tekanan kepada rezim."
Lembaga lain yang terkena sanksi termasuk layanan Persia Radio France International dan International Committee in Search of Justice (ISJ), sebuah kelompok informal anggota parlemen Uni Eropa yang mendukung demokrasi di Iran.
Dalam pernyataan terpisah, Kementerian Luar Negeri Jerman mengecam sanksi yang diberikan kepada media. "Kami sangat mengecam sanksi Iran terhadap media Jerman," tulis Kementerian Luar Negeri Jerman di Twitter.
Kekuasaan Berdarah Ayatollah Khomeini
Ayatollah Khomeini mengobarkan revolusi 1979 buat mengakhiri kekuasaan monarki yang represif dan sarat penindasan. Ironisnya negara agama yang ia dirikan justru menggunakan cara-cara serupa untuk bisa bertahan.
Foto: picture-alliance/AP Photo/FY
Reformasi Setengah Hati
Iran pada dekade 1970an mengalami perubahan besar lewat "Reformasi Putih" yang digenjot Syah Reza Pahlevi. Program yang antara lain berisikan reformasi agraria dan pendidikan itu sebenarnya diarahkan untuk mempersempit pengaruh kaum Mullah dan tuan tanah. Namun Reformasi Putih menciptakan ketegangan sosial yang justru ingin dihindari pemerintah. Seluruh negeri tiba-tiba bergejolak.
Foto: picture-alliance/AP Photo
Monarki Tanpa Oposisi
Iran pada era Pahlevi membungkam oposisi lewat penculikan, pembunuhan, penyiksaan dan eksekusi mati. Pada demonstrasi massal 1963, sekitar 15.000 mahasiswa tewas terbunuh. Antara 1971 hingga Revolusi Islam 1979, sebanyak 100 tokoh oposisi melepas nyawa di tiang gantungan. Sampai 1975 pemerintah menahan hampir semua jurnalis, seniman, sastrawan, ulama dan akademisi yang bersimpati pada oposisi
Foto: picture alliance/Herbert Rowan
Arus Balik Khomeini
Ayatollah Khomeini yang awalnya mendukung kekuasaan terbatas Monarki Iran, berbalik arah memperkenalkan sistem pemerintahan Islam berbasis kekuasaan Ulama, Wilayatul Faqih. Oleh Pahlevi ia dikucilkan. Putra Khomeini, Mostafa, dibunuh oleh pasukan rahasia Syah Iran, Savak, setahun sebelum revolusi.
Foto: picture-alliance/AP Photo/FY
Sekulerisme Islam
Namun begitu Khomeini tidak serta merta membangun pemerintahan Mullah di tahun pertama revolusi. Sebaliknya ia mengakui peran kelas menengah dalam menjatuhkan Pahlevi dengan membentuk pemerintahan sekuler di bawah tokoh liberal dan moderat Mehdi Bazargan (gambar) sebagai perdana menteri dan kemudian Abolhassan Banisadr yang merupakan aktivis HAM Iran.
Foto: Iranian.com
Kebangkitan Islam Militan
Tapi menguatnya militansi pengikut Khomeini yang ditandai dengan penyerbuan Kedutaan Besar Amerika Serikat menyudahi peran kaum liberal. Terutama sejak perang Iran-Irak, Khomeini banyak memberangus oposisi. Antara 1981 dan 1985, pemerintah Islam Iran mengeksekusi mati 7900 simpatisan oposisi.
Foto: picture-alliance/AP Photo
Pengkhianatan Ayatollah
Untuk mempertahankan idenya tentang kekuasaan Ulama, Khomeini tidak cuma mengucilkan perdana menterinya sendiri, ia juga memenjarakan ulama besar Syiah, Ayatollah Sayid Muhammad Kazim Shariatmadari (gambar) dengan tudingan makar dan calon penggantinya, Ayatollah Hossein-Ali Montazeri karena menentang tindakan represif pemerintah.
Foto: tarikhirani.ir
Dekade Berdarah
Dekade 1980-an menandai kekuasaan berdarah Khomeini. Dalam Tribunal Iran, PBB menuding rejim Islam Iran melakukan "pelanggaran berat Hak Azasi Manusia." Selama tahun 1980-an, sebanyak 20.000 tahanan politik meninggal dunia di penjara dan lusinan media diberangus paksa.
Foto: sarafsazan.com
Derita di Balik Jeruji
Pengadilan Kejahatan HAM Iran yang digelar di Den Haag tahun 2012 silam mengungkap berbagai kesaksian mantan tapol. Sebagian besar mengabarkan penyiksaan di penjara, antara lain digantung terbalik selama berhari-hari dan dipaksa melihat adegan penyiksaan terhadap rekannya, serta dikurung di sel isolasi tanpa sinar matahari selama berminggu-minggu.
Foto: iranwebgard.ir
Eksekusi Massal
Hingga kini Iran menjadi salah satu negara dengan jumlah hukuman mati tertinggi di dunia terhadap tahanan politik. Setahun menjelang kematiannya (3 Juni 1989), Khomeini menggulirkan gelombang eksekusi massal terhadap tokoh oposisi. Tidak jelas berapa jumlah tahanan politik yang tewas. Sebuah sumber menyebut jumlah tapol yang dieksekusi mati mencapai 30.000 orang.
Foto: picture-alliance/dpa
9 foto1 | 9
"Sanksi kepada media independen sekali lagi menunjukkan bagaimana #Iran menekan hak yang diakui secara internasional untuk kebebasan pers dan kebebasan berekspresi," tulis kementerian.
Federasi Jurnalis Jerman (DJV) meminta pemerintah di Berlin untuk mengambil tindakan mendesak Iran segera mencabut sanksi terhadap DW.
"Benar-benar tidak masuk akal mengkriminalisasi jurnalisme kritis dan independen, seperti yang dilakukan oleh jurnalis di lembaga penyiaran luar negeri Jerman, (dan menyebutnya) sebagai terorisme," kata Ketua Federal DJV Frank Überall.
Tindakan Iran itu menyusul serangkaian sanksi yang dijatuhkan oleh Uni Eropa pada 17 Oktober terhadap "pelaku pelanggaran hak asasi manusia yang serius."
Iklan
Tidak lanjutkan "bisnis seperti biasa" dengan Iran
Menyusul tindakan keras terhadap protes di Iran, Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock sebelumnya mengatakan bahwa "bisnis seperti biasa" tidak dapat dilanjutkan dengan Teheran.
Baerbock mengacu kepada tindakan represif terhadap protes di Iran yang sekarang memasuki minggu keenam.
Baerbock juga mengatakan Jerman akan memperketat pembatasan masuk bagi warga Iran di luar paket sanksi Uni Eropa yang sudah diumumkan sebagai tanggapan atas situasi hak asasi manusia di negara itu.
Berlin memberlakukan pembatasan visa tambahan terhadap sejumlah orang dari Iran dan pemegang paspor diplomatik. Ada juga pembatasan lebih lanjut pada hubungan bisnis dengan bank-bank Iran.
Aksi protes di Iran telah berlangsung di seluruh negeri dan diawali oleh perempuan yang menyerukan agar diakhirinya aturan ketat tentang perilaku dan penampilan.
Saat Perempuan Iran Masih Boleh Mengamen
Perempuan Persia dalam sejarah dinasti Qajar mendapat kebebasan dalam mengembangkan seni musik dan tari, dan mempertunjukannya di muka publik. Fenomena yang kini jarang ditemui.
Foto: Gemeinfrei
Artis dari Shiraz
Seni musik dan tari berkembang pesat di Iran pada masa kekuasaan dinasti Naser al-Din Shah Qajar (1848- 1896). Perempuan juga memainkan peran mereka dalam bidang tersebut. Perempuan asal kota Shiraz ini tak hanya piawai memainkan alat dawai petik tradisional Iran yang disebut “tar“ atau sejenis sitar, namun juga pandai menari.
Foto: Gemeinfrei
Memetik 'tar'
Alat musik Iran yang disebut “tar“ ini bentuknya seperti biola dengan tangkai panjang. Alat musik ini menggunakan dawai simpatetik dan dawai biasa, serta memiliki ruang resonansi yang bisa menghasilkan suara unik. “Tar“ atau sitar merupakan alat musik yang sering digunakan dalam seni musik klasik Hindustan sejak abad pertengahan. Instrumen ini juga mengalami banyak perubahan.
Foto: Gemeinfrei
Perempuan ini Khusus Menari untuk Pangeran
Selain alat musik, seni tari juga berkembang di era Qajar. Negar Khanoom adalah salah satu perempuan pada era Qajar yang khusus mempersembahkan pertunjukannya di hadapan pangeran Mohammad Hassan Mirza.
Foto: Gemeinfrei
Penari top dari Era Qajar
Penari yang satu ini sangat terkenal di era Qajar. namanya Fathi Zangi. Sejak Revolusi Iran tahun 1979, banyak kelas-kelas di akademi musik ditutup, terutama bagi perempuan
Foto: Gemeinfrei
Berpindah tempat
Para perempuan kelompok penari jalanan ini, sebagaimana kelompok pemusik dan penari lainnya, juga mengadakan pertunjukan dengan berpindah tempat. Mereka berasal dari distrik Salmas.
Foto: Gemeinfrei
Memainkan bermacam instrumen musik
Sementara para perempuan yang tergabung dalam kelompok seni ini memainkan berbagai jenis instrumen musik sambil menari.
Foto: womenofmusic.ir
Laki-laki dan perempuan
Kalau kelompok yang satu ini terdiri dari jenis kelamin perempuan dan laki-laki. Di masa lalu, mereka saling berbaur dalam mengembangkan seni musik dan tari bersama-sama.
Foto: Gemeinfrei
Tar jadi favorit
“Tar“ boleh dibilang merupakan jenis instrumen musik paling digemari pada era Qajar. Tak cuma laki-laki, perempuan juga berkesempatan untuk memainkannya.
Foto: Gemeinfrei
Memainkan tabuh
Selain alat musik petik, perempuan-perempuan Persia juga bisa memainkan alat musik perkusi.
Foto: Gemeinfrei
Kelompok seni menjamur
Jumlah kelompok-kelompok seni yang tumbuh di era Qajar pun sangat banyak.
Foto: Gemeinfrei
Perbedaan zaman
Semua pemainnya perempuan. Pada era tersebut, perempuan boleh bermain musik dan menari dengan bebas di muka publik. Hal ini jarang ditemui pada masa sekarang. Di masa sekarang ini, jika perempuan bermain musik atau menari jalanan, maka polisi akan datang dan menyuruh pergi.
Foto: honardastan
Kebebasan dan larangan
Jika dulu perempuan Iran mempunyai kebebasan mutlak untuk berkesenian di muka publik, pada masa sekarang ini biasanya mereka hanya boleh bermain musik di konser atau tempat tertutup, itupun terbatas.. Pertunjukan solo perempuan juga dilarang.
Foto: Gemeinfrei
Barat dan tradisional
Ada yang mengenakan pakaian tradisional, ada pula yang mengenakan pakaian barat. Yang jelas mereka menikmati kebebasan mereka dalam berkesenian.
Foto: Gemeinfrei
Kini langka
Tak hanya di jalan-jalan, pada masa sekarang ini jarang perempuan tampil di televisi. Pemain musik pun harus mengikuti kaidah Islam yang berlaku jika tampil di layar kaca. Menurut hukum pidana Iran 1983, seorang yang mengenakan hijab yang buruk dihukum dengan 74 kali dera. Hukuman ini lalu diturunkan pada 1996 dengan penjara atau membayar denda dengan jumlah tertentu.
Foto: womenofmusic.ir
Mereka pun berpindah-pindah
Mereka adalah kelompok musik dari etnis Kurdi. Mereka tergolong piawai dalam berkesenian. Dengan busana unik perpaduan tradisional dan barat, warga Kurdi ini mempertunjukan bakat seni mereka dari satu tempat ke tempat lainnya.
Kementerian Luar Negeri Iran memanggil duta besar Jerman, Hans-Udo Muzel, dan menuduh Berlin telah mencampuri urusan dalam negeri Republik Islam itu.
"Beberapa negara Eropa, bertentangan dengan komitmen internasional mereka dalam memerangi terorisme, telah menjadi sponsor kelompok teroris," ujar Wakil Menteri Luar Negeri Iran, Ali Bagheri Kani, dalam pernyataan yang dilaporkan oleh kantor berita semi-resmi Fars.
Di Twitter, menteri luar negeri Iran juga mengecam "intervensi" Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock.
Sebagai langkah balasan, Jerman memanggil duta besar Iran di Berlin untuk melakukan pembicaraan pada hari Kamis (27/10), kata juru bicara kementerian luar negeri Jerman pada briefing media hari Jumat (28/10).
Menurut aktivis hak asasi manusia, lebih dari 10.000 orang telah ditangkap dan sedikitnya 250 orang tewas dalam aksi protes di Iran. Sementara itu, puluhan ribu orang berdemonstrasi di ibu kota Jerman, Berlin, pada hari Sabtu (22/10) guna menunjukkan solidaritas mereka terhadap gerakan protes di Iran.