Menlu Iran Javad Zarif mengatakan, langkah Eropa untuk menyelamatkan kesepakatan nuklir 2015 „tidak memadai“. Beberapa perusahaan Eropa menghentikan investasi karena khawatir sanksi AS.
Iklan
Upaya Eropa untuk menyelamatkan kesepakatan atom dengan Iran tidak mencukupi, kata Menteri Luar Negeri Iran Javad Zarif mengatakan hari Minggu (20/5) di Teheran. Dia menyatakan sangat prihatin dengan keputusan beberapa perusahaan Eropa untuk menghentikan operasinya di Iran karena khawatir terkena sanksi Amerika Serikat.
"Dengan keluarnya Amerika Serikat dari kesepakatan nuklir, harapan masyarakat Iran terhadap Uni Eropa meningkat... Namun dukungan politik Uni Eropa untuk perjanjian nuklir tidak cukup," kata Zarif dalam komentar yang disiarkan oleh stasiun siaran pemerintah Iran, IRIB.
"Serangkaian keputusan oleh perusahaan-perusahaan Uni Eropa untuk mengakhiri kegiatan mereka di Iran membuat banyak hal menjadi lebih rumit," katanya kepada wartawan.
Merkel: pulling out of Iran deal 'violates trust'
00:34
Investasi ditunda
"Uni Eropa harus mengambil langkah-langkah tambahan yang konkret untuk meningkatkan investasi di Iran. Komitmen Uni Eropa untuk menerapkan kesepakatan nuklir tidak kompatibel dengan pengumuman kemungkinan penarikan diri oleh perusahaan-perusahaan besar Eropa," kata Zarif.
Menlu Iran berbicara kepada wartawan setelah bertemu dengan Komisaris Energi Uni Eropa Miguel Arias Canete, yang melakukan kunjungan dua hari ke Iran.
Raksasa minyak Perancis, Total, mengatakan akan menghentikan proyek investasinya di Iran senilai 4,8 miliar dolar AS, kecuali jika Washington tidak menjatuhkan sanksi. Perusahaan energi perancis lainnya, Engie, menyatakan akan menghentikan kegiatannya di Iran sebelum November, saat AS akan memberlakukan kembali sanksi terhadap negara itu.
EU unites against Trump
01:50
This browser does not support the video element.
Jerman promosikan Kesepakatan Atom Iran
Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas dalam kunjungannya di Buenos Aires mendesak para penandatangan Kesepakatan Atom tahun 2015 agar mempertahankan perjanjian itu. Pada pertemuan para menteri luar negeri G20, dia mengatakan: "Meninggalkan (kesepaktan) itu berarti memasuki masa depan yang sepenuhnya tidak pasti menyangkut masalah senjata nuklir di Iran."
"Ini bukan tentang Iran; ini tentang kepentingan keamanan kita sendiri, Jerman dan Eropa," kata Heiko Maas. Namun pertemuan G20 di Buenos Aires tidak dihadiri beberapa aktor penting, seperti Menlu Rusia Sergey Lavrov, Menlu Perancis Jean-Yves Le Drian MenLU AS Mike Pompeo.
Pompeo dijadwalkan untuk memberikan pidato pada hari Senin (21/5) di Washington mengenai niat Amerika Serikat untuk merundingkan kesepakatan atom baru dengan Iran.
7 Fakta Program Nuklir Arab Saudi
Mohammed bin Salman berambisi menguasai teknologi nuklir buat menyaingi Iran. Namun AS bersikap mendua lantaran mendapat penolakan dari Israel. Apakah program nuklir Arab Saudi akan mengubah lanskap politik Timur Tengah?
Foto: picture-alliance/empics/V. Jones
Negeri Minyak Melirik Nuklir
Tahun 2016 silam pangeran Mohammed bin Salman memublikasikan program jangka panjang bernama Vision 2030 untuk mentransformasi perekonomian Arab Saudi setelah era kejayaan minyak berakhir. Salah satunya adalah diversifikasi sumber energi, antara lain melalui energi nuklir. Dalam 25 tahun kedepan, Arab Saudi berniat membangun sedikitnya 16 reaktor nuklir dengan biaya lebih dari 80 milyar Dollar AS.
Foto: Getty Images/AFP/G. Cacace
Senjata Pemusnah Massal?
Dalam sebuah wawancara Pangeran Mohammed bin Salman mengutarakan ambisinya mengembangkan senjata nuklir untuk mengimbangi Iran. "Arab Saudi tidak menginginkan senjata nuklir, tapi jika Iran memiliki senjata nuklir, kami akan mengikutinya." Kepemilikan senjata nuklir oleh Arab Saudi diyakini akan memperuncing Perang Dingin di Timur Tengah dan menempatkan kawasan dalam bahaya kiamat nuklir.
Foto: picture-alliance/dpa/US Department of Energy
Poros Nuklir
Meski keberatan terhadap eksistensi program nuklir di negara Arab, Amerika Serikat berkepentingan mendikte transfer teknologi nuklir kepada Arab Saudi, ketimbang mengalah pada Cina atau Rusia. Namun Riyadh tidak ingin menunggu lampu hijau dari Washington. Saat ini Arab Saudi diisukan aktif menjalin komunikasi dengan Rusia terkait alih teknologi nuklir.
Foto: picture-alliance /ZUMAPRESS/P. Golovkin
Tekanan dari Israel
Iran aktif menyimak perkembangan program nuklir Arab Saudi. Sementara Israel melobi pemerintah Amerika Serikat untuk tidak menjual teknologi nuklir kepada negeri Wahabi tersebut. Ketika Donald Trump menolak keberatan Yerusalem, PM Benjamin Netanyahu mendesak agar AS setidaknya melarang Arab Saudi memperkaya uranium di dalam negeri.
Foto: picture-alliance/AP Photo/E. Vucci
Ultimatum bin Salman
Namun Riyadh justru mendesak mendapat hak serupa Iran untuk bisa memperkaya Uranium di dalam negeri. Mohammed bis Salman berdalih, selain memiliki cadangan uranium dalam jumlah tinggi, Arab Saudi juga bisa melepas kebergantungan energi dengan memiliki fasilitas pengolahan uranium milik sendiri.
Foto: picture-alliance/empics/V. Jones
Tersandung Perjanjian Nuklir Iran
Tidak sedikit politisi di Washington dan Yerusalem yang meyakini, satu-satunya cara membatasi penyebaran teknologi nuklir di Timur Tengah dan meredakan ambisi atom Riyadh adalah dengan mengubah atau membatalkan sepenuhnya perjanjian atom Iran. Dalam hal ini Iran sudah mengantongi dukungan Rusia, Cina dan Uni Eropa untuk tetap mempertahankan perjanjian nuklir sebagaimana adanya.
Foto: Getty Images/AFP/A. Kenare
Demam Nuklir di Timur Tengah
Arab Saudi bukan satu-satunya negara Timur Tengah yang melirik energi nuklir. Uni Emirat Arab sudah mulai mengoperasikan pembangkit listrik pertama dengan nilai 25 miliar Dollar AS. Sementara Mesir telah menandatangani perjanjian pembangunan empat pembangkit listrik tenaga nuklir senilai 30 miliar Dollar AS dengan Rusia. Yordania juga menggandeng Rusia buat mengawal program nuklirnya.