1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
KonflikIran

Iran Tolak Ultimatum AS Soal Izin Inspeksi Nuklir IAEA

28 September 2021

Ketegangan meningkat setelah Teheran menolak inspeksi oleh badan nuklir PBB. AS memperingatkan Iran agar membuka akses terhadap situs atom yang diduga pernah jadi sasaran serangan drone Israel Juni silam.

Kantor pusat Badan Energi Atom Internasional (IAEA) di Wina, Austria.
Kantor pusat Badan Energi Atom Internasional (IAEA) di Wina, Austria.Foto: Lisa Leutner/AP/picture alliance

Di tengah eskalasi konflik nuklir dengan Amerika Serikat dan Israel, Iran mengirimkan Wakil Presiden yang juga Direktur Badan Energi Atom Nasional, Mohammad Eslami, ke Moskow, untuk bertemu dengan kepala perusahaan nuklir Rusia, Rosatom, Selasa (28/9).

Laporan kantor berita RIA mengutip kedutaan besar Iran menyebutkan, Eslami akan membahas kerjasama atom antara kedua negara, tanpa menyebut kisruh yang kembali bergolak antara Teheran dengan negara barat.

Eslami menolak ultimatum AS untuk membuka akses bagi inspekstur nuklir IAEA. "Negara-negara yang tidak mengecam aksi teror terhadap situs nuklir Iran tidak berhak mengomentari inspeksi di sana," kata dia merujuk pada insiden sabotase di instalasi atom Natanz dan Karaj, yang diduga dilancarkan oleh Israel.

Amerika Serikat memperingatkan Teheran Senin (27/9), agar secepatnya membuka akses terhadap fasilitas pabrik kompone sentrifugal untuk pengayaan Uranum di Karaj, Provinsi Alborz, "tanpa keterlambatan apapun,” kata Louis Bono, perwakilan AS di IAEA.

"Jika Iran tidak melakukannya, kami akan berkonsultasi dengan anggota dewan lain dalam beberapa hari ke depan untuk menyiapkan respon yang sesuai,” imbuhnya.

Hal serupa diungkapkan Uni Eropa yang menilai penolakan Iran sebagai "perkembangan yang mengkhawatirkan,” tulis Komisi Eropa dalam sebuah keterangan pers setelah pertemuan dewan gubernur IAEA di Wina, Austria, Senin (27/9).

Duta Besar Iran untuk IAEA, Kazem Gharibabadi, sebaliknya membantah pihaknya menyetujui pemasangan kamera di pabrik TESA Karaj, ketika menyepakati kelanjutan inskpeksi dengan IAEA pada 12 September silam.

"Selama diskusi di Teheran dan Wina, Iran sudah mengindikasikan bahwa semua perlengkapan yang ada di dalam kompleks ini tidak masuk dalam daftar perawatan,” tulisnya via Twitter. 

Target utama sabotase

Iran sebelumnya membongkar sistem kamera pengawas IAEA di Karaj setelah serangan drone menghancurkan salah satu gedung di dalam kompleks. Saat itu badan nuklir Iran berdalih untuk alasan penyelidikan.

IAEA mengklaim, pihaknya sudah berulangkali mengirimkan surat pemberitahuan kunjungan dan rencana inspeksi kepada Iran di sepanjang bulan September, demikian Direktur Jendral IAEA Rafael Mariano Grossi dalam laporan tertulisnya kepada dewan gubernur. 

Dalam sebuah surat tertanggal 16 September, Grossi misalnya menuliskan pentingnya memasang kamera pengawas di Karaj, "sebelum Iran melanjutkan produksi tabung rotor dan puputan sentrifugal,” tulisnya seperti dilansir Foreign Policy.

"Direktur Jendral menegaskan bahwa keputusan Iran menolak akses IAEA terhadap pabrik komponen sentrifuga TESA Karaj bertentangan dengan kesepakatan pada 12 September, tulis badan PBB tersebut.

Situs di Karaj termasuk dalam daftar target serangan yang diajukan Israel kepada bekas Presiden AS, Donald Trump.

Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov, Sabtu (25/9) lalu di sela-sela Sidang Umum PBB di New York, AS mendesak Amerika Serikat untuk mengambil "peran aktif dalam menyelesaikan isu-isu yang berkaitan.” 

Lavrov berharap perundingan nuklir di Wina, Austria, antara Iran, Rusia, Cina, Prancis, Inggris dan Jerman bisa kembali dilanjutkan "secepat mungkin.” Hal ini diamini Kementerian Luar Negeri di Teheran, namun mengakui kelanjutan perundingan itu  bergantung kepada Amerika Serikat.

rzn/as (afp, rtr,ap)

 

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait

Topik terkait

Tampilkan liputan lainnya