Islamic State ajak Al Qaida di Suriah lancarkan serangan bersama terhadap Rusia yang makin intensifkan gempuran udaranya. Saat ini Suriah didukung Iran dan Hisbullah dari Libanon siap lancarkan gempuran ke Aleppo.
Iklan
Islamic State (ISIS) yang kini merasa terancam akibat serangan udara intensif Rusia ke posisinya, mengajak Front al Nusra, sebuah cabang Al Qaida di Suriah yang selama ini jadi musuhnya, untuk bersama "berjihad" melawan Rusia. Disebut-sebut serangan roket ke kedutaan Rusia di Damaskus Selasa (13/10) adalah permulaan perang melawan Rusia. Moskow mengkonfirmasi bahwa kedutaannya di Damaskus diserang roket, tapi menegaskan tidak ada korban jiwa.
Senada dengan ancaman ISIS, afiliasi Al Qaida di Suriah, Front al Nusra juga mengancam Moskow terkait serangan udara yang mereka lancarkan terutama menarget kelompok pemberontak anti Al Assad di utara Suriah. Baik ISIS maupun Al Qaida punya target sama menumbangkan rezim Bashar al Assad, tapi juga terlibat persaingan maut memperebutkan dominasi sebagai "jihadis" sebutan mereka sendiri bagi kelompok ekstrimis di Suriah, di kawasan konflik.
Rusia melaporkan rangkaian serangan udaranya ke tposisi ekstrimis di Suriah dalam 24 jam terakhir berhasil menghancurkan 86 target milik teroris termasuk gudang senjata ISIS. Rusia terutama menggempur kawasan sekitar Hama, Latakia dan Idlib yang jadi kubu pemberontak anti Assad yang sebagian didukung aliansi barat. Juga dilaporkan pasukan darat Suriah didukung milisi Syiah Hisbullah dari Libanon mengkonsentrasikan kekuatan di posisi strategis Sahl al Ghab di persilangan tiga provinsi itu.
Amerika Serikat dan aliansinya mengritik gencarnya serangan udara Rusia ke posisi pemberontak anti Assad yang domotori al Qaida. Washington berkilah mereke adalah "ekstrimis moderat". Menepis hal itu, presiden Rusia Vladimir Putin kembali mengingatkan motto perang melawan terror yang dilansir mantan presiden George W.Bush setelah serangan 11 September 2001, bahwa di dunia ini tidak ada "teroris baik atau teroris jahat".
Menanggapi perkembangan situasi di Suriah yang makin sulit dikontrol itu, Amerika Serikat berusaha mengajak Rusia untuk berdialog membicarakan koordiniasi serangan udara. Sebelumnya Washington ngotot tak mau berdialog. Sebaliknya dari itu, AS menggelar progam pelatihan perang bagi kelompok "ekstrimis moderat" dengan dana 500 juta Dolar. Sebagian ekstrimis itu kemudian menyebrang dengan membawa senjata dan perlengkapan tempur lainnya ke pihak Al Qaida, yang dalam daftar teroris versi AS masih menempati posisi teratas.
Sementara itu memanfaatkan momentum serangan udara Rusia, pasukani Suriah pro-Assad didukung tentara Iran dan milisi Hisbullah dari Libanon siap lancarkan gempuran ke Aleppo yang jadi kubu pemberontak anti-Assad. Di kawasan itu kini berbagai kekuatan bercampur baur, mulai dari ekstrimis dan pemberontak anti Assad, kekuatan militar AS dan Turki serta pasukan yang setia kepada Al Assad didukung aliansinya dari Iran serta Libanon.
Beruang Merah Menggebrak di Suriah
Lama bergeming, Rusia kini melibatkan diri dalam konflik Suriah. Negeri beruang merah itu melancarkan serangan udara dan memperkuat kehadiran armada lautnya di perairan Suriah. Semua demi menyelamakan Bashar al Assad.
Foto: picture-alliance/dpa
Dominasi di Langit
Rusia menabuh genderang perang dan mengusir angkatan udara Amerika Serikat dari kawasan udara Suriah. Satu jam menjelang serangan, atase militer Rusia di Baghdad menghubungi rekan sejawatnya di kedutaan AS buat menyampaikan peringatan tersebut. Belasan pesawat tempur jenis MiG-29 dan Su-34 kemudian diterbangkan buat menghancurkan beberapa target milik siapapun yang berperang dengan pasukan Assad.
Foto: picture-alliance/ZB/J. Büttner
Menarget Musuh Assad
Media awalnya sempat melaporkan, pesawat tempur Rusia bukan membidik ISIS, melainkan kelompok Free Syrian Army yang dikenal moderat. Namun beberapa jam kemudian, Moskow memastikan pihaknya juga melancarkan serangan terhadap kelompok fanatik Islam. Terkait tudingan AS, Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov mengaku pihaknya "bertanggungjawab atas semua target serangan."
Foto: imago/ITAR-TASS
Petaka dari Udara
Pemantau asing melaporkan, angkatan udara Rusia melancarkan serangkaian serangan udara di tiga provinsi, termasuk Homs yang dikuasai Free Syrian Army. Foto ini diambil di distrik Talbisseh. Kelompok HAM mengabarkan sekitar 27 warga sipil tewas dalam serangan udara Rusia.
Foto: Getty Images/AFP/M. Taha
Teknologi Termutakhir
Kehadiran militer Rusia di Suriah sudah ada sejak tahun 1970an. Tapi baru kali ini Moskow menerjunkan langsung pasukannya dalam konflik bersenjata. Citra udara berikut menunjukkan kekuatan militer Rusia di pangkalan udara Lattakia. Rusia antara lain mengirimkan jet tempur, Su-30, yang berdaya jelajah 3000km. Beberapa meyakini Moskow juga menyiapkan pesawat tempur teranyar yang dimilikinya, Su-34
Foto: Reuters/www.Stratfor.com/Airbus Defense and Space
Angkatan Darat
Untuk mengamankan pangkalan militer di Lattakia, Moskow juga diyakini menerjunkan pasukan infanteri, sejumlah tank tempur tipe T-90, kendaraan angkut personel lapis baja BTR-80 dan peluru kendali anti serangan udara. Belum jelas apakah Rusia juga berniat menerjunkan angkatan daratnya dalam perang di Suriah.
Foto: picture-alliance/Russian Look
Raksasa Laut di Tartus
NATO mengkhawatirkan Rusia juga akan mengirimkan kapal induknya, Admiral Kuznetsov ke Suriah. Sejak pertama kali berlayar tahun 1995, negeri beruang merah itu telah berulangkali melabuhkan raksasa laut yang mampu mengangkut hingga 50 pesawat tempur itu di kota Tartus, sekitar 84 km dari Lattakia. Di kota pelabuhan Suriah itu Rusia memiliki pangkalan militer untuk armada lautnya.
Foto: picture alliance/dpa/Sana
Mengamankan Kepentingan
Pengamat meyakini, keterlibatan Rusia di Suriah adalah semata-mata demi mengamankan pengaruhnya di kawasan. Tanpa Suriah, Rusia antara lain akan kehilangan akses langsung ke Iran. Pelabuhan di Tartus, Suriah, misalnya merupakan satu-satunya pelabuhan laut dalam yang dikuasai Rusia di Laut Tengah. "Operasi militer ini punya batas waktu," kata Presiden Vladimir Putin.