Semestinya para tokoh, pemerintah, partai atau ormas berbasis Muslim bahu-membahu memperjuangkan umat Islam. Khususnya dan rakyat Indonesia yang masih tertinggal di bidang ekonomi & pendidikan. Opini Sumanto al Qurtuby.
Iklan
Salah satu problem mendasar umat Islam di dunia ini adalah kemiskinan. Fakta ini tidak bisa dipungkiri. Hanya segelintir negara dengan mayoritas berpenduduk Muslim, yang cukup makmur dan maju dalam hal perekonomian dan industri. Itupun kebanyakan karena negara-negara ini (misalnya Brunei atau negara-negara di kawasan Arab Teluk) didukung oleh faktor sumber daya alam yang melimpah. Bukan oleh sumber daya manusianya.
Selebihnya, kebanyakan negara-negara dengan warga mayoritas Muslim rankingnya masih berada di bawah garis kemiskinan. Contoh nyata, lihat saja Pakistan, Sudan, Mesir, Bangladesh, Afganistan, Albania, Aljazair, Maroko, Mauritania, Chad, Azerbaijan, Sierra Leone, dlsb.
Sementara Indonesia, berdasarkan catatan dari Bank Dunia, meskipun dinilai telah mencapai pertumbuhan ekonomi impresif pasca krisis finansial pada pertengahan 1990-an serta masuk kategori "emerging middle-income country”, masalah kemiskinan masih menghantui negara kepulauan terbesar di dunia ini. Data Bank Dunia menunjukkan sekitar 28 juta penduduk masih berada dalam kategori hidup miskin. Yang lebih mencemaskan, sekitar 40% dari warga Indonesia, kalau diterjemahkan dengan angka sekitar 100 juta orang berpotensi terjerembab dalam kemiskinan.
Tentu saja kemiskinan merupakan produk atau akumulasi dari banyak faktor, tidak bisa dijelaskan hanya dari satu sudut pandang saja. Kemiskinan juga bukan "monopoli” umat Islam saja. Hal ini terjadi dimana-mana: dari Afrika Utara yang mayoritas Muslim sampai Amerika Selatan yang didominasi Kristen (Katolik). Kemiskinan juga menimpa sebagian besar umat manusia di planet bumi ini, baik yang beragama maupun tidak beragama. Penjelasan ini penting karena ada sebagian orang, termasuk para sarjana, baik di Barat maupun Timur, yang berasumsi bahwa kemiskinan merupakan "hak paten” kaum Muslim saja.
Modernitas dalam perspektif Weber
Bagi sebagian sarjana Barat yang dipengaruhi teori-teori modernisasi sejak tahun 1950-an, umat Islam identik dengan kemunduran, keterbelakangan, dan kemiskinan. Kondisi ini menurut asumsi mereka dibentuk oleh "budaya” Islam dan masyarakat Muslim itu sendiri yang anti-kemajuan. Para sarjana ini sebagian dipengaruhi oleh pemikiran Max Weber (1864–1920) yang menempatkan "dunia Timur” (termasuk China, India, dan Timur Tengah) sebagai dunia yang tidak bisa maju karena "watak kulturalnya” yang "unworldly,” Ini kontras dengan dunia Barat, khususnya negara-negara yang dipengaruhi tradisi Protestan yang sangat "worldly.”
Lebih lanjut Weber menjelaskan bahwa kemajuan ekonomi dan kemakmuran negara-negara Eropa Barat ini adalah produk dari "kapitalisme modern,” yang tumbuh karena adanya semacam "capitalist ethos.” Nah "etos kapitalis” ini muncul ke permukaan karena didorong oleh doktrin dan etika agama Protestantisme (khususnya Calvinism) yang menekankan pada aspek "worldliness” tadi.
Sementara itu di "dunia Timur,” masih menurut Weber dalam beberapa karyanya seperti The Religion of China atau The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism, kapitalisme modern yang merupakan akar kemajuan ekonomi tidak bisa tumbuh. Pasalnya menurut dia, di kawasan ini tidak ada agama yang "amenable to capitalist development” karena wataknya yang asketis, hirarkhis, dan unearthly. Karakteristik agama-agama Timur (seperti Islam, Budha, Hindu, Taoisme, Konghucu, Sinto, dlsb) inilah yang oleh Weber dipandang sebagai penghalang munculnya spirit kapitalisme modern di negara-negara non-Eropa.
Di Negara-negara Ini Jurang Antara Kaya - Miskin Amat Dalam
Indonesia di posisi keempat negara dengan tingkat kesenjangan tertinggi di dunia. Inilah laporan Global Wealth Report 2016 lembaga riset Credit Suisse yang meneliti jurang kesenjangan antara yang kaya dan yang miskin.
Foto: picture alliance/blickwinkel/McPHOTO
1. Rusia
Rusia tempati posisi pertama negara dengan ketimpangan ekonomi terbesar sejagad. Dalam penelitian Credit Suisse ditemukan 74,5% kekayaan negara dikuasai 1% orang-orang termakmur di negeri itu. Di negara ini terdapat sekitar 96 milyarder - total yang hanya dilampaui oleh Cina dengan 244 orang dan Amerika Serikat dengan 582 orang.
Foto: picture-alliance/dpa/RIA Novosti/A. Kudenko
2. India
India berada di posisi ke-2 negara yang kesenjangan ekonominya terbesar. 58,4% kekayaan dimiliki 1% orang terkaya. Kekayaan pribadi didominasi oleh properti & aset riil lainnya. Meski kekayaan perorangan telah meningkat di India, tidak semua orang mendapat bagian dari pertumbuhan ekonominya. 2260 orang diketahui memiliki kekayaan lebih dari US$ 50 juta dan 1.040 orang lebih dari US$ 100 juta.
Foto: DW/J. Akhtar
3. Thailand
Dalam laporan Global Wealth Report 2016 lembaga riset Credit Suisse, negara di Asia Tenggara ini berada di urutan ketiga negara ketimpangan ekonomi terbesar sedunia, dimana hanya satu persen orang terkaya yang menguasai 58 persen aset kekayaan di negara gajah putih ini.
Foto: picture-alliance/dpa/R. Yongrit
4. Indonesia
Kekayaan per orang meningkat 6 kali lipat selama periode 2000- 2016. Namun menurut standar internasional, kekayaan rata-rata orang di Indonesia masih rendah. Setengah aset kekayaan di Indonesia dikuasai hanya 1% orang terkaya. Kesenjangan antara yang kaya dan yang miskin di Indonesia mencapai 49%, yang menempatkan Indonesia di posisi keempat negara dengan tingkat kesenjangan tertinggi di dunia.
Foto: Getty Images/AFP/R. Gacad
5. Brazil
Untuk melindungi diri dari inflasi, banyak warga Brasil mempertahankan aset riil, khususnya dalam bentuk tanah. Kesenjangan pendapatan di negara ini berhubungan dengan ketidakmerataan akses pendidikan serta pembagian tajam antara sektor ekonomi formal dan informal. 47,9 persen kekayaan di negara ini hanya dimiliki satu persen kelompok orang paling tajir di negara ini.
Foto: DW/J.P. Bastien
6. Cina
Di Cina terdapat 1,6 juta jutawan. Negara ini paling banyak punya penduduk dengan kekayaan di atas US$ 50 juta dibanding negara manapun, kecuali Amerika Serikat. Namun ketimpangan ekonomi di negara tirai bambu ini tinggi yakni 43,8% kekayaannya dikuasai 1 persen orang terkaya. Ketimpangan ekonomi semakin tinggi sejak tahun 2000.
Foto: picture-alliance/dpa/M. Reynolds
7. Amerika Serikat
Perekonomian dan pasar keuangan AS terus membaik di tahun 2015 – 2016. Dibandingkan dengan banyak negara OECD lainnya, AS memiliki lebih banyak aktivitas ekonomi di sektor swasta dibanding publik. Jumlah individu dengan kekayaan di atas US% 50 juta enam kali lebih banyak dibanding Cina. Satu persen orang terkaya di negara adi daya ini menguasai aset kekayaan sebesar 42,1%.
Foto: picture alliance/U. Baumgarten
8. Afrika Selatan
Sejak tahun 2007 kemajuan ekonomi melambat. Namun pertumbuhan segera pulih dan rata-ratanya meningkat 9,4% per tahun sejak tahun 2010. Di negara ini, 41,9% kekayaaan negara dikendalikan oleh hanya satu persen total orang terkaya, yang menempatkan negara ini di posisi nomor 8 negara dengan tingkat kesenjangan tertinggi di dunia. Ed: ap/rzn(Credit Suisse/independent)
Oleh karena watak agama, kultural, dan peradaban non-Eropa yang berbeda dengan Eropa inilah, maka "etika Protestan” dan "etos kapitalis” hanya menjadi pengalaman unik dan eksklusif Eropa (dan negara-negara yang didominasi Protestan seperti Amerika Serikat atau Australia) yang tidak pernah "bermigrasi” ke masyarakat non-Eropa (dan non-Protestant). Karena dipandang tidak akurat, tesis-tesis Weber ini dikritik oleh sejumlah ilmuwan sosial seperti Robert Bellah, Stanley Tambiah, dan Peter Berger.
Kombinasi dari problem kultural dan struktural
Meskipun teori-teori klasik Weber banyak mendapatkan kritik, tetapi bukan berarti tidak valid sama sekali. Banyak juga data empiris yang mendukung premis-premis yang dikemukakan Weber. Saya cenderung berpendapat, bahwa masalah kemiskinan yang melanda kawasan Islam dan kaum Muslim ini merupakan kombinasi dari "problem kultural” seperti yang diuraikan Weber dan "problem struktural” (misalnya menyangkut kebijakan ekonomi pemerintah yang tidak adil, kebijakan pembangunan yang timpang, dominasi kelompok konglomerat, dsb) di masing-masing negara yang mayoritas berpenduduk Muslim.
Senja di Bantar Gebang
Pemulung biasanya tidak mengenal kata pensiun. Jikapun ada, mereka tidak berhenti melainkan mewariskan pekerjaannya kepada anak-anaknya. Sebagian lain terpaksa mengais melewatii usia senja lantaran kondisi keuangan
Foto: DW
Minim Pengakuan
Muhaemin, 67, sudah mengais sampah di Bantar Gebang sejak 35 tahun. Ketika penglihatannya memburuk, ia memutuskan berhenti bekerja. Muhaemin dan isterinya tidak menerima uang kompensasi dari pemerintah kota. Keduanya dipersulit ketika hendak mengurus KTP lokal. Sebab itu ia masih membawa KTP dari Indramayu, kampung yang sudah ditinggalkannya sejak tiga dekade lalu.
Foto: DW/R. Nugraha
Pemberhentian Terakhir
Lebih dari 6000 ton sampah yang diangkut oleh 600 truk mendarat di Bantar Gebang setiap hari. Menjadikan tempat pembuangan akhir di Bekasi itu terbesar se Indonesia. 5000 pemulung mengais nafkah dan hidup dari sampah buangan penduduk. Kendati tidak diakui pemerintah lokal, keberadaan mereka tidak diusik.
Foto: DW
Turun Temurun
Muhaemin hidup di sebuah gubug berdinding rotan yang ditopang kayu bambu. Putra-puterinya hidup di gubug serupa berdampingan. Pria tua itu tergolong beruntung karena tidak lagi harus mengais sampah. Muhaemin mewariskan pekerjaannya itu kepada sang anak.
Foto: DW
Sepanjang Hari
Dayini, 57, menyortir sampah plastik buat dijual kepada penadah. Ia dan sang suami menempati sepetak tanah di atas tumpukan sampah untuk melakukan pekerjaan harian. Setiap hari keduanya mampu menjual lima keranjang sampah plastik yang bernilai kira-kira Rp. 30.000
Foto: DW
Ala Kadarnya
Pemulung biasanya mengenakan sepatu karet agar tidak terpapar zat-zat beracun selama bekerja di timbunan sampah. Tapi sebagian lain memilih cara yang lebih sederhana. Dayini misalnya memakai sepatu yang ia temukan di sampah. Penyakit bukan kekhawatiran terbesarnya. Ia sendiri bangga belum pernah sakit parah selama mengais di Bantar Gebang
Foto: DW
Ketergantungan
Rasja, 68, suami Dayini. Ia mendapatkan uang tambahan dengan menjahit karung buat dipakai para pemulung. Ia pernah bersumpah tidak akan meminjam uang dari penadah. Tapi kelahiran cucu pertama memaksanya berubah pikiran. Fenomena semacam ini menjamur di Bantar Gebang. Para penadah menjerat pemulung ke dalam ketergantungan melalui pinjaman berbunga tinggi.
Foto: DW
Kemiskinan
Rasja dan Dayini hidup beberapa ratus meter dari timbunan sampah, tanpa air bersih dan sanitasi yang memadai. Perlengkapan dapur yang mereka gunakan kebanyakan berasal dari sampah. Gambaran serupa sering ditemui di rumah-rumah pemulung di Bantar Gebang
Foto: DW
Kehidupan yang Lebih Baik
Rasja dan Dayini berharap nasib yang lebih baik jika sudah tidak lagi memulung. Keduanya berniat pulang ke kampung halamannya di Indramayu untuk menikmati sisa usia.
Foto: DW
8 foto1 | 8
Problem kemiskinan di Libya yang lama mengkuti sistem sosialis atau Yordania yang berbentuk monarkhi, tentu akan berbeda dengan sejumlah negara yang berbentuk republik seperti Mesir, Afganistan, Aljazair, Pakistan, Bangladesh, Iran, Iraq, Sudan, dlsb. Kita tidak bisa "menggebyah uyah” atau mengeneralisir soal akar-akar kemiskinan yang melanda negara-negara mayoritas berpenduduk Muslim ini.
Sejauh yang saya pahami, Islam sendiri tidak mengatur atau merekomendasikan sebuah sistem ekonomi tertentu. Tidak ada "juklak” atau "juknis” tentang sistem ekonomi. Islam hanya memuat tentang nilai (values) bukan mengajarkan sistem. Karena itu kita lihat negara-negara yang didominasi umat Islam memiliki sistem ekonomi yang beragam. Nilai-nilai yang ditekankan Islam, antara lain, adalah keadilan, egalitarianisme, pemerataan, dlsb. Ini misalnya tersirat dalam Al-Qur'an surat Al-Hasyr ayat tujuh dimana Allah SWT melarang terjadinya akumulasi kapital atau perputaran modal pada segelintir orang saja (konglomerat atau borjuis).
Kiai Masdar F. Mas'udi, cendekiawan NU, pernah mengulas masalah komitmen Islam pada nilai-nilai keadilan universal dan egalitarianisme ini yang menjadi "spirit” model perekonomian yang "Islami” dan "Qur'ani” dengan sangat apik dan bernas dalam buku klasiknya, Agama Keadilan. Saya merekomendasikan buku ini untuk dijadikan sebagai "landasan teoretik” bagi siapa saja yang ingin melihat perspektif Islam tentang eknomi, pembangunan, dan sistem-sistem sosial yang terkait dengan hajat hidup orang banyak.
Kita tahu di antara missi Nabi Muhammad SAW yang merupakan pewaris "Dinasti” Suku Quraisy yang didirikan Qushayi bin Kilab pada tahun 480 M, adalah untuk menyelamatkan rakyat kecil yang tertindas oleh gempuran sistem sosial-politik-ekonomi Arab yang diskriminatif kala itu. Pada zaman itu, sumber-sumber ekonomi hanya dikuasai oleh segelintir kapitalis yang mempunyai modal (capital), sementara rakyat banyak tetap hidup dalam penderitaan. Di tengah kultur Arab yang arogan dan penuh dengan ketidakadilan sosial, penindasan terhadap kaum lemah, pengekangan terhadap aspirasi masyarakat banyak, diskriminasi suku dan gender, pemupukan kapital, pemusatan kekuasaan dan lain-lain yang semuanya mengarah pada struktur sosio-ekonomi bangsa Arab yang menindas kala itu, Nabi Muhammad hadir dengan sejumlah gagasan cemerlang, egaliter, dan reformatif.
Kehadiran Nabi Muhammad dengan missi Islam-nya adalah untuk membebaskan manusia. Meminjam istilah Al-Qur'an, dari "kegelapan” (zulumat) menuju "cahaya” (nur), yakni dari sistem sosial-politik-ekonomi yang diskriminatif dan menindas menuju sebuah sistem yang berkeadilan sosial. Inilah, antara lain, yang menjadi missi Islam sebagaimana tersirat dalam QS al-A'raf: 157 dan QS al-Hasyr: 7. Karena itulah jika ada kelompok umat Islam di dunia modern ini hendak membangun "sistem kelas” yang hierarkhis atau sistem ekonomi yang tidak adil, maka berlawanan dengan roh atau spirit ajaran Islam ini.
Mengembangkan konsep jihad kontemporer
Inilah Provinsi Sarang Kemiskinan di Indonesia
Hampir separuh penduduk miskin Indonesia hidup di pulau Jawa. Data jumlah penduduk miskin yang dirilis Badan Pusat Statistik tidak cuma mengungkap ketimpangan demografi, tapi juga masalah pengagguran yang berakar.
Foto: DW/R. Nugraha
1. Jawa Timur
Dengan sekitar 4.775.000 kaum berpenghasian rendah, provinsi Jawa Timur berada di urutan teratas daerah yang memiiki penduduk miskin terbanyak di Indonesia. Lebih dari 3,2 juta di antaranya berada di perdesaan. Sementara 1,5 juta tersebar di kota-kota besar. Batas penghasilan bulanan untuk sebuah keluarga miskin di Jawa Timur berkisar di angka 318.000 Rupiah.
Foto: Getty Images/AFP/J. Kriswanto
2. Jawa Tengah
Meski lebih dari 20 ribu penduduk terangkat dari garis kemiskinan sejak awal tahun, Jawa Tengah tetap memiliki jumlah penduduk miskin terbesar kedua di Indonesia, yakni 4.505.780 juta. Batas pendapatan untuk kategori miskin di provinsi ini berkisar 310 ribu Rupiah per bulan.
Foto: picture-alliance/Nur Photo/P. Utana
3. Jawa Barat
Tidak berbeda jauh dengan Jawa Tengah, Jawa Barat mencatat 4,48 juta penduduk miskin tahun 2016. Namun tidak seperti provinsi lain di pulau Jawa, kebanyakan kaum miskin Jawa Barat hidup di perkotaan, jumlahnya mencapai 2,7 juta penduduk. Untuk dikategorikan miskin, seseorang harus berpenghasilan maksimal 319 ribu per bulan.
Foto: Imago/Xinhua
4. Sumatera Utara
Data jumlah penduduk miskin yang dilansir Badan Pusat Statistik mengungkap ketimpangan demografi antara pulau Jawa dan pulau-pulau lain di Indonesia. Sumatera Utara yang berada di peringkat empat dalam daftar provinsi berpenduduk miskin terbanyak, mencatat 1,5 juta penduduk yang berpenghasilan maksimal 352 ribu per bulan.
Foto: Getty Images/AFP/B. Ismoyo
5. Sumatera Selatan
Sebagian besar kaum miskin di Sumatera Selatan hidup di wilayah perdesaan. BPS mencatat, terdapat sekitar 1,12 juta penduduk yang cuma berpenghasilan 380 ribu Rupiah per bulan.
Foto: Getty Images/U. Ifansasti
6. Lampung
Sekitar 80% penduduk miskin Lampung yang berjumlah 1,1 juta hidup di wilayah perdesaan. Mereka dikategorikan miskin karena cuma berpenghasian maksimal 380 ribu per bulan. Bandingkan dengan Upah Minimum Regional sebesar 1,7 juta yang ditetapkan pemerintah provinsi.
Foto: Robertus Pudyanto/Getty Images
7. Nusa Tenggara Timur
Sebanyak 1,16 juta penduduk di Nusa Tenggara Timur saat ini digolongkan sebagai kaum miskin. Mereka yang hampir seluruhnya berada di perdesaan cuma berpenghasilan 290 ribu Rupiah per bulan. Masalah terbesar NTT adalah angka pengangguran yang tinggi, sebagaimana lazimnya provinsi di timur Indonesia. UMR untuk NTT dipatok di kisaran 1,6 juta Rupiah/bulan.
Foto: Imago/Zuma Press
8. Papua
Papua adalah provinsi terluas di Indonesia dengan jumlah penduduk tidak lebih banyak ketimbang Surabaya. Namun dengan jumlah penduduk miskin sebanyak 898 ribu orang, hampir sepertiga penduduk Papua hidup dengan pendapatan di bawah 390 ribu Rupiah per bulan. Padahal pemerintah provinsi telah menetapkan UMR sebesar 2,4 juta Rupiah
Foto: Getty Images/U. Ifansasti
9. Sulawesi Selatan
Sebanyak lebih dari 864 ribu penduduk Sulawesi Selatan hidup di bawah garis kemiskinan, dengan upah bulanan yang tidak mencapai 254 ribu Rupiah. Ironisnya wilayah di timur itu tercatat sebagai salah satu provinsi dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi di Indonesia.
Foto: DW/H. Pasuhuk
10. Aceh
Aceh sering dianggap provinsi berprestasi rendah, kendati bermandikan Rupiah berupa dana otonomi khusus dan pendapatan asli daerah yang nyaris mencapai 2 trilun Rupiah, provinsi paling barat Indonesia ini masih mencatat 859 ribu penduduk miskin. Selain itu Aceh juga tercantum sebagai provinsi ketujuh paling miskin di Indonesia versi Badan Pusat Statistik.
Foto: picture-alliance/dpa/H. Simanjuntak
10 foto1 | 10
Jika kaum Muslim mau mengembangkan konsep jihad, seharusnya mereka bergerak dalam bingkai seperti yang saya jelaskan di bagian awal tulisan ini. Dengan kata lain, jihad dalam konteks kontemporer harus dipahami secara lebih luas, konstruktif, dan kontekstual untuk mengatasi problem-problem mendasar umat Islam dewasa ini mulai dari kemiskinan, keterbelakangan, kebodohan dan seterusnya.
Apa yang dilakukan oleh peraih nobel perdamaian tahun 2006, Muhammad Yunus dari Bangladesh, yang telah membantu mengatasi masalah kemiskinan dan problem ekonomi jutaan rakyat Bangladesh dan negara-negara lain melalui Grameen Bank-nya adalah salah satu bentuk jihad yang perlu diteladani oleh tokoh dan kaum Muslim lain. Tokoh Muslim yang dijuluki "Banker to the Poor” ini percaya, bahwa pengentaskan kemiskinan adalah salah satu cara efektif untuk menciptakan perdamaian di muka bumi.
Demikian juga apa yang dilakukan oleh Abdul Sattar Edhi melalui "Edhi Foundation” di Pakistan. Yayasannya membantu mengentaskan masalah kemiskinan dan problem keumatan lain baik di Pakistan maupun di negara-negara lain. Ini adalah contoh lain dari implementasi jihad yang positif dan membangun. Umat Islam Indonesia seharusnya mencontoh tokoh-tokoh seperti mereka. Bukan tokoh-tokoh Muslim yang hobi mengibarkan perang dan permusuhan kepada umat atau kelompok yang berbeda pandangan politik dan keagamaan.
Sudah semestinya para tokoh, pemerintah, partai atau ormas berbasis Muslim khususnya, untuk berkerja sama dan bahu-membahu memperjuangkan perbaikan kondisi umat Islam khususnya dan rakyat Indonesia pada umumya. Untuk bersama-sama mengentaskan mereka yang masih tertinggal dan terbelakang di bidang ekonomi maupun pendidikan. Jangan sebaliknya, malah berkelahi sendiri-sendiri dengan mengatasnamakan kaum Muslim tertentu, ideologi tertentu, mazhab tertentu, kelompok Islam tertentu, dlsb. Semangat "aliranisasi” harus diminimalisir untuk kemudian fokus pada kepentingan dan kebutuhan rakyat secara luas. Ingat bahwa kesejahteraan rakyat akan berdampak positif dan menjadi salah satu "ingredient” (ramuan, rempah) bagi perdamaian, keamanan, dan stabilitas sosial di masyarakat, bangsa dan negara.
Penulis:
Sumanto al Qurtuby
Dosen Antropologi Budaya dan Kepala Scientific Research in Social Sciences, King Fahd University of Petroleum and Minerals, Arab Saudi, serta Senior Scholar di National University of Singapore. Ia memperoleh gelar doktor dari Boston University serta telah menulis ratusan artikel ilmiah dan puluhan buku, antara lain Religious Violence and Conciliation in Indonesia (London & New York: Routledge, 2016).
*Setiap tulisan yang dimuat dalam #DWNesia menjadi tanggung jawab penulis.
10 Negara Termiskin di Dunia
Peringkat negara termiskin di dunia, dibuat berdasarkan produk domestik bruto (GDP) dari tiap negara. Berikut 10 yang termiskin menurut data 2015 yang dihimpun Global Finance. Semuanya berada di benua Afrika.
Foto: Getty Images/AFP/T. Karumba
10. Madagaskar
Kesulitan politik yang tak kunjung henti dan pemerintahan yang payah menghambat perkembangan ekonomi negara ini. 2015 Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan, PDB nominal per kapita Madagaskar $ 475. Sebagai bandingan, di Indonesia: $ 3.509. Belakangan ini situasi politik lebih stabil. Rencana reformasi mulai berdampak dan meningkatkan pekerjaan di bidang pertanian, turisme dan industri.
Foto: picture-alliance/dpa/ Bruno Morandi
9. Guinea
Epidemi Ebola melanda Guinea tahun 2014. Penyakit meraup korban tewas dalam jumlah besar dan menghantam ekonominya, sehingga menyebabkan politik kurang stabil dan pertumbuhan ekonomi mandeg. Diperkirakan PDB Guinea kurang dari $1,400 tahun 2015. PDB nominal per kapita $573.
Foto: picture-alliance/dpa/A. Jallanzo
8. Eritrea
Walaupun sektor pertambangannya cukup menjanjikan, Eritrea menderita di bawah salah satu pemerintahan yang paling represif di dunia. Terhadap negara itu, PBB menjatuhkan sangsi, sehingga ribuan warganya melarikan diri setiap tahun. Kemiskinan menyebar luas dan kemampuan berbelanja (KKB) per kapita tahun 2015 diperkirakan hanya sekitar $1,200. Foto: sebuah jalan di ibukota Asmara
Foto: AFP/Getty Images/P. Martell
7. Mozambik
Sebetulnya Mozambik mengalami pertumbuhan ekonomi yang lancar dalam dekade terakhir. Tapi laba tidak digunakan secara efektif untuk menguurangi kemiskinan, terutama di pedesaan angka kemiskinan sangat tinggi. IMF memperkirakan PDB nominal per kapita Mozambique tahun 2015 kurang dari $630. Foto: penjaja krem kulit. Krem ini katanya membuat kulit lembut dan mencegah keriput.
Foto: DW/S. Lutxeque
6. Niger
Industri ekstraktif beberapa tahun belakangan ini jadi penyumbang besar bagi perkembangan ekonomi. Tapi politik Niger tetap labil. Institusi negara lemah dan secara finansial tergantung pada donor. PDB nominal per kapita tahun 2015 diperkirakan $469.
Foto: DW/L. Hami
5. Burundi
Situasi politik yang tidak stabil belakangan ini mengancam perbaikan ekonomi dan institusinya. Burundi masih dirongrong korupsi besar-besaran, kemelaratan dan pembangunan yang terseok-seok. Tahun 2015 IMF memperkirakan KKB per kapita hanya $951. PDB nominal per kapita $336.
Foto: Jesko Johannsen
4. Liberia
Lieberia masih menderita akibat perang saudara 20 tahun yang meninggalkan negara itu dalam keadaan porak poranda. Sehingga ekonominya tetap lemah, walaupun beberapa bulan belakangan sudah ada perbaikan. Kemelaratan ada di mana-mana, juga buta huruf dan korupsi memperburuk standar hidup. PDB nominal per kapita diperkirakan $484 tahun 2015.
Foto: picture-alliance/dpa/A. Jallanzo
3. Malawi
Ekonomi Malawi mulai membaik beberapa tahun belakangan ini. Tapi inflasi yang tak kunjung henti dan ketergantungan pada donor termasuk faktor yang mencegah langkah perbaikan dan peningkatan standar hidup. GDP nominal per kapita tahun 2015 hanya $242. Foto: dua anak di distrik Nkhata Bay, Malawi.
Foto: RIPPLE
2. Republik Demokrasi Kongo
Konflik tak kunjung henti mencegah perkembangan politik, institusional dan ekonomi negara ini. PDB nominal per kapita diperkirakan hanya $435 tahun 2015. Foto: tentara anak kerap digunakan dalam konflik.
Foto: Getty Images/AFP/L. Healing
1. Republik Afrika Tengah
Negara ini termasuk salah satu negara dunia yang paling tidak berkembang. Negara ini dibebani kekerasan sektarian bertahun-tahun, juga manajemen politik yang salah, korupsi, dan kemiskinan yang meluas. PDB nominal per kapita tahun 2015 adalah yang terendah di dunia, sekitar $380. Foto: demonstrators di ibukota Bangui meminta pengunduran diri Presiden Catherine Samba Panza (28 September 2015).