Islamabad Berupaya Padamkan Serangan Taliban Pakistan
15 November 2021
Ahli menyebut kelompok militan di Pakistan semakin dikuatkan dengan kebali berkuasabya Taliban di Afganistan. Kini, Pakistan berusaha memadamkan kembalinya pemberontak TTP di negara itu.
Iklan
Sejak Taliban mengambilalih Afganistan, kelompok Islam garis keras di Pakistan meningkatkan serangan di sisi perbatasannya, membuat Islamabad berjuang untuk mencapai kesepakatan damai.
Para ahli mengatakan, kelompok militan telah dikuatkan oleh keberhasilan Taliban mengusir pasukan Amerika Serikat (AS) dari Afganistan. Kelompok-kelompok itu kini aktif di daerah suku terpencil di Pakistan.
Tehreek-e-Taliban Pakistan (TTP), adalah sebuah gerakan terpisah yang memiliki sejarah yang sama dengan Taliban Afganistan, yang menjerumuskan negara itu ke dalam periode kekerasan yang mengerikan setelah terbentuk pada 2007.
Sebagian besar terdiri dari etnis Pashtun, kelompok ini melakukan ratusan serangan bom bunuh diri dan penculikan di seluruh negeri, menguasai wilayah perbatasan dan memberlakukan hukum Islam versi radikal di wilayah yang mereka pegang kekuasaannya.
Kelompok TTP ini adalah penembak siswi Malala Yousafzai - pemegang anugerah Nobel Perdamaian - di Lembah Swat asalnya. Kelompok itu juga terkait dengan pembunuhan mantan perdana menteri Pakistan Benazir Bhutto.
Baru setelah pembantaian terhadap hampir 150 anak di sebuah sekolah Peshawar pada tahun 2014, militer akhirnya menghancurkan gerakan itu dan memaksa para pejuangnya untuk mundur ke Afganistan.
Sekarang, hampir satu dekade kemudian dan dengan Taliban Afganistan kembali memegang kendali di Kabul, Pakistan berusaha memadamkan kembalinya TTP.
"Para (pejuang) merasa lebih nyaman setelah jatuhnya Kabul ke tangan Taliban, mereka sekarang dapat bergerak bebas di Afganistan," kata seorang pemberontak TTP kepada AFP tanpa menyebut nama.
"Mereka tidak takut akan serangan pesawat tak berawak AS. Dan mereka dapat berkumpul dan berkomunikasi dengan mudah."
Afganistan: Perubahan Keseharian di Bawah Kekuasaan Taliban
Terlepas dari semua drama seputar pengambilalihan kekuasaan oleh Taliban di Afganistan, kehidupan sehari-hari terus berlanjut. Namun kehidupan sehari-hari itu telah berubah drastis, terutama bagi kaum perempuan.
Foto: WANA NEWS AGENCY/REUTERS
Dunianya laki-laki
Foto dan video yang muncul dari Afganistan menunjukkan kembalinya aktivitas di jalanan perkotaan, seperti restoran di Herat ini yang sudah menerima pelanggan lagi. Tapi ada satu perbedaan mencolok dari sebelumnya: di meja hanya ada laki-laki saja, sering kali mengenakan pakaian kurta tradisional, tunik selutut. Perempuan di ruang publik menjadi hal langka di perkotaan.
Foto: WANA NEWS AGENCY/REUTERS
Harus terpisah
Di sebuah universitas swasta di Kabul. Ada tirai yang memisahkan mahasiswanya. Pemisahan antara perempuan dan laki-laki ini sekarang menjadi kebijakan resmi dan kemungkinan akan terus menyebar. "Pembelajaran campur, lelaki-perempuan, bertentangan dengan prinsip Islam, nilai-nilai nasional, adat dan tradisi," kata Abdul Baghi Hakkani, Menteri Pendidikan Taliban di Kabul.
Foto: AAMIR QURESHI AFP via Getty Images
Kebebasan yang hilang
Seperti para perempuan ini yang sedang dalam perjalanan mereka ke masjid di Herat, setelah 20 tahun pasukan sekutu memerangi Taliban, kebebasan yang dulu didapatkan perempuan dengan cepat terhapus. Bahkan olahraga akan dilarang untuk pemain perempuan, kata Ahmadullah Wasik, wakil kepala Komisi Kebudayaan Taliban.
Foto: WANA NEWS AGENCY/REUTERS
Pos pemeriksaan di mana-mana
Pemandangan di jalan juga didominasi oleh pos pemeriksaan Taliban. Ketika orang-orang bersenjata berat mengintimidasi warga, warga berusaha keras untuk berbaur. Pakaian gaya Barat menjadi semakin langka dan pemandangan tentara bersenjata lengkap semakin umum.
Foto: Haroon Sabawoon/AA/picture alliance
Menunggu pekerjaan
Di Kabul, buruh harian laki-laki duduk di pinggir jalan, menunggu tawaran pekerjaan. Afganistan, yang sudah berada dalam situasi ekonomi yang genting bahkan sebelum pengambilalihan Taliban, sekarang terancam "kemiskinan universal" dalam waktu satu tahun, menurut PBB. 98% warganya tahun depan akan hidup dalam kemiskinan, dibandingkan dengan 72% pada saat ini.
Foto: Bernat Armangue/dpa/picture alliance
Tetap mencoba melawan
Perempuan Afganistan, meskipun ditindas secara brutal, terus menuntut hak mereka atas pendidikan, pekerjaan, dan persamaan hak. Namun PBB memperingatkan bahwa protes damai juga disambut dengan kekerasan yang meningkat. Para Islamis militan menggunakan pentungan, cambuk dan peluru tajam membubarkan aksi protes. Setidaknya empat orang tewas dan banyak lainnya yang cedera.
Foto: REUTERS
Ada juga perempuan yang 'pro' Taliban
Perempuan-perempuan ini, di sisi lain, mengatakan mereka senang dengan orde baru. Dikawal oleh aparat keamanan, mereka berbaris di jalan-jalan mengklaim kepuasan penuh dengan sikap dan perilaku Taliban, dan mengatakan bahwa mereka yang melarikan diri dari negara itu tidak mewakili semua perempuan. Mereka percaya bahwa aturan Islam menjamin keselamatan mereka.
Foto: AAMIR QURESHI/AFP/Getty Images
Menyelaraskan arah
Demonstrasi pro-Taliban termasuk undangan bagi wartawan, berbeda dengan protes anti-Taliban. Yang terakhir, wartawan melaporkan mereka telah diintimidasi atau bahkan dilecehkan. Ini adalah tanda yang jelas dari perubahan di bawah Taliban, terutama bagi perempuan. (kp/hp)
Foto: AAMIR QURESHI/AFP/Getty Images
8 foto1 | 8
Menyerang pasukan keamanan
TTP mengklaim 32 serangan pada bulan Agustus, 37 serangan pada September dan 24 serangan pada Oktober. Serangan ini menjadi total serangan bulanan tertinggi setidaknya selama lima tahun, menurut data yang mereka publikasikan sendiri.
Sepanjang tahun 2020, ketika Amerika Serikat pertama kali berjanji untuk mulai menarik pasukannya dari Afganistan, kelompok ini mengklaim 149 serangan, yang berarti tiga kali lebih banyak dari tahun 2019.
Iklan
'Kesempatan kedua'
Bagi Islamabad, salah satu strategi untuk menahan ancaman TTP adalah dengan mengakomodir mereka.
Pembebasan sekitar 100 pemberontak TTP merupakan tuntutan utama bagi para militan untuk menyetujui gencatan senjata, sebuah sumber dari kelompok itu mengatakan kepada AFP.
Para pemberontak juga menghimbau untuk bisa keluar dari persembunyian dan kembali ke daerah suku.
"Akan sulit bagi mereka untuk kembali tanpa meletakkan senjata karena mereka memiliki musuh di sana, mereka telah membunuh orang," ujar Baadshah, seorang tetua suku, kepada AFP di Peshawar.
Chaudhry mengatakan mereka yang terkena dampak pemberontakan berdarah akan dilibatkan dalam pembicaraan.