1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
KonflikIsrael

Israel Cegat Freedom Flotilla, Thunberg Cs akan Dipulangkan

Karl Sexton sumber: Reuters, AFP | Nik Martin sumber: AFP, AP, dpa, Reuters
9 Juni 2025

Kapal pembawa bantuan untuk Gaza yang ditumpangi Greta Thunberg dan sejumlah aktivis lainnya dihentikan oleh Israel sebelum mencapai wilayah Palestina. Israel sebelumnya memperingatkan kapal tidak akan diizinkan masuk.

Kapal Madleen milik Koalisi Freedom Flotilla
Aktivis Greta Thunberg dan kru berdiri di atas kapal bantuan Madleen, yang meninggalkan pelabuhan Catania, Italia, (01/06/2025) untuk melakukan perjalanan menuju Gaza guna memberikan bantuan kemanusiaan. Foto dirilis pada 2 Juni 2025Foto: Freedom Flotilla Coalition/REUTERS

Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Israel menyatakan bahwa kapal Madleen milik koalisi Freedom Flotilla, yang membawa pasokan bantuan menuju Gaza, telah dicegat. Israel menyebut Madleen ”sampai ke pantai Israel dengan selamat.”

Informasi itu disampaikan Kemenlu Israel lewat akun X, Senin (09/06). Lewat postingan itu juga, Kemenlu menjelaskan kalau para awak, termasuk pejuang iklim asal Swedia Greta Thunberg, kemungkinan akan dipulangkan ke negara asalnya.

”Saat Greta dan koleganya berusaha melakukan provokasi media yang tujuannya semata-mata mencari ketenaran dan hanya membawa kurang dari satu truk bantuan, lebih dari 1.200 truk bantuan telah memasuki Gaza dari Israel dalam dua pekan terakhir,” seperti dikutip dari akun resmi Kemenlu Israel di platform X.

"Bantuan berjumlah kecil yang diangkut oleh kapal pesiar dan belum digunakan oleh para 'selebriti' itu akan ditransfer ke Gaza melalui jalur kemanusiaan yang sesungguhnya,” sambung postingan tersebut.

Koalisi Freedom Flotilla, menuduh pihak berwenang Israel telah "menculik” orang-orang yang ada di kapal tersebut.

Dalam serangkaian postingan di Telegram, kelompok tersebut juga mengatakan bahwa kapal Madleen telah "diserang di perairan internasional” dan pasukan Israel telah menyemprot kapal tersebut dengan "zat iritasi putih” sebelum "secara ilegal” menduduki kapal tersebut.

Kronologi

Koalisi Freedom Flotilla mengatakan bahwa kapalnya ”diserang di perairan internasional” ketika mendekati wilayah Palestina yang dikuasai oleh Israel pada hari Senin (09/06) dini hari waktu setempat. Sejumlah pesawat nirawak berjenis Quadcopter dilaporkan mengudara di sekitar kapal.

"Quadcopter mengelilingi kapal, menyemprotkan zat iritasi berwarna putih,” kata Koalisi Freedom Flotilla lewat kanal Telegram.

"Komunikasi terputus, dan suara-suara yang mengganggu terdengar di radio komunikasi.”

Kemudian, kelompok itu mengatakan bahwa tentara Israel telah "menaiki kapal.”

Kementerian Luar Negeri Israel mengatakan Angkatan Laut Israel sedang berkomunikasi dengan kapal bantuan tersebut, dan menyebutnya sebagai "kapal pesiar selfie.”

"Dengan menggunakan sistem komunikasi sipil internasional, Angkatan Laut Israel telah menginstruksikan "kapal pesiar selfie” untuk mengubah arahnya karena mendekati area terlarang,” kata kementerian itu di X.

Postingan itu turut menyertakan sebuah video menunjukkan seorang pejabat Israel yang mengumumkan pesan berbunyi: "Zona maritim di pantai Gaza ditutup untuk lalu lintas angkatan laut. Ini adalah bagian dari... blokade angkatan laut. Jika Anda ingin mengirimkan bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza, Anda bisa melakukannya melalui pelabuhan Ashdod, melalui jalur-jalur yang telah ditetapkan...”

Pada hari Minggu (08/06), Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, mengatakan bahwa dia telah memerintahkan militer untuk mencegat kapal tersebut agar tidak berlabuh di Gaza. Selain itu, mereka memperingatkan ”Greta yang dianggap antisemit dan koleganya yang menyebarkan propaganda Hamas” untuk berbalik arah.

Selain Thunberg, setidaknya ada 11 awak kapal lainnya yang berada di kapal tersebut. Di antaranya Rima Hassan, anggota Parlemen Eropa asal Prancis.

Media Israel sebelumnya memang telah melaporkan ada rencana militer berencana untuk mencegat kapal pesiar tersebut sebelum mencapai Gaza dan mengawalnya ke pelabuhan Ashdod, Israel, sebelum mendeportasi para awak kapal.

"Israel tidak akan mengizinkan siapa pun untuk melanggar blokade angkatan laut di Gaza, yang tujuan utamanya adalah untuk mencegah transfer senjata ke Hamas,” kata Katz.

Ribuan Warga Gaza Berebut Bantuan

01:31

This browser does not support the video element.

Ratusan jurnalis internasional minta akses ke Gaza

Dilaporkan, lebih dari 140 organisasi media menyerukan kepada Israel untuk mencabut larangan bagi jurnalis internasional untuk memasuki Gaza.

Pemerintah Israel mengatakan bahwa tidak aman bagi para wartawan untuk bekerja dari wilayah tersebut selama konflik yang sedang berlangsung dengan Hamas.

Kepada DW, Jodie Ginsberg, CEO Komite untuk Melindungi Jurnalis dan salah satu penandatangan seruan tersebut, mengatakan bahwa kurangnya jurnalis asing di Gaza membuat informasi yang keliru semakin berkembang.

"Sangat penting dalam konflik apa pun, kita harus memiliki sebanyak mungkin media independen yang dapat menyampaikan kepada dunia luar apa yang sedang terjadi,” kata Ginsberg.

"Jika tidak, kita sepenuhnya bergantung pada narasi Israel atau Hamas.”

Ia membantah klaim Israel bahwa Gaza terlalu berbahaya, sambil menambahkan kalau media dunia memiliki pengalaman bertahun-tahun dalam meliput perang dan mengerti cara mengelola risiko.

Ginsberg mengatakan bahwa "belum pernah terjadi sebelumnya dalam perang modern,” media masih dilarang masuk ke wilayah tersebut setelah 20 bulan konflik berlangsung.

Anak-anak Palestina menunggu bersama yang lain untuk mendapatkan makanan di sebuah titik distribusi di Kota Gaza pada 3 Juni 2025Foto: Majdi Fathi/NurPhoto/picture alliance

UNICEF kecam situasi kemanusiaan di Gaza: Bantuan digunakan sebagai 'umpan'

Beberapa hari sebelumnya, sejumlah kelompok kemanusiaan mengatakan jumlah anak-anak yang menderita malnutrisi akut di Gaza meningkat hampir tiga kali lipat, dibandingkan dengan periode gencatan senjata awal tahun 2025, ketika bantuan mengalir lebih bebas.

DW sempat mewawancarai James Elder dari badan PBB untuk anak-anak, UNICEF, tentang situasi kemanusiaan di Gaza saat ini.

Elder, yang baru saja kembali dari Gaza, mengatakan bahwa anak-anak kecil di wilayah Palestina menghadapi "krisis gizi buatan manusia”.

"Saya melihat anak-anak yang kekurangan gizi, yang tidak akan hidup minggu depan,” kata Elder tentang anak-anak yang dirawat di rumah sakit, yang masih beroperasi.

Ada kekurangan pasokan medis dasar, termasuk obat penghilang rasa sakit, paparnya.

"Jumlah anak-anak yang terluka begitu banyak dan terus bertambah, tetapi kurangnya obat penghilang rasa sakit adalah sesuatu yang tidak hanya Anda lihat, tetapi Anda dengar... jeritan-jeritan yang memilukan,” pungkasnya.

Tulisan ini terbit pertama kali dalam bahasa Inggris

Diadaptasi oleh Muhammad Hanafi

Editor: Prita Kusumaputri dan Hani Anggraini

 

Nik Martin Penulis berita aktual dan berita bisnis, kerap menjadi reporter radio saat bepergian keliling Eropa.