Israel Serang Kota Beirut, Lebanon: Ratusan Orang Tewas
30 September 2024
Israel terus menggempur puluhan target di Lebanon, salah satunya sebuah gedung apartemen di pusat Kota Beirut. Pihak berwenang Lebanon mengatakan lebih dari 100 orang tewas dalam kurun waktu 24 jam.
Iklan
Sejumlah kantor berita mengutip beberapa saksi mata yang mengatakan bahwa serangan udara Israel menghantam sebuah gedung apartemen di pusat Kota Beirut.
Jika terkonfirmasi, insiden ini akan menjadi serangan pertama Israel di pusat kota Beirut dalam hampir satu tahun pertempuran antara Israel dan Hizbullah. Serangan ini terjadi di tengah gempuran yang terus berlanjut di seluruh Lebanon.
Kantor berita Reuters melaporkan bahwa lantai atas sebuah gedung apartemen di distrik Kola, Beirut, terkena serangan, mengutip saksi mata yang mendengar suara ledakan dan melihat asap mengepul dari lantai atas gedung tersebut.
Kantor berita AFP mengutip sumber keamanan yang mengatakan bahwa sebuah pesawat tak berawak Israel menghantam sebuah apartemen milik kelompok Jamaa Islamiya, yang menyebabkan empat orang tewas. Namun, kejadian ini tidak dapat diverifikasi secara independen.
Ada beberapa serangan lain di Beirut, termasuk yang menewaskan pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah pada hari Jumat (27/09).
Lini Masa Pertikaian Arab Saudi dan Iran
Bukan kali pertama Iran dan Arab Saudi bersitegang. Sepanjang sejarahnya, hubungan kedua negara acap mengalami pasang surut menyusul konflik politik atau agama. Inilah sejarah modern permusuhan dua ideologi dalam Islam
Foto: DW Montage
Damai berbayang kecurigaan
Hubungan Iran dan Arab Saudi baru tumbuh sejak kekuasaan Syah Reza Pahlevi dan Raja Khalid. Kedua negara sebelumnya sering direcoki rasa saling curiga, antara lain karena tindakan Riyadh menutup tempat-tempat ziarah kaum Syiah di Mekkah dan Madinah. Perseteruan yang awalnya berbasis agama itu berubah menjadi politis seiring dengan eskalasi konflik di Timur Tengah dan Revolusi Islam 1979.
Foto: picture alliance/AP Images
Pendekatan usai Revolusi Islam
Raja Khalid sempat melayangkan ucapan selamat kepada Ayatollah Khomeini atas keberhasilan Revolusi Islam 1979. Tapi hubungan kedua negara memburuk menyusul perang Iran-Irak dan kisruh Haji 1987. Puncaknya, Riyadh memutuskan hubungan pada 1987, ketika Khomeini mengecam penguasa Saudi sebagai "Wahabi yang tidak berperikemanusiaan, ibarat belati yang menusuk jantung kaum Muslim dari belakang."
Foto: Getty Images/Afp
Keberpihakan dalam Perang Iran-Irak 1980
Saat berkobar perang Iran-Irak, Arab Saudi sejak dini menyatakan dukungan terhadap rejim Saddam Hussein di Baghdad. Riyadh memberikan dana sumbangan sebesar 25 milyar US Dollar dan mendesak negara-negara Teluk lain untuk ikut mengisi pundi perang buat Irak. Demi menanggung biaya perang, Arab Saudi menggenjot produksi minyak yang kemudian mengakibatkan runtuhnya harga minyak di pasar dunia.
Foto: picture-alliance/dpa
Kisruh Haji 1987
Mengikuti ajakan Ayatollah Khomeini, jemaah Iran setiap tahun berdemonstrasi di Mekkah dan Madinah menentang Israel. Tradisi sejak 1981 itu tidak pernah diperkarakan, kecuali pada 1987, ketika polisi memblokade jalan menuju Masjid al-Haram. Akibat bentrokan, 402 jemaah Iran tewas dan 649 luka-luka. Setelah kedutaannya di Teheran diserbu massa, Riyadh memutuskan hubungan diplomatik dengan Iran.
Foto: farhangnews
Kontroversi program nuklir Iran
Arab Saudi sejak awal menolak program nuklir Teheran. Sikap itu tidak berubah bahkan setelah tercapainya Perjanjian Nuklir di Vienna tahun 2015. Riyadh menilai kesepakatan tersebut "sangat berbahaya." Desakan kepada Iran untuk bekerja sama dengan pengawas nuklir PBB juga disampaikan Saudi pada awal 2023.
Foto: Irna
Pemberontakan Houthi di Yaman, 2004
Hubungan Iran dan Arab Saudi kembali menegang setelah kelompok Syiah Zaidiyah di Yaman mengobarkan pemberontakan. Riyadh menuding Teheran mengompori perang bersaudara dan mencampuri urusan dalam negeri Yaman dengan memasok senjata. Iran sebaliknya menuding Arab Saudi menghkhianati perannya sebagai mediator konflik dengan membombardir minoritas Houthi di utara Yaman.
Foto: picture alliance/Y. Arhab
Perang proksi di Suriah, 2011
Dukungan Iran atas rejim Bashar Assad di Suriah sejak lama dianggap duri dalam daging oleh Arab Saudi. Sejak 2011, Riyadh aktif memasok senjata buat oposisi Sunni di Suriah. Kerajaan di Riyadh juga menjadi yang pertama kali mengecam Assad seputar "tindakan represif pemerintahannya terhadap demonstrasi anti pemerintah," ujar Raja Abdullah saat itu.
Foto: picture-alliance/AP/Vadim Ghirda
Tragedi Mina 2015
Bencana memayungi ibadah Haji 2015 ketika lebih dari 400 jemaah Iran meninggal dunia di terowongan Mina akibat panik massa. Iran menuding pemerintah Arab Saudi ikut bertanggungjawab. Riyadh sebaliknya menyelipkan isu bahwa tragedi itu disebabkan jemaah haji Iran yang tak mau diatur. Kisruh memuncak saat pangeran Arab Saudi, Khalid bin Abdullah, mendesak agar Riyadh melarang masuk jemaah haji Iran.
Foto: picture-alliance/AP Photo
Eksekusi Mati Al-Nimr 2016
Sehari setelah pergantian tahun Arab Saudi mengeksekusi mati 46 terpidana, antara lain Syeikh Nimr al-Nimr, seorang ulama yang aktif membela hak-hak minoritas Syiah yang kerap mengalami represi dan diskriminasi di Arab Saudi. Al-Nimr didakwa terlibat dalam terorisme. Sebagai reaksi Pemimpin Spiritual Iran, Ayatollah Ali Khamenei melayangkan ancaman, bahwa Saudi akan mendapat "pembalasan tuhan."
Foto: picture alliance/dpa/Y. Arhab
Drama di Lebanon
Pada November 2017 Perdana Menteri Lebanon Saad Hariri mengumumkan pengunduran diri dari Riyadh, Arab Saudi, dan menyalahkan Iran terkait kebuntuan politik di Beirut. Langkah itu diyakini bagian dari manuver Arab Saudi untuk memprovokasi perang antara Iran dan Hizbullah dengan Israel. Saudi dan Iran berebut pengaruh di Lebanon pasca penarikan mundur pasukan Suriah 2005 silam.
Foto: picture-alliance/dpa/AP/Lebanese Official Government/D. Nohra
Narasi damai di awal 2023
Menyusul mediasi Cina, pemerintah Arab Saudi sepakat memulihkan hubungan dengan Ira pada Maret 2023. Kesepakatan tersebut disusul pembukaan kembali relasi dengan Suriah dan perundingan damai dengan pemberontak Houthi di Yaman. Sebelumnya, negara-negara Teluk juga sepakat mengakhiri perpecahan dengan Katar, sekutu dekat Iran di Teluk Persia.
Foto: Iran's Foreign Ministry/WANA/REUTERS
11 foto1 | 11
Lebanon: Lebih dari 100 orang tewasdalam 24 jam terakhir
Pada hari Minggu (29/09), Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Lebanon mengatakan bahwa 105 orang telah terbunuh dalam serangan Israel dalam kurun waktu 24 jam.
Kemenkes menyebut 359 orang juga terluka ketika Israel menyerang beberapa bagian Lebanon selatan, termasuk pinggiran Kota Beirut.
Pasukan Pertahanan Israel (Israel Defense Forces/IDF) sebelumnya mengatakan bahwa mereka telah melakukan serangan terhadap sekitar 120 target Hizbullah di Lebanon selatan.
IDF mengatakan bahwa mereka akan melanjutkan serangan di Lebanon dengan tujuan “merusak dan menurunkan kemampuan militer dan infrastruktur Hizbullah.”
Blinken: Israel Terima "Proposal Penghubung" AS Terkait Gencatan Senjata
00:45
Sayap kiri Palestina: Tiga anggota tewas dalam serangan di Beirut
Kelompok militan Palestina, Front Populer untuk Pembebasan Palestina (Popular Front for the Liberation of Palestine/PLFP) mengatakan bahwa tiga anggotanya tewas dalam serangan Israel di distrik Kola, Beirut, Senin (30/09).
Serangan yang belum dikonfirmasi oleh Israel ini merupakan gempuran pertama di dalam wilayah Kota Beirut sejak tanggal 7 Oktober 2023.
Dalam sebuah pernyataan, PLFP mengatakan bahwa Kepala Keamanan Militer, Mohammad Abdel-Aal, Komandan Militer Imad Odeh, dan anggota ketiga, Abdelrahman Abdel-Aal tewas dalam serangan itu.
PFLP adalah kelompok sayap kiri sekuler, yang bersekutu dengan Hizbullah dalam mendukung kelompok Palestina Hamas melawan Israel. Hizbullah dan Hamas dinyatakan sebagai kelompok teror oleh AS, Inggris, Jerman, Uni Eropa dan beberapa negara lain.
Iklan
Pakar Timur Tengah: Israel sadar Hizbullah ”lebih tidak efisien”
Kepada DW, seorang penulis dan peneliti senior dari Program Politik Arab di Washington Institute, Hanin Ghaddar, mengatakan bahwa ada dua faktor yang memengaruhi keputusan Israel untuk meningkatkan konflik di Lebanon.
“Pertama, tentara Israel tidak lagi dibutuhkan dalam jumlah besar di Gaza. Operasi militer di Gaza sudah hampir berakhir dan sisanya yang dibutuhkan tidak memerlukan banyak tentara Israel,” ucap Ghaddar.
Kedua, Ghaddar mengatakan bahwa Israel menyadari bahwa “sangat mudah untuk menyusup ke Hizbullah dengan intelijen mereka, kemudian Hizbullah jauh lebih terdampak daripada yang mereka kira dan jauh lebih tidak efisien.”
Ghaddar mengatakan bahwa kurangnya efisiensi berarti Iran juga tidak ingin Hizbullah merespons.
Mengenai pertanyaan tentang seberapa parah Hizbullah terkena dampak dari serangan terhadap kepemimpinannya, Ghaddar mengatakan, apa yang terjadi pada dasarnya adalah “pembunuhan terhadap Hizbullah.”
“Apa yang kita lihat bukan hanya pembunuhan terhadap pemimpin Hizbullah, Hassan Nasrallah, ini adalah pembunuhan terhadap Hizbullah itu sendiri dengan melenyapkan para pendirinya,” kata Ghaddar.