1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikIsrael

Israel Setujui Pembangunan Pemukiman Baru di Golan

27 Desember 2021

Pemerintah Israel menyetujui rencana proyek pembangunan ribuan pemukiman Yahudi di Dataran Tinggi Golan dengan anggaran satu miliar Shekel Israel, atau senilai 317 juta dolar AS, untuk periode lima tahun.

Pemukiman ilegal Yahudi di Dataran Tinggi Golan, 2020
Pemukiman ilegal Yahudi di Dataran Tinggi Golan, 2020Foto: PantherMedia/Pia Thauwald/imago images

Kabinet Perdana Menteri Naftali Bennett hari Minggu (26/7) menyetujui rencana untuk membangun sampai 7.300 rumah selama periode lima tahun di Dataran Tinggi Golan yang diduduki Israel sejak 1967.

Proyek ambisius itu menargetkan sampai 23.000 pemukim baru Yahudi yang akan tinggal di kawasan itu, yang direbut Israel dari Suriah dalam Perang Enam Hari pada tahun 1967.

"Tujuan kami hari ini adalah menggandakan populasi Dataran Tinggi Golan," kata Naftali Bennett menjelang rapat kabinet. Dia sendiri terpaksa meninggalkan pertemuan itu setelah putrinya yang berusia 14 tahun dites positif virus corona. Akibatnya, dia harus menjalani isolasi..

Saat ini, ada sekitarr 25.000 warga Yahudi yang bermukim tinggal di Dataran Tinggi Golan, bersama dengan sekitar 23.000 penduduk lokal yang tetap bermukim di sana setelah wilayah itu diduduki militer Israel.

Dataran Tinggi Golan di perbatasan Israel-Suriah

Perang Suriah redam kritik internasional terhadap pendudukan Israel

Israel menganeksasi Dataran Tinggi Golan pada 14 Desember 1981, dalam sebuah langkah yang tidak diakui oleh sebagian besar masyarakat internasional. Namun mantan presiden AS Donald Trump tahun 2019 memberikan pengakuan AS atas kedaulatan Israel atas wilayah itu.

"Dataran Tinggi Golan adalah milik Israel. Ini sudah terbukti dengan sendirinya," kata Naftali Bennett. "Fakta bahwa pemerintahan Trump mengakui ini, dan fakta bahwa pemerintahan  Biden telah memperjelas bahwa tidak ada perubahan dalam kebijakan ini, itu juga penting."

Naftali Bennett mengatakan, setelah satu dekade konflik di Suriah, seruan internasional untuk memulihkan kendali Suriah atas Golan mulai bungkam. "Setiap orang yang punya pemahaman di dunia mengerti bahwa lebih baik Dataran Tinggi ini menjadi milik Israel, yang tenang, berkembang dan hijau, dibandingkan dengan alternatif lainnya," katanya.

Lokasi panorama di Golan, di mana pengunjung bisa melihat desa Suriah QuneitraFoto: Tania Kraemer/DW

Tak lama setelah Biden memangku jabatan pesiden AS pada Januari, Menteri Luar Negeri Antony Blinken menyarankan agar ada pembahasan tentang status hukum seputar langkah Trump, yang dikecam Suriah sebagai "pelanggaran mencolok" terhadap kedaulatannya. Namun Blinken juga mengisyaratkan bahwa tidak ada pemikiran untuk mengubah situasi, terutama saat ini dengan berlanjutnya perang saudara di Suriah.

"Ilegal" menurut hukum internasional

Naftali Bennett memimpin koalisi delapan partai, antara lain partai berhaluan kiri. Beberapa di anggota partai koalisinya telah secara vokal menentang rencana perluasan permukiman Yahudi di Tepi Barat, wilayah Palestina yang juga diduduki Israel sejak 1967.

Saat ini ada sekitar 475 ribu warga Yahudi yang tinggal di tepi Barat dan difasilitasi oleh pemerintahan Israel, walaupun komunitas internasional menganggap pemukiman itu ilegal menurut hukum internasional.

Naftali Bennett mengatakan, kesepatan di kabinet tentang rencana Golan menunjukkan bahwa kendali Israel atas wilayah itu adalah sebuah "konsensus nasional."

"Dataran Tinggi Golan, kebutuhan untuk memperkuatnya, mengolah dan hidup di dalamnya, tentu menjadi prinsip yang menyatukan semua orang di sini," katanya.

Israel dan Suriah, yang secara teknis masih berperang, dipisahkan oleh perbatasan de facto di Dataran Tinggi Golan.

hp/as (afp, rtr, ap)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait