Isu LGBT - Ujian Bagi Kaum Moderat di Indonesia
22 Maret 2016Kalangan ultra konservatif di Indonesia menggalang kampanye menuntut pelarangan lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) di ruang publik. Serangan terhadap kelompok homoseksual datang bertubi-tubi dari kalangan ilmuwan, pemimpin agama dan kelompok-kelompok masyarakat.
Bahkan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menyebut kaum gay dan lesbian sebagai agen-agen proxy war yang sengaja dikirim negara asing untuk menghancurkan Indonesia. Dia menyebut LGBT lebih berbahaya dari bom nuklir.
Kegandrungan menyerang LGBT mulai meningkat tahun 2015. Terutama kelompok-kelompok Islam garis keras menyerang acara-acara bertema LGBT. Februari 2016, sebuah pesantren kaum waria di Yogyakarta terpaksa menghentikan kegiatannya.
Komisi hak asasi manusia dan kalantgan aktivis menyesalkan dan mengecam aksi-aksi kebencian terhadap LGBT, tapi Presiden Joko Widodo hingga saat itu lebih memilih diam.
Kyle Knight, peneliti Human Rights Watch yang berkantor pusat di di New York, menyayangkan bahwa suasana di Indonesia yang dikenal moderat mulai berubah. Pejabat pemerintahan berpandangan ultra konservatif sampai fanatik "benar-benar telah merusak kehidupan masyarakat" yang selama ini moderat terhadap isu-isu LGBT, kata dia.
Misalnya pernyataan mengejutkan dari Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Mwenristek Dikti) Mohamad Nasir yang melarang kegiatan LGBT di kalangan universitas. Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI), Dr Danardi Sosrosumihardjo menerangkan, LGBT adalah gangguan kejiwaan yang bisa diobati. Tapi asosiasi profesional di laur negeri membantah pandangan itu.
Homoseksualitas tidak ilegal di Indonesia, yang merupakan negara dengan populasi Muslim terbesar dunia. Beberapa kelompok etnis di Indoneisa memiliki tradisi berabad-abad dalam mengakomodasi kecenderungan LGBT. Eksistensi kaum waria sejak lama diterima oleh mayoritas masyarakat. Namun belakangan, suasananya berubah.
Kalangan ultra konservatif di Indonesia dan dipemerintahan kelihatannya khawatir dengan kegiatan kampanye LGBT di negara-negara tetangga di Asia Tenggara,yang memperjuangkan hak-hak mereka untuk keluar dari diskriminasi dan represi.
Beberapa pejabat dan tokoh amsyarakat salam mengerti soal homoseksualitas dan takut akan ada gerakan gay di Indonesia, kata Dede Oetomo, yang telah mendirikan kelompok gay di Indonesia pada awal 1980.
Laporan PBB tahun 2014 tentang situasi LGBT di Asia mencatat ada lebih dari 100 kelompok LGBT di Indonesia. Situasi itu yang diduga dianggap menganggu oleh kelompok-kelompok konservatif yang memandang seksualitas sebagai sesuatu yang tabu dan tidak layak dibicarakan di ranah publik.
"Mereka takut kelompok LGBT mau merekrut anak-anak mereka," kata Oetomo.
Beberapa pejabat pemerintahan yang menentang diskriminasi dan kekerasan terhadap gay, enggan berbicara di depan publik, walaupun mereka berpendapat, warga LBGT tetap punya hak yang sama seperti warga lain.
"Kita harus memperlakukan mereka sebagai warga negara Indonesia," kata Menteri Koordinator Urusan Hukum, Politik dan Keamanan Luhut Pandjaitan,. "Ini sesuatu yang terjadi secara alami. Saya tidak berpikir kita bisa menghentikan itu. Tapi untuk meredam, kita bisa melakukannya sampai batas tertentu." Dia berdoa semoga tidak ada cucunya yang menjadi gay, tambah Luhut.
Dede Oetomo mengatakan, sekarang mulai ada tanda-tanda bahwa histeria menentang LGBT mulai mereda. Koran ultra konservatif Republika, telah melunakkan nada pemberitaannya setelah kalangan aktivis bertemu dengan editornya.
hp/rn (ap)