Isu Pemukiman Yahudi Picu Keretakan pada Koalisi Pemerintah
13 Juni 2022
Konflk Palestina mengancam keutuhan koalisi pemerintah Israel yang baru setahun memerintah. Aksi pembangkangan sejumlah anggota parlemen untuk melegalkan pemukiman Yahudi di Tepi Barat mendekatkan prospek pemilu awal.
Iklan
Merujuk pada pencapaian pemerintah dalam pemulihan ekonomi dan mengurangi defisit anggaran, Perdana Menteri Israel Naftali Bennett dan Menteri Luar Negeri Yair Lapid bertekad menyelamatkan koalisi pemerintahannya.
"Setiap orang jujur akan mengakui bahwa ini adalah pemerintahan terbaik di Israel, yang ditopang oleh koalisi paling sulit dalam sejarah Knesset," kata Bennett dalam sebuah rapat kabinet. "Kita tidak akan putus asa dan kita tidak akan menyerah."
Kedua tokoh membina koalisi lintas spektrum yang menggabungkan kelompok konservatif kanan Yahudi, kaum liberal dan partai-partai Arab. Tapi setelah hanya satu tahun berkuasa, mayoritas tipis yang dimiliki Bennett dan Lapid di parlemen sudah mengalami keretakan akibat isu Palestina.
Krisis tercipta ketika dua anggota Knesset dari fraksi kanan, Aliansi Yamina, mencabut dukungan terhadap pemerintah, ketika Bennett berusaha meloloskan RUU Pemukiman yang mengesahkan payung hukum bagi warga Yahudi di pemukiman ilegal di Tepi Barat Yordan. Tanpa keduanya, koalisi pemerintah kini hanya didukung 60 dari 120 anggota parlemen.
Di sisi lain, Lapid juga kesulitan mengamankan dukungan fraksi Arab bagi RUU Pemukiman seiring berkecamuknya pertumpahan darah antara Israel dan Palestina. Setidaknya dua anggota dilaporkan bersikap abstain dalam pencoblosan di parlemen.
Jika RUU Pemukiman gagal diloloskan hingga akhir Juni, semua warga Yahudi di Tepi Barat Yordan, termasuk dua orang hakim Mahkamah Agung, secara otomatis akan kehilangan kewarganegaraan Israel.
Rangkaian Perjanjian dan Prakarsa Damai Israel-Palestina yang Gagal
Selama lebih dari setengah abad, berbagai upaya telah digalang untuk mengakhiri konflik antara Israel dan Palestina, namun semuanya gagal.
Perjanjian Camp David dan Perdamaian Israel-Mesir, 1978-1979
Perundingan Arab-Israel dimulai pada tahun 1978 di bawah penengahan AS. Bertempat di Camp David, pada 26 Maret 1979, Perjanjian Damai Israel Palestina ditandatangani oleh Presiden Mesir Anwar Sadat (kiri) dan Perdana Menteri Israel Menachem Begin (kanan), melalui penengahan Presiden AS Jimmy Carter (tengah).
Foto: picture-alliance/AP Photo/B. Daugherty
Perjanjian Oslo I, 1993
Negosiasi di Norwegia antara Israel dan PLO menghasilkan Perjanjian Oslo I, yang ditandatangani pada September 1993. Perjanjian tersebut menuntut pasukan Israel mundur dari Tepi Barat dan Jalur Gaza, dan otoritas sementara Palestina akan membentuk pemerintahan otonomi untuk masa transisi lima tahun. Kesepakatan kedua ditandatangani pada tahun 1995.
Foto: picture-alliance/dpa/A. Sachs
Pertemuan Puncak Camp David, 2000
Presiden AS Bill Clinton pada tahun 2000 mengundang Perdana Menteri Israel Ehud Barak (kiri) dan Pemimpin PLO Yasser Arafat (kanan) ke Camp David untuk membahas masalah perbatasan, keamanan, permukiman, pengungsi dan status Yerusalem. Meskipun negosiasi menjadi lebih rinci dari sebelumnya, tidak ada kesepakatan yang dicapai.
Foto: picture-alliance/AP Photo/R. Edmonds
Prakarsa Perdamaian Arab dari KTT Beirut, 2002
Negosiasi Camp David diikuti dengan pertemuan di Washington di Kairo dan Taba, Mesir - semuanya tanpa hasil. Setelahnya Liga Arab mengusulkan Prakarsa Perdamaian Arab di Beirut, Maret 2002. Rencana tersebut meminta Israel menarik diri ke perbatasan sebelum 1967. Sebagai imbalannya, negara-negara Arab akan setuju untuk mengakui Israel.
Foto: Getty Images/C. Kealy
Peta Jalan Kuartet Timur Tengah, 2003
AS, Uni Eropa, Rusia, dan PBB bekerja sama sebagai Kuartet Timur Tengah untuk mengembangkan peta jalan menuju perdamaian. PM Palestina saat itu, Mahmoud Abbas, menerima teks tersebut, namun mitranya dari Israel, Ariel Sharon, keberatan. Peta jalan itu memuat tentang solusi dua negara Sayangnya, hal itu tidak pernah dilaksanakan. Dalam foto: Yasser Arafat dan pejabat Uni Eropa Lord Levy.
Foto: Getty Iamges/AFP/J. Aruri
Prakarsa Perdamaian Trump, 2020
Presiden AS Donald Trump memperkenalkan rancangan perdamaian tahun 2020. Tetapi rancangan itu menuntut warga Palestina menerima pemukiman Yahudi di kawasan Tepi Barat yang diduduki Israel. Palestina menolak rencangan tersebut.
Foto: Reuters/M. Salem
Konflik kembali berkobar 2021
Rencana Israel mengusir empat keluarga Palestina dan memberikan rumah mereka di Yerusalem Timur kepada pemukim Yahudi berujung bentrokan dan aksi protes di Yerusalem. Hamas kemudian menembakkan lebih 2.000 roket ke Israel, dibalas dengan serangan udara militer Israel, yang menghancurkan banyak bangunan di Jalur Gaza. (hp/gtp)
Foto: Mahmud Hams/AFP
7 foto1 | 7
Status pemukiman ilegal
Semua warga Israel yang hidup di wilayah pendudukan di Palestina masih menikmati status istimewa yang akan berakhir bulan Juni ini. Tanpanya, hakim, pengacara atau dokter yang hidup di Tepi Barat akan kehilangan izin profesi, sementara warga Yahudi tidak lagi diadili dalam pengadilan sipil, melainkan oleh mahkamah militer.
Iklan
"Tanpa Undang-undang ini, situasinya akan menjadi bencana," kata Benyamin Ganz, gubernur sebuah pemukiman ilegal Yahudi di luar Yerusalem. Artinya, "pemerintah Israel akan kehilangan kontrol di sini. Tidak ada lagi polisi, tidak ada lagi penarikan pajak."
Sudah sejak separuh abad lalu Israel memperpanjang status istimewa yang saat ini melindungi sekitar 500.000 pemukim Yahudi di Palestina. Pemerintahan Bennett ingin membetoni hak tersebut melalui amandemen UU Pemukiman. Setelah ditolak oleh Knesset pada Senin, koalisi pemerintah masih punya satu kesempatan terakhir untuk meloloskan RUU itu melalui voting, Senin (13/6).
Status tersebut membagi dua sistem pengadilan bagi Yahudi dan Palestina di Tepi Barat. "Bisnis pemukiman bergantung dari kemampuan warga Yahudi menikmati hak sebagai warga negara Israel sembari hidup di wilayah pendudukan," kata Jessica Montell, Direktur HaMoked, lembaga bantuan hukum bagi Palestina.
Meski sejatinya RUU Pemukiman didukung secara penuh oleh kelompok konservatif kanan Yahudi, oposisi nasionalis Israel menolak memberikan persetujuan lantaran masalah politik. Sebaliknya, anggota legislatif yang menolak pemukiman Yahudi merasa harus mendukung demi menyelamatkan koalisi pemerintah, lapor Reuters.
Eskalasi Kekerasan Israel-Palestina Korbankan Rakyat di Kedua Pihak
Aksi kekerasan terus memuncak antara Israel dan kelompok Hamas. Kehancuran melanda Jalur Gaza, roket menghantam Tel Aviv. Korban terbanyak adalah warga sipil, di kedua belah pihak.
Foto: Mahmud Hams/AFP/Getty Images
Gaza hadapi horor
Asap membumbung dan api membakar perumahan di Khan Yunis di Jalur Gaza yang jadi target serangan Israel Rabu (12/5). Aksi kekerasan dan saling serang kembali memuncak sejak beberapa hari terakhir.
Foto: Youssef Massoud/AFP/Getty Images
Warga mengungsi dalam kepanikan
Warga dievakuasi dari gedung di Jalur Gaza yang jadi target serangan Israel. Sedikitnya 56 warga Palestina di Jalur Gaza tewas akibat serangan Israel. Roket yang ditembakkan militan dari Jalur Gaza menewaskan 6 orang di Israel.
Foto: Mahmud Hams/AFP/Getty Images
Kehancuran di Gaza City
Israel menurut pernyatan sendiri menyebutkan, miiternya menyerang secara terarah bangunan di Gaza City yang dijadikan kantor kelompok militan atau dihuni pimpinannya.
Foto: Suhaib Salem/REUTERS
Roket di langit Tel Aviv
Kelompok militan Hamas yang berkuasa di Jalur Gaza menembakkan sejumlah roket ke Tel Aviv. Sistem pertahanan rudal Israel melindungi kota dan menghancurkan sebagian besar proyektil di udara atau mengalihkan jalurnya, untuk meminimalkan kerusakan.
Foto: AnAs Baba/AFP/Getty Images
Berlindung dengan cemas
Tapi sistem pertahanan udara "Iron Dome" tidak mempu melindungi 100%. Jika sirene mengaung, itu tanda bagi warga Israel untuk secepatnya mengamankan diri di "shelter perlindungan", tidak peduli apakah itu tengah malam atau dinihari.
Foto: Gideon Marcowicz/AFP/Getty Images
Bahaya tetap mengancam
Juga jika roket bisa dihancurkan atau dihalau, runtuhan puing bangunan tetap berbahaya. Seperti sebuah rumah di Yehud dekat bandara Ben Gurion yang hancur dihantam roket. Militer Israel melaporkan, sejak Senin (10/5) sedikitnya 1.000 roket ditembakkan dari Jalur Gaza ke wilayah Israel.
Foto: Gil Cohen-Magen/AFP/Getty Images
Cari perlindungan
Jika saat alarm berbunyi, warga tidak sempat mencari bunker perlindungan, mereka berusaha melindungi diri sebaik mungkin. Seperti warga di kota Ashkelon sekitar 10 km di utaraperbatasan ke Jalur Gaza ini.
Foto: Jack Guez/AFP/Getty Images
Batu dilawan gas air mata
Dalam beberapa hari terakhir, aksi bentrokan berat antara demonstran Palestina melawan militer Israel terjadi di berbagai kota. Di Hebron, kota di tepi barat Yordan yang diduduki Israel, demonstran melemparkan batu yang dibalas tembakan gas air mata oleh tentara Israel.
Foto: Hazem Bader/AFP/Getty Images
Ambil posisi dan bidik
Aparat keamanan Israel menembakkan gas air mata, peluru karet dan granat kejut untuk membubarkan demonstran. Pemicu demonstrasi warga Palestina antara lain ancaman pengusiran paksa di kawasan timur Yerusalem. Aksi ini akhirnya bermuara pada konflik terbuka.
Foto: Hazem Bader/AFP/Getty Images
Sampai kapan konflik berlangsung?
Saat ini tidak terlihat ada pertanda deeskalasi kekerasan. Warga Palestina di Gaza City ini mencari perindungan di halaman kantor perwakilan PBB, karena ketakutan akan jadi sasaran serangan Israel berikutnya.
Foto: Mahmud Hams/AFP/Getty Images
10 foto1 | 10
Kembalinya Netanyahu?
Menurut Liron Libman, bekas jaksa militer yang kini meneliti untuk Israel Democracy Institute, implementasi RUU Pemukiman "di wilayah pendudukan bisa dipahami sebagai sebuah aneksasi, beserta semua konsekuensi yang sebenarnya tidak diinginkan Israel," kata dia.
Kebanyakan warga Israel meyakini jika pemerintah gagal meloloskan legislasi ini di Knesset, nasib koalisi Bennett dan Lapid hanya tinggal menunggu waktu.
"Saya tidak khawatir," kata Ganz yang mengepalai pemukiman di Tepi Barat. "Sama halnya seperti jika Anda berutang USD 1 juta kepada bank, Anda yang khawatir, tapi jika Anda berutang USD 1 miliar, maka manajer bank yang akan khawatir."
Pemilu awal antara Desember dan April 2023 sebabnya dilihat sebagai jalan keluar dari kebuntuan politik di Israel. Menurut Yoav Krakovsky, analis politik Israel, pemerintah sekarang "berusaha menunda untuk mengulur waktu."
Pemerintahan Bennett terbentuk di tengah kekacauan politik, di mana empat putaran pemilu dalam dua tahun gagal menghasilkan pemenang mutlak. Koalisi dihimpun dengan satu tujuan, yakni menjatuhkan Netanyahu dari kekuasaan. Meski saat ini masih disibukkan oleh kasus dugaan korupsi, Netanyahu sudah mengatakan akan berusaha merebut kembali jabatan perdana menteri.