Isu Perbudakan dan Rasisme Masa Lalu Harus Ditangani Serius
14 Juli 2021
Mengatasi warisan rasisme, kolonialisme, dan perbudakan masa lalu dengan langkah-langkah seperti repatriasi dan lainnya akan "mengubah masa depan kita," kata Komisaris Tinggi HAM PBB, Michelle Bachelet.
Iklan
Komisaris Tinggi Hak Asasi Mansuia PBB Michelle Bachelet mendesak negara-negara untuk mengambil "berbagai langkah reparasi" untuk mengatasi warisan perbudakan, pemerintahan kolonial dan diskriminasi rasial.
Michelle Bachelet mengatakan hal itu ketika memperkenalkan laporan terbaru PBB tentang rasisme di seluruh dunia dan dampaknya terhadap warga keturunan Afrika.
Laporan itu mulai disusun setelah peristiwa terbunuhnya pria kulit hitam George Floyd oleh seorang perwira polisi kulit putih di Minneapolis, negara bagian Minnesota, AS, pada tahun 2020. Peristiwa itu memicu aksi protes besar di dalam dan luar negeri dan meluas sebagai gerakan Black Live Matters.
Poin-poin penting yang disorot Komisaris Tinggi HAM PBB
Selama penelitian untuk menyusun laporan itu, PBB "tidak dapat menemukan satu pun contoh negara yang secara komprehensif menangani masa lalunya atau memperhitungkan dampaknya terhadap kehidupan warga keturunan Afrika saat ini," kata Michelle Bachelet.
Ini terlepas dari beberapa upaya yang dilajukan dengan cara menyatakan permohonan maaf, melakukan litigasi maupun mengenang masa-masa itu.
Michelle Bachelet merekomendasikan agar negara-negara "membuat, memperkuat, dan sepenuhnya mendanai proses komprehensif - dengan partisipasi penuh dari masyarakat yang terkena dampak - untuk menyebarkan kebenaran tentang apa yang telah dilakukan, dan kerugian yang terus ditimbulkannya."
Demo "Black Lives Matter" di Seluruh Penjuru Dunia
Masyarakat di seluruh dunia menuntut kesetaraan ras dan keadilan atas pembunuhan George Floyd yang dilakukan oleh polisi di AS.
Foto: Getty Images/AFP/R. Schmidt
Washington DC, AS
Salah satu aksi unjuk rasa terbesar di AS adalah yang dilakukan di ashington DC. Di ibukota AS ini ribuan warga turun ke jalanan di dekat Gedung Putih yang dilindungi barikade.
Foto: Getty Images/D. Angerer
Berlin, Jerman
Warga di ibukota Jerman duduk dan bungkam selama 8 menit 46 detik - jumlah waktu ketika polisi berkulit putih berlutut pada leher George Floyd sebelum ia kehilangan kesadarannya.
Foto: Getty Images/M. Hitij
Paris, Prancis
Ribuan warga berkumpul di Paris menentang larangan polisi untuk protes dalam skala besar. Kerumunan pengunjuk rasa ini menyorakkan nama Adama Traore, seorang warga kulit hitam yang meninggal dalam tahanan polisi.
Foto: Getty Images/AFP/A.-C. Poujoulat
Liége, Belgia
Meskpiun larangan berkumpul karena virus corona, masyarakat Belgia tetap ikut serta melawan rasisme dan melakukan demo di beberapa kota, misalnya di Brussel, Antwerp, dan Liége.
Foto: picture-alliance/abaca/B. Arnaud
Manchester, Inggris
Para pengunjuk rasa di Manchester mengenakan masker untuk melindungi diri dari penyebaran virus corona.
Foto: Getty Images/AFP/P. Ellis
Wina, Austria
Sekitar 50.000 pengunjuk rasa berkumpul di ibukota Austria, Wina, pada hari Jumat lalu. Itu adalah demonstrasi terbesar dalam beberapa tahun terakhir. Slogan "Black Lives Matter" juga ditulis di beberapa mobil polisi.
Foto: picture-alliance/H. Punz
Meksiko
Tak hanya pembunuhan George Floyd yang memancing amarah warga Meksiko, tetapi juga nasib Giovanni Lopez, tukang batu yang ditangkap bulan Mei lalu di negara bagian Jalisco Barat dan meninggal karena kekerasan polisi.
Foto: picture-alliance/Zumapress
Lisbon, Portugal
Spanduk para pengunjuk rasa di ibukota Portugal, Lisbon yang bertuliskan "Bertindak Sekarang". Di Portugal, kekerasan polisi terhadap warga kulit hitam masih sering terjadi.
Foto: picture-alliance/NurPhoto/J. Mantilla
Sydney, Australia
Unjuk rasa yang dilakukan di Sydney, Australia, dimulai dengan upacara tradisional Aborigin. Setidaknya 20.000 pengunjuk rasa menuntut keadilan untuk George Floyd dan penduduk Aborigin yang menjadi korban kekerasan polisi.
Foto: picture-alliance/NurPhoto/I. Khan
Tunis, Tunisia
Ribuan pengunjuk rasa di Tunis, Tunisia, meneriakkan "Kami ingin keadilan! Kami ingin bernafas!".
Foto: Getty Images/AFP/F. Belaid
Basel, Swiss
Sekitar 5.000 orang berkumpul di Basel, Swiss, dalam aksi unjuk rasa Black Lives Matter. (fs/yf)
Foto: picture-alliance/KEYSTONE/G. Kefalas
11 foto1 | 11
Pejabat AS tanggapi isu perbudakan dan rasisme
Selanjutnya Michelle Bachelet mengatakan, proses itu "penting untuk menyembuhkan masyarakat kita dan memberikan keadilan atas kejahatan yang mengerikan" dan itu akan "mengubah masa depan."
Wakil duta besar AS di Jenewa, Benjamin Moeling, menyambut baik "laporan yang berwawasan luas dan terus terang" dalam sebuah pernyataan video.
"Amerika Serikat menangani tantangan ini, di dalam dan luar negeri, secara jujur dan transparan, dengan mengatasi masalah-masalah mendasar dari diskriminasi rasial dan penggunaan kekuatan berlebihan dalam kepolisian," kata Benjamin Moeling.
Sementara itu, Di AS masih terjadi perdebatan tentang gagasan reparasi atas perbudakan dan dampak-dampak diskriminasi sosial dan yudisial yang disebabkannya.