Isu internal yang berkembang di tengah KPK awalnya disebut-sebut membawa konotasi agama. Mantan ketua KPK, Busyro Muqoddas jelaskan 'Taliban' yang selama ini sudah ada dalam tubuh KPK memiliki konteks yang berbeda.
Iklan
Ketua KPK Agus Rahardjo mempersilakan siapa pun datang ke KPK untuk membuktikan ada-tidaknya isu 'Taliban' yang berembus di tengah dinamika revisi UU KPK. Agus memastikan isu itu hanya isapan jempol.
"Kami undang mereka melakukan penelitian di KPK, siap kami membuka diri," kata Agus di KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin (16/9). Agus menyebut isu itu mendiskreditkan KPK. Padahal, menurut Agus, selama ini di KPK siapa pun yang bekerja selalu berlandaskan semangat pemberantasan korupsi.
"Saya silakan kalau mereka melakukan penelitian. Orang-orang dan profesor-profesor, mereka akan tahu dalamnya KPK," kata Agus, "wong setiap hari Jumat itu ada yang Jumatan di sini dan ada kebaktian. Jadi di mana sih Taliban-nya?"
Isu 'Taliban' pernah tiba-tiba disampaikan Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta S. Pane. Dia menyampaikan itu dalam diskusi bertema 'Bersih-bersih Jokowi: Menyoroti Institusi Antikorupsi' pada Minggu, 5 Mei 2019.
"Sekarang berkembang isu di internal (KPK). Katanya ada polisi India dan ada polisi Taliban. Ini kan berbahaya. Taliban siapa? Kubu Novel (penyidik senior KPK, Novel Baswedan). Polisi India siapa? Kubu non-Novel. Perlu ada ketegasan komisioner untuk menata dan menjaga soliditas institusi ini," kata Neta.
Setelah itu, isu itu berkembang menjadi landasan panitia seleksi calon pimpinan (pansel capim) KPK menggandeng Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dalam proses seleksi untuk menghindari penyusupan radikalisme. Atas hal ini, mantan Ketua KPK Busyro Muqoddas menepisnya. Busyro menjelaskan bahwa Taliban yang selama ini ada dalam tubuh KPK memiliki konteks yang berbeda, yaitu menggambarkan penyidik-penyidik KPK yang militan.
"Waktu saya masuk itu sudah ada Taliban-taliban. 'La, kok Taliban to?' 'Pak, ini tidak ada konotasi agama.' 'Loh, kenapa?' Ini ikon Taliban itu menggambarkan militansi orang Afganistan dan penyidik-penyidik KPK itu militan-militan. Ini ada Kristian Kristen, ini ada Kadek Hindu, ada Novel cs Islam. Jadi mereka biasa-biasa saja," kata Busyro kepada wartawan, Minggu (15/9).
Busyro pun menduga isu Taliban tersebut diembuskan pihak Istana. "Jadi Taliban itu tidak ada konteksnya radikal. Hanya itu dipolitisasi. Dan politisasi itu ada indikasi dari Istana," imbuhnya.
Dia menyayangkan isu radikalisme kemudian digoreng sedemikian rupa untuk melemahkan KPK. Busyro menilai isu radikalisme yang bahkan masuk materi psikotes pimpinan KPK kekanak-kanakan.
"Kemudian dikembangkan oleh pansel kan. Mengapa baru kali ini pansel itu nggak punya kerjaan seolah-olah nggak punya konsep. Ada tiga guru besar, (tapi) materi psikotesnya pakai isu-isu radikalisme, tapi pertanyaan-pertanyaannya itu childish banget, misalnya kalau ada bendera Merah Putih menghormati itu bagaimana. SMP itu," tutur Busyro. (ck)
'Ngerinya' Hukuman Bagi Pelaku Korupsi di Negara Lain
Berbagai macam hukuman dijatuhkan bagi para pelaku korupsi di berbagai penjuru dunia. Tak sedikit yang membuat ciut nyali. Simak daftarnya.
Foto: picture-alliance/K. Ohlenschläger
Hukuman Mati di Cina
Cina dikenal sebagai salah satu negara yang paling keras dalam menindak pelaku korupsi. Mereka yang terbukti merugikan negara lebih dari 100.000 yuan atau setara 215 juta rupiah akan dihukum mati. Salah satunya Liu Zhijun, mantan Menteri Perkeretaapian China ini terbukti korupsi dan dihukum mati. Vonis ini marak diberlakukan semenjak Xi Jinping menjabat sebagai presiden negeri tirai bambu tersebut
Foto: Reuters/M. Schiefelbein
Hukum Gantung di Malaysia
Sejak tahun 1961, Malaysia sudah mempunyai undang-undang anti korupsi bernama Prevention of Corruption Act. Kemudian pada tahun 1982 Badan Pencegah Rasuah (BPR) dibentuk untuk menjalankan fungsi tersebut. Pada 1997 Malaysia akhirnya memberlakukan undang-undang Anti Corruption Act yang akan menjatuhi hukuman gantung bagi pelaku korupsi.
Foto: Imago/imagebroker
Bunuh Diri di Jepang
Jepang tidak mempunyai undang-undang khusus mengenai korupsi. Di sini pelaku korupsi akan diganjar hukuman maksimal 7 tahun penjara. Namun karena budaya malu di negeri matahari terbit ini masih sangat kuat, korupsi bak aib besar bagi seorang pejabat negara. Tahun 2007 silam Menteri Pertanian, Kehutanan dan Perikanan Toshikatsu Matsuoka melenyapkan nyawa sendiri di tengah skandal korupsi.
Foto: AP
Jerman Minta Balik Dana Korupsi
Korupsi juga terjadi di negara-negara maju di Eropa, salah satunya Jerman. Negeri di jantung Eropa ini sebetulnya sudah memiliki sistem transparansi keuangan yang baik. Namun, jika seseorang terbukti korupsi ia wajib mengembalikan seluruh uang yang dikorupsi dan mendekam rata-rata lima tahun di penjara.
Foto: Getty Images/M. MacMatzen
Dikucilkan di Korea Selatan
Di negeri ginseng ini para pelaku korupsi akan mendapatkan sanksi sosial yang luar biasa. Mereka akan dikucilkan oleh masyarakat bahkan oleh keluarganya sendiri. Salah satu contohnya mantan presiden Korea Selatan, Roh Moo Hyun. Karena dikucilkan oleh keluarganya dan tak kuat menahan rasa malu atas kasus korupsi yang menjeratnya, ia memilih bunuh diri dengan lompat dari tebing.
Foto: picture alliance/AP Photo/L.Jin-man
Denda Raksasa di Amerika
Amerika tidak menerapkan hukuman mati bagi para pelaku koruptor di negaranya karena alasan hak asasi manusia. Biasanya para pelaku koruptor akan divonis 5 tahun penjara plus membayar denda sebesar 2 juta dollar. Adapun mereka yang masuk kedalam kategori kasus korupsi berat, terancam hukuman kurung maksimal 20 tahun penjara.
Foto: Getty Images/AFP/O. Kose
Hukuman Ringan Ditambah Remisi di indonesia
Indonesia diketahui terus berbenah dalam memerangi tindak pidana korupsi. Salah satunya dengan membentuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada tahun 2002. Di Indonesia pelaku korupsi divonis maksimal 20 tahun penjara, namun terkadang itu juga tidak diterapkan sampai akhir. Nantinya mereka akan mendapatkan remisi. Tak sedikit juga yang divonis dengan hanya tiga atau empat tahun penjara. (rap/rzn)