Pembiusan bayi, pelacuran anak, pedofilia, pekerja bocah, dan kekerasan-kekerasan lainnya terhadap anak-anak, mendorong pemerintah DKI Jakarta gelar aksi pemberantasan berbagai bentuk eksploitasi anak.
Iklan
Pemerintah DKI Jakarta menggelar kampanye anti eksploitasi anak, setelah serangkaian kasus mulai dari pekerja anak, kekerasan seksual, dan kekerasan lainnya terungkap dalam beberapa pekan terakhir.
Puluhan ribu anak diperdagangkan setiap tahunnya di Indonesia. Mayoritas dari mereka dipaksa menjadi pelacur atau tenaga kerja kasar, demikian ungkap badan perlindungan anak dunia, UNICEF.
Gelombang penangkapan diilakukan akhir bulan lalu. Beberapa warga ditangkap setelah kedapatan melakukan pembiusan bayi dan menyalahgunakan mereka untuk mengemis. Kasus lainnya, anak-anak dipekerjakan sebagai joki dalam mengakali aturan 3in1 di jam-jam sibuk jalan raya.
Jakarta Gempur Eksploitasi Anak
02:20
3in1 Rentan Ekspolitasi Anak
Pemerintah kota telah menghapus aturan yang mewajibkan setiap mobil untuk membawa minimal tiga penumpang di jam sibuk, karena telah menimbulkan aksi eksploitasi anak.
Praktik mempekerjakan ‘joki‘ atau mengangkut penumpang tambahan dari jalan banyak dilakukan pengendara ketika melewati kawasan dengan aturan itu. Tapi temuan soal pembiusan bayi telah mendorong pihak berwenang untuk menangguhkan aturan tersebut.
Di pihak lain, banyak ‘joki‘ mengeluh bahwa mata pencaharian mereka kini terancam: "Saya frustrasi, ini adalah anak saya sendiri, bukan anak sewaan. Kesalahan yang dilakukan orang-orang lain telah mempengaruhi joki lainnnya," kata Anis Rani, seorang ‘joki‘ yang membawa kerap membawa putrinya untuk jadi penumpang bayaran. Seorang joki bisa memperoleh hingga skitar 25 ribu rupiah dalam setiap perjalanan. Sehari, biasanya seorang ‘joki‘ dapat menumpang enam kali, pada pagi dan sore hari di jam-jam sibuk.
Potret Muram Buruh Anak di Indonesia
Di mana kemiskinan merebak, di situ anak-anak dipekerjakan. Kesimpulan Organisasi Buruh Dunia itu juga berlaku buat Indonesia. Negara kita menampung hingga 2,3 juta buruh anak. Dan pemerintah kewalahan.
Foto: picture alliance/C. Leimbach/Robert Harding
Konsentrasi di Timur Indonesia
Organisasi Buruh Internasional (ILO) mencatat, saat ini terdapat sekitar 2,3 juta buruh anak di Indonesia. Data tersebut mencakup bocah yang berusia antara 5 hingga 17 tahun. Menurut badan PBB itu, sebagian besar pekerja anak di Indonesia terdapat di bagian timur.
Foto: WEDA/AFP/Getty Images
Papua dan Sulawesi
Menurut Komisi Nasional Perlindungan Anak, buruh di bawah umur di Papua mencapai 34,7 persen dari total pekerja. Sementara di tempat kedua adalah Sulawesi Utara yang menampung 20,4 persen buruh anak dan Sulawesi Barat sebesar 19,82 persen.
Foto: picture alliance/M. Norz
Bertani Atau Jadi Buruh
Sebagian buruh anak di Indonesia bekerja di sektor pertanian. Sementara sisanya terbagi antara sektor jasa dan manufaktur. ILO mengklaim, bocah yang bekerja di sektor jasa kebanyakan menjadi pembantu rumah tangga.
Foto: picture alliance/C. Leimbach/Robert Harding
Nol Buruh Anak di 2022
Kementrian Ketenagakerjaan berambisi menghapus buruh anak di Indonesia hingga tahun 2022. Salah satu cara yang ditempuh adalah dengan memberikan perlindungan sosial buat anak di bawah umur dan pelatihan buat masyarakat, serikat pekerja dan perusahaan.
Foto: picture alliance/dpa/M. Irham
Lingkaran Kemiskinan
Tantangan terbesar dalam mengurangi pertumbuhan buruh anak adalah minimnya akses pendidikan dan kemiskinan. Dari jumlahnya yang mencapai jutaan, pemerintah baru berhasil menyekolahkan hingga 50.000 buruh anak.
Foto: picture alliance/Robert Harding
Potret Bocah Miskin Perkotaan
Sebagian bocah dipaksa bekerja sebagai anak jalanan. Data Kementerian Sosial menyebut terdapat sekitar 230.000 anak jalanan di Indonesia. 8000 di antaranya berada di Jakarta. Dari jumlah tersebut, tidak sampai setengahnya yang masuk dalam jaringan pengaman sosial.
Foto: B. Ismoyo/AFP/Getty Images
Rumah Penampungan
Dinas Sosial pemerintahan DKI sejauh ini telah membuka 56 rumah singgah buat anak-anak jalanan. Jumlah yang bisa ditampung sekitar 3000 bocah. Namun seringkali anak-anak itu kembali ke pekerjaan lama, ketimbang duduk di bangku sekolah.
Foto: picture alliance/dpa/A. Rante
Membantu Ekonomi Keluarga
Penelitian Kementerian Pemberdayaan Perempuan 2009 silam mengungkap, 71 persen anak jalanan mengaku bekerja secara sukarela untuk membantu perekonomian keluarga, enam persen lain mengklaim dirinya dipaksa dan 15 persen buat membiayai sekolah. Ketika mengemis dan mengamen tidak lagi mendatangkan uang, anak-anak terkadang menjadi pemulung.
Foto: picture alliance/AP Photo/B. Bakkara
Rentan Kemiskinan
Kemiskinan anak adalah masalah lain yang dihadapi Indonesia. Menurut sensus penduduk terakhir, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) mencatat 51 persen bocah di Indonesia rentan kemiskinan, sementara 28 persen lain saat ini tergolong miskin.
Foto: picture alliance/Robert Harding World Imagery
Tanpa Gizi, Tanpa Pendidikan
Riset Kesehatan Dasar tahun 2010 menyebut saat ini 17,9 persen balita di Indonesia mengalami kekurangan gizi. Situasi muram juga bisa ditemui di bidang pendidikan. Menurut data Profil Anak Indonesia 2011 lalu: 8,12 persen anak usia 5-17 tahun masih berstatus tidak sekolah dan 9,3 persen malah belum pernah sama sekali mengecap pendidikan.
Foto: picture-alliance/dpa
10 foto1 | 10
Rumah aman bagi anak jalanan
Juru bicara kepolisian Jakarta, Mohammad Iqbal mengatakan kebijakan tersebut tidak serta merta sepenuhnya memberantas eksploitasi anak.
"Ya setidaknya akan ada lebih sedikit (joki) di jalanan, karena tidak ada pasar bagi merek. Tanpa aturan tiga penumpang-3in1, mereka harus mencari pekerjaan lain. Tapi eksploitasi anak-anak tidak akan berhenti sampai di sana dan mungkin ada bentuk-bentuk eksploitasi lain. Oleh karena itu penting bahwa semua pihak yang terkena dampak harus waspada," katanya.
Pihak berwenang telah mulai menunjuk rumah-rumah aman bagi anak-anak yang rentan. Di pusat rehabilitasi milik pemerintah di Jakarta Timur seperti tertera dalam video ini, anak-anak dari usia 3 bulan sampai 15 tahun yang pernah mengalami kekerasan, berpartisipasi dalam kegiatan akademis, olahraga, dan kegiatan musik.
"Salah satu cranya lewat terapi psikologis dan sosial untuk anak-anak membantu mereka untuk bersosialisasi, kembali ke sekolah, bermain dengan teman-teman mereka lagi dan juga melakukan ibadah untuk menyingkirkan stres. Banyak anak-anak korban yang datang kepada kami mengalami trauma dan berada dalam kondisi stres, jadi kita harus menyembuhkan mereka sehingga mereka dapat kembali ke situasi normal seprti semula, "kata direktur pusat rehabilitasi anak, Neneng Heryani. Hanya ada 11 pusat rehabilitasi seperti itu di seluruh Indonesia, demikian menurut data dari Departemen Sosial.
Aktivis sambut baik
Para aktivis anak menyambut baik upaya terbaru untuk memerangi kekerasan terhadap anak, namun mereka mengingatkan, pemerintah masih belum memiliki pendekatan yang komprehensif.
"Jadi sekarang ini hanya seperti pemadam kebakaran. Itu karena sistem perlindungan anak di Indonesia belum tertata rapi. Jadi, ketika ada kasus pelecehan anak itu harus diselesaikan dengan cara komprehensif bukannya reaksioner, oleh karena itu perlu ada pembenahan dan sistem manajemen yang lebih baik. Kedua, kita perlu memiliki sistem pendataan. Pendataan itu belum begitu banyak, "ujar Arist Merdeka Sirait, ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak.
Arist menambahkan, data menunjukkan kasus perdagangan anak di Indonesia melonjak dari sekitar 1000 kasus tahun 2010 menjadi 6000 kasus di tahun 2015.
ap/as(rtr)
Berupah Minim: Nasib Buruh Anak di Asia
Mereka bekerja di bidang pertanian, pertambangan, pabrik atau bidang pelayanan. Menurut perkiraan Organisasi Buruh Internasional (ILO), di seluruh dunia sekitar 168 juta anak terjerumus jadi pekerja berupah minim.
Foto: AFP/Getty Images
Peringatan Tiap Tahun
Tiap tanggal 12 Juni, PBB memperingatkan nasib pekerja anak-anak di seluruh dunia yang diperkirakan 168 juta. Tahun 1999 negara anggota Organisasi Buruh Internasional (ILO) menyepakati konvensi menentang bentuk terburuk pekerjaan anak-anak. Kesepakatan itu ditujukan bagi anak-anak di bawah 18 tahun dan antara lain melarang perbudakan serta prostitusi.
Foto: imago/Michael Westermann
Handuk "Made in India"
Pekerja anak-anak di Tamil Nadu, India Selatan. Di pabrik ini misalnya diproduksi handuk. Anak ini hanya satu dari jutaan lainnya. ILO memperkirakan, di Asia jumlahnya hampir 78 juta. Dengan kata lain, hampir 10% anak-anak antara lima dan 17 tahun dipaksa bekerja.
Foto: imago/imagebroker
Bekerja, bukan Bersekolah
Mereka tidak bisa membaca serta menulis, dan mereka harus membuat batu bata. Akibat kemiskinan, banyak anak India harus ikut mencari nafkah bagi keluarga. Anak-anak bekerja sepuluh jam per hari, dan upah harian hanya sekitar 10.000 Rupiah.
Foto: imago/Eastnews
Tenaga Kerja Murah
Menurut data sensus terakhir di India, sekitar 12,6 juta anak menjadi pekerja. Mereka menjajakan dagangan di jalanan, menjahit, memasak juga membersihkan restoran, memetik kapas di ladang atau membuat batu bata. Semua itu hanya untuk upah sedikit. Upah pekerja anak-anak hanya sepertiga dari yang diperoleh pekerja dewasa untuk pekerjaan sama.
Foto: imago/imagebroker
Kondisi Sesuai Harkat Sebagai Manusia
Setengah dari seluruh pekerja anak-anak melakukan pekerjaan yang dianggap berbahaya. Demikian laporan ILO tahun 2013. Mereka mencari nafkah di tambang batu atau perkebunan komersial. Mereka juga bekerja di malam hari, bekerja terlalu lama dan sebagian diperlakukan seperti budak. Di samping itu semua, tidak ada kontrak kerja dan jaminan sosial.
Foto: AFP/Getty Images
"Made in Bangladesh"
Di Bangladesh pekerja anak-anak juga ada di mana-mana. Menurut keterangan Badan PBB urusan Anak-Anak (UNICEF), di negara itu sekitar lima juta anak harus ikut mencari nafkah dan bekerja dalam kondisi seperti budak. Misalnya di industri tekstil, sektor ekspor terbesar negara itu. Hasil kerja mereka dibeli konsumen di negara industri kaya.
Foto: imago/Michael Westermann
Sendirian di Kota Metropolitan
Di Kamboja, hanya sekitar 60% anak-anak bersekolah. Lainnya sudah ikut mencari nafkah bersama orang tuanya. Ribuan lainnya mencari uang sendirian di jalan-jalan, misalnya di ibukota Phnom Penh.
Foto: picture-alliance/dpa
Daftar Panjang
Memang jumlah pekerja anak-anak di seluruh dunia berkurang sejak tahun 2000. Pekerja anak perempuan berkurang 40%, dan anak laki-laki 25%. Tetapi pekerja anak-anak masih bisa dijumpai di banyak negara Asia. Di samping India, Bangladesh dan Kamboja, juga di Afghanistan (foto), Nepal dan Myanmar.