Jaksa Agung AS Mundur Dari Investigasi Campur Tangan Rusia
3 Maret 2017
Presiden AS Donald Trump mengecam tuntutan Partai Demokrat agar Jaksa Agung AS, Jeff Sessions mengundurkan diri. Trump menyebut tindakan mereka sebagai "perburuan terhadap orang yang punya pandangan tidak biasa".
Iklan
Untuk mencegah kontroversi yang menggelinding atas hubungannya dengan Rusia, Jaksa Agung Amerika Serikat, Jeff Sessions pada hari Kamis (03/03) mengumumkan akan mengundurkan diri dari penyelidikan apapun terkait kampanye pemilihan presiden. Baru-baru ini diketahui, Sessions menggelar pertemuan dengan duta besar Rusia sebelum pemilu. Namun di sidang konfirmasi Senat AS, Sessions membantah telah melakukan tindakan yang tidak pantas atau berbohong tentang pertemuan.
Presiden Republik AS, Donald Trump menyatakan keyakinan "total"-nya terhadap Sessions - sambil menambahkan bahwa ia "tidak menyadari" adanya kontak antara Duta Besar Sergey Kislyak dengan Sessions, seorang senator yang aktif mendukung kampanye Trump pada saat itu.
Ia membela Sessions lagi dalam sebuah pernyataan hari Rabu (01/03) dengan menyebut Sessions adalah "orang yang jujur" dan menuduh Demokrat "kehilangan cengkeraman mereka atas realitas" dan melakukan "perburuan terhadap orang yang punya pandangan tidak biasa".
Demokrat pertahankan tuntutan
Namun kubu Demokrat tetap bersikukuh mempertahankan desakan mereka agar Sessions segera mundur, dengan menuduhnya telah bersumpah palsu.
Mereka juga menyerukan jaksa independen untuk menyelidiki kontak antara tim kampanye Trump dan Moskow, yang menurut intelijen AS, dugaan campur tangan Rusia dalam pemilihan presiden telah merugikan saingan Trump dari Partai Demokrat, Hillary Clinton.
Anggota dewan komite intelijen Senat AS dari kubu Demokrat, Adam Schiff, menolak klaim Sesisions bahwa kontak dengan Kislyak tidak berhubungan dengan pekerjaannya dalam tim kampanye Trump, yang ia sebut "tidak begitu berpengaruh."
"Di tengah-tengah kampanye, Rusia bertujuan merusak pemillu kita dan sangat terlihat menginginkan wakil Republik, Trump unggul. Sessions mungkin luar biasa naif atau mudah ditipu untuk percaya bahwa duta besar itu mencari-cari dia dan bertemu di luar kantor, untuk mendiskusikan masalah militer. Tentu tidak demikian," katanya dalam sebuah pernyataan.
"Saya telah sampai pada kesimpulan bahwa Jaksa Agung harus mundur," katanya, menggemakan seruan yang dibuat sebelumnya oleh Demokrat di kedua kamar Kongres AS yang dikuasai Partai Republik.
5 Negara Yang Paling Senang Trump Jadi Presiden AS
Di AS, sejumlah aksi demonstrasi "anti Trump" akan digelar usai pelantikan Donald Trump di Washington D.C. Tapi tidak sedikit negara-negara asing yang justru bersorak dengan kemenangan Trump. Negara mana saja kah itu?
Foto: Reuters/L. Jackson
Rusia
Hampir setengah dari peserta survey di Rusia mengatakan, jika bisa memilih presiden AS mereka akan memilih Donald Trump. Hanya 4% yang mendukung Hillary Clinton. Sepertiga bahkan yakin Trump akan menjadi presiden terbaik dalam sejarah Amerika Serikat.
Foto: picture-alliance/dpa/M. Pochuyev
Israel
Donald Trump disebut-sebut sebagai "sahabat sejati" Israel. PM Benjamin Netanyahu mengirimkan pesan video setelah Trump dinyatakan sebagai pemenang pemilu. "Presiden terpilih Trump adalah sahabat sejadi Israel dan saya tidak sabar untuk bekerja sama dengannya dalam meningkatkan keamanan, stabilitas, dan perdamaian di kawasan kami."
Foto: Reuters/B. Ratner
Filipina
Presiden Rodrigo Duterte yang pernah menyebut Barack Obama sebagai "anak pelacur", termasuk salah seorang pemimpin negara pertama yang memberi selamat kepada Trump usai terpilih sebagai presiden. "Kami berdua sering menyumpah. Saya harus berhenti karena sekarang Trump yang berkuasa. Saya tidak mau bertengkar lagi, karena Trump menang."
Foto: Reuter/E. Acayan
Suriah
Presiden Suriah Bashar al-Assad mengecam cara pemerintahan Obama dan negara Barat lainnya dalam menyikapi perang di negerinya. Belum lama ini ia mengatakan, Donald Trump bisa menjadi "sekutu alami" dalam perang melawan terorisme.
Foto: picture-alliance/Anadolu Agency/T. al Masri
Yunani
Ini komentar partai ekstrim kanan Golden Dawn setelah Trump menang: "Ini adalah kemenangan bagi kekuatan yang menentang globalisasi, memerangi migrasi ilegal, mendukung pembersihan etnis, dan memihak pada kebijakan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri sendiri." vlz/ap (dari berbagai sumber)
Foto: Getty Images/AFP/L. Gouliamaki
5 foto1 | 5
Trump terus di bawah tekanan
Trump telah berada di bawah tekanan yang terus meningkat atas dugaan campur tangan Rusia dalam pemilu dan kontak antara tim kampanyenya dengan pihak Moskow.
Menurut para pejabat, badan-badan intelijen AS dan Biro Investigasi Federal FBI terus menyelidiki bagaimana dan seberapa besar upaya Moskow menerobos politik AS, dan apakah mereka benar-benar terlibat kolusi dengan kampanye Trump. Kepala intelijen AS menduga kesemua aksi itu disutradarai oleh Presiden Rusia, Vladimir Putin.
Komite dalam Kongres AS telah membuka penyelidikan atas masalah itu, meskipun Partai Demokrat takut bahwa Partai Republik akan berusaha untuk mengubur penyelidikan mereka guna melindungi pemerintahan Trump yang baru seumur jagung.
Pertemuan Sessions dengan utusan Rusia berlangsung pada bulan Juli dan September, tahun lalu, tepat ketika tudingan bahwa Rusia campur tangan dalam pemilu AS makin memuncak, demikian menurut Washington Post. Dalam sidang konfirmasi di Senat AS, Sessions membantah, dengan mengatakan ia tidak berkomunikasi dengan Rusia dan ia juga mengaku tak tahu siapa saja dalam tim kampanye Trump yang berkontak dengan Rusia.
Pada hari Kamis (02/03), Sessions menjelaskan bantahannya tersebut, dengan mengatakan memang ada pertemuan, namun tidak terkait dengan kampanye. Dia menyebutkan, pertemuan dengan Kislyak lebih pada kapasitasnya sebagai senator dan kebanyakan berbicara mengenai isu politik global.
ap/vlz (afp/ap)
Inilah Wajah Kabinet Donald Trump
Perlahan kabinet pemerintahan baru AS di bawah Donald Trump mulai terbentuk. Mereka berasal dari jantung konservatisme Partai Republik yang berisi bankir Wall Street atau bekas capres yang menolak mengakui teori Evolusi.
Foto: Getty Images/D. Hauck
Wakil Presiden: Mike Pence
Pence (57) telah malang melintang di dunia politik AS. Sempat aktif sebagai pengacara dan pembawa acara radio konservatif, ia lalu bekerja selama 12 tahun di parlemen sebelum menjadi gubernur di negara bagian Indiana 2013 silam. Pence menolak hak aborsi dan pernikahan sesama jenis. Ia menyebut dirinya seorang kristen yang taat, konservatif dan kader sejati Partai Republik.
Foto: Reuter/S. Morgan
Menteri Pertahanan: James Mattis
Selama 44 tahun berkarir di militer, Mattis (66) membangun reputasi sebagai "anjing gila" dan "rahib pendekar." Ia memimpin Komando Pusat AS hingga 2013 silam dan menjadi tokoh kunci dalam perang di Irak dan Afghanistan. Mattis adalah serdadu profesional. Boleh jadi ia adalah satu di antara sedikit aktor rasional di antara anggota kabinet Trump yang pekat ideologi konservatif.
Foto: picture alliance/AP Photo
Jaksa Agung: Jeff Sessions
Senator Alabama ini adalah anggota pertama Kongres yang mendukung Trump. Sessions (69) menolak imigrasi dan legalisasi mariyuana. Berbagai dakwaan rasisme, termasuk kesaksian bekas rekan kerja tentang celotehan Sessions bahwa menurutnya kelompok rasis Ku Klux Klan sebenarnya "baik, sampai saya mengetahui mereka menghisap ganja," melumat peluangnya menjadi hakim federal tahun 1986.
Foto: Getty Images/AFP/J. Samad
Menteri Keamanan Dalam Negeri: John Kelly
Hingga pensiun Januari 2016 silam, Kelly (66) adalah jendral marinir yang paling lama aktif dalam sejarah AS. Sebagai kepala komando selatan AS, ia bertanggungjawab atas operasi militer di Amerika Tengah dan Selatan, termasuk mengawasi penjara teror Guantanamo di Kuba. Putra tertua Kelly tewas terbunuh dalam perang Afghanistan tahun 2010 lalu.
Foto: picture-alliance/AP Photo/M. Balce Ceneta
Menteri Perumahan: Ben Carson
Carson, pakar bedah saraf dari Michigan, terjun ke panggung politik sebagai rival Trump dalam konvensi Partai Republik. Selama kampanye ia kerap mengeluarkan pernyataan kontroversial. Carson tidak mengakui teori evolusi atau perubahan iklim. Soal asuransi terjangkau buat warga miskin di AS, ia mengatakan "Obamacare adalah hal paling buruk yang pernah terjadi di negeri ini sejak zaman perbudakan."
Foto: Getty Images/C. Somodevilla
Menteri Perdagangan: Wilbur Ross
Investor dan bekas bankir Wall Street ini mencetak uang dengan cara merestrukturisasi perusahaan yang nyaris bangkrut dan kemudian menjualnya kembali. Ia juga gemar berspekulasi dengan menanam uang pada bank-bank bermasalah Eropa selama krisis keuangan 2008. Ross adalah pendukung Trump paling vokal dan meyakini Amerika membutuhkan "pendekatan yang baru dan lebih radikal."
Foto: picture-alliance/newscom/J. Angelillo
Menteri Keuangan: Steven Mnuchin
Setelah lama bekerja di Goldman Sachs, Mnuchin (53) membentuk dana investasi hedge fund dan mencetak jutaan Dollar AS dengan membeli dan menjual kembali kredit perumahan yang macet selama krisis 2008. Ia juga gemar berinvestasi pada produksi film di Hollywood. Mnuchin antara lain ingin memangkas pajak untuk pelaku bisnis dan kelas menengah.
Foto: picture-alliance/AP Photo/C. Kaster
Menteri Perhubungan: Elaine Chao
Chao pernah tercatat sebagai perempuan berlatarbelakang Asia pertama yang terpilih dalam kabinet pemerintahan AS saat menjabat menteri tenaga kerja di era George W. Bush. Chao (69) yang bermigrasi dari Taiwan pada usia delapan pernah bekerja di sektor perbankan dan sebagai direktur Korps Perdamaian.
Foto: picture-alliance/AP Photo/C. Kaster
Menteri Luar Negeri?
Sepuluh nama diisukan masuk dalam nominasi calon menteri luar negeri AS di pemerintahan Trump. Selain bekas capres Mitt Romney yang menyebut kandidat Partai Republik itu sebagai "tukang tipu" selama masa kampanye, Trump juga mempertimbangkan pensiunan jendral David Patreus, bekas kepala komando AS di Irak dan Afghanistan serta Rudy Giuliani, bekas gubernur New York.