1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikMyanmar

Jaksa ICC Tuntut Penahanan Kepala Junta Myanmar

28 November 2024

Jaksa Agung Mahkamah Pidana Internasional mengajukan permohonan surat perintah penangkapan terhadap kepala junta militer Myanmar atas kejahatan yang dilakukan terhadap minoritas Muslim Rohingya.

Min Aung Hlain
Jendral Min Aung HlainFoto: Aung Shine Oo/AP Images/picture alliance

Catatan kelam ditorehkan Jenderal Senior Min Aung Hlaing saat mengkudeta pemerintahan demokratis di Myanmar pada tahun 2021. Dia dituduh melakukan kejahatan kemanusiaan terhadap etnis Rohingya.

Sejak itu, hampir satu juta warga Rohingya mengungsi ke negara tetangga Bangladesh. Di negara bagian Rakhine, militer Myanmar diyakini melakukan kampanye pembersihan etnis yang melibatkan pemerkosaan massal, pembunuhan, dan pembakaran rumah.

Jaksa Agung ICC, Karim Khan, mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa dirinya bermaksud untuk meminta perintah penangkapan bagi pemimpin lain junta di Myanmar. "Dengan ini, kita menunjukkan bersama dengan semua mitra, bahwa Rohingya tidak dilupakan. Bahwa mereka, seperti semua orang di seluruh dunia, berhak atas perlindungan hukum," kata pengacara Inggris itu.

Tuduhan tersebut berasal dari kampanye kontrapemberontakan yang dimulai oleh militer Myanmar pada bulan Agustus 2017 sebagai tanggapan atas gerakan separatisme sejumlah kelompok bersenjata.

Reporting and dialogue on forced migration in Asia

02:14

This browser does not support the video element.

Kuat bukti genosida

Min Aung Hlaing, yang mengepalai Badan Pertahanan Myanmar, disebut telah memerintahkan angkatan bersenjata Myanmar, atau Tatmadaw, serta polisi nasional untuk menyerang warga sipil Rohingya.

Khan berada di Bangladesh tempat dia bertemu dengan anggota populasi Rohingya yang mengungsi. Sekitar 1 juta warga Rohingya yang mayoritas Muslim tinggal di Bangladesh sebagai pengungsi dari Myanmar, termasuk sekitar 740.000 orang yang melarikan diri pada tahun 2017.

Kelompok hak asasi manusia memuji langkah jaksa ICC. Situasi yang dihadapi etnis Rohingya dinilai kurang mendapat sorotan karena besarnya perhatian kepada konflik di Ukraina dan Gaza.

"Keputusan jaksa ICC untuk mengajukan surat perintah terhadap Jenderal Senior Min Aung Hlaing muncul di tengah kekejaman baru terhadap warga sipil Rohingya yang menggemakan apa yang mereka alami tujuh tahun lalu. Tindakan ICC merupakan langkah penting untuk memutus siklus pelanggaran dan impunitas," kata Maria Elena Vignoli, penasihat hukum internasional senior di Human Rights Watch.

Zin Mar Aung, menteri luar negeri untuk Pemerintah Persatuan Nasional Myanmar, NUG, mengatakan di platform media sosial X bahwa hakim ICC harus "segera mengeluarkan surat perintah" dan bahwa pemerintah harus "bertindak dan menegakkan surat perintah ini untuk menegakkan keadilan dan hukum internasional." Dia mengunggah bahwa tindakan ICC "mewakili momen kritis dalam sejarah Myanmar."

NUG adalah pemerintahan bayangan di Myanmar yang dibentuk setelah kudeta oleh anggota parlemen dan pemerintahan demokratis .

New push for Myanmar peace plan at ASEAN summit

04:01

This browser does not support the video element.

Proses yang makan waktu

Rezim militer Myanmar mengeluarkan pernyataan singkat yang menolak gugatan tersebut, dengan menyatakan bahwa Myanmar tidak tergabung dengan ICC dan bersikeras bahwa junta militer mempraktikkan kebijakan "hidup berdampingan secara damai."

Permintaan Khan sekarang diajukan ke panel yang terdiri dari tiga hakim yang akan mempertimbangkan bukti yang diberikan dan menentukan apakah surat perintah harus dikeluarkan. Tidak ada batas waktu untuk keputusan.

Sebagai perbandingan, permintaan surat perintah penangkapan untuk Presiden Rusia Vladimir Putin memakan waktu kurang dari tiga minggu pada tahun 2023. Namun, surat perintah untuk Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, mantan menteri pertahanannya, dan kepala militer Hamas membutuhkan waktu lebih dari enam bulan untuk dikeluarkan.

Pengungsi Rohingya di kamp-kamp yang luas di distrik Cox's Bazar, Bangladesh, menyambut baik berita dari Den Haag. "Kami, seluruh warga Rohingya, sangat gembira, dan saya pribadi sangat gembira mendengar permohonan yang dikirimkan kepada para hakim karena pemerintah militer Myanmar telah menyiksa kami selama sekitar 75 tahun, memaksa kami meninggalkan tanah kelahiran kami di Arakan," kata Zahid Hossain, 53.

rzn/hp (ap,rtr)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait