Setelah kematian suaminya, mereka harus menghadapi kemiskinan dan pengucilan sosial. Banyak dari mereka menganggap hidup telah berakhir sebelum benar-benar dimulai.
Iklan
Ketika Gulghotay menerima kabar kematian suaminya, dunia bagaikan kiamat baginya. Mereka baru menikah tiga bulan dan sekarang sang suami tiba-tiba meninggal, tewas dalam satu serangan bom bunuh diri. Perempuan muda berusia 22 tahun ini tinggal di bagian timur Provinsi Maidan-Wardak. Gulghotay tengah sibuk dengan pekerjaan rumah tangga, saat di provinsi tetangga, Ghazni, sebuah bom meledak di luar kantor polisi, menewaskan dua orang. Tujuh orang dilarikan ke rumah sakit, termasuk suami Gulghotay. Ia meninggal tidak lama kemudian akibat luka-luka yang dideritanya.
Gulghotay tidak ingin hidup sebagai janda. Ia tidak melihat jalan keluar lain, selain berusaha mengakhiri hidupnya sendiri, dikatakan saudara laki-lakinya, Mohammad Azim. “Gulghotay berada di rumah dengan seorang perempuan lain dan memintanya untuk menjaga lampu, karena ia ingin mencari sesuatu di lemari. Ia menemukan botol asam, membukanya dan meminumnya. Untungnya, ada perempuan tersebut di sana, yang dengan cepat membawa Gulghotay ke rumah sakit.”
Gulghotay mengalami syok, dikatakan Azim. Ia menjalani kehidupan yang bahagia dengan mendiang suaminya, yang bekerja sebagai tukang bangunan. Sekarang Mohammad Azim merasa khawatir dengan masa depan adiknya.
5 Negara Paling Berbahaya bagi Perempuan
Ancaman kesehatan, kekerasan seksual dan perbudakan harus dihadapi perempuan di banyak negara. Ini lima negara yang paling berbahaya menurut Thompson Reuters Foundation dan Foundation for Sustainable Development.
Afghanistan
Sejak kecil hidup adalah perjuangan bagi anak perempuan Afghanistan. 87% dibiarkan buta huruf, dan 70-80% dipaksa menikah. Punya keluarga juga jadi tantangan besar. Jumlah kematian perempuan ketika hamil dan 42 hari setelah keguguran mencapai 400 dari 100.000 (untuk bandingan: di Inggris hanya 8). Di samping itu tingkat KDRT sangat tinggi. Foto: perempuan sedang menunggu layanan medis di Kabul.
Foto: picture alliance/Ton Koene
Republik Demokratik Kongo
Kongo adalah salah satu negara dengan tingkat kekerasan bermotif seksual paling tinggi di dunia. American Journal of Public Health memperkirakan, 1.150 perempuan diperkosa tiap hari di negara ini, yang berarti 420.000 per tahun. Kondisi kesehatan perempuan juga sangat buruk, 57% perempuan hamil dinyatakan menderita anemia, atau kekurangan sel darah merah.
Foto: Phil Moore/AFP/Getty Images
Pakistan
Banyak praktek budaya dan agama di Pakistan jadi ancaman bagi perempuan, terutama nikah paksa, serangan air keras, hukum rajam. Menurut Komisi HAM Pakistan, per tahun lebih dari 1.000 anak dan perempuan jadi korban pembunuhan demi kehormatan. 90% alami kekerasan domestik. Foto: protes 29 Mei 2014 atas pembunuhan wanita hamil Farzana Parveen oleh keluarganya, karena kawin dengan pria pilihannya.
Foto: AAMIR QURESHI/AFP/Getty Images
India
Walaupun jadi negara demokrasi terbesar di dunia, contoh mengejutkan seperti pemerkosaan massal serta pembunuhan korban perkosaan menunjukkan, India bisa jadi tempat sangat berbahaya bagi perempuan. Peneliti memperkirakan, sekitar 50 juta kasus pembunuhan anak atau janin terjadi dalam tiga dekade terakhir. Jumlah anak yang dipaksa menikah dan penjualan manusia juga jadi ancaman besar.
Foto: Chandan Khanna/AFP/Getty Images
Somalia
Tingkat kematian perempuan saat mengandung, perkosaan, mutilasi genital dan kawin paksa sudah jadi masalah sehari-hari perempuan Somalia. Negara ini dianggap tidak punya hukum dan ketertiban. 95% perempuan Somalia menghadapi mutilasi genital pada usia sekitar 4-11 tahun. Dalam usia melahirkan, hanya sekitar 9% perempuan dapat melahirkan dengan fasilitas medis memadai.
Foto: Reuters
5 foto1 | 5
Tingginya Jumlah Janda
Bukan hanya Gulghotay yang mengalami syok karena tiba-tiba menjadi janda. Dalam tiga dekade terakhir banyak perempuan yang kehilangan suami atau anggota keluarga lelaki mereka akibat perang. Menurut perkiraan organisasi kemanusiaan, di Afghanistan terdapat sekitar 2,5 juta janda, sekitar delapan persen dari jumlah penduduk Afghanistan. Sebagian besar dari mereka masih berusia relatif muda dan tidak bisa membaca ataupun menulis.
Di Afghanistan, kaum perempuan tergantung pada suami mereka di semua bidang kemasyarakatan. Bagi mereka, kehilangan suami merupakan bencana. Dan banyak dari mereka mengambil jalan seperti yang ditempuh Gulghotay, mencoba untuk mengakhiri hidup mereka.
Mohammad Hemat, dokter kepala di rumah sakit di Ghazni, mengatakan, setiap minggunya rumah sakit menerima 2-3 perempuan yang meminum cairan mematikan. Tidak semua dari mereka bisa diselamatkan. “Biasanya alasan psikologis dan masalah keluarga yang menyebabkan beberapa perempuan tidak mampu lagi menanggung tekanan.”
Pembantaian Senyap Bayi Perempuan India
Seperlima dari 2,6 juta kasus keguguran kandungan di dunia terjadi di India. Fenomena itu dipicu oleh perilaku calon ibu yang gemar mengkonsumsi obat seleksi kelamin untuk mencegah kelahiran bayi perempuan
Foto: AP
Ketimpangan Gender
Seleksi kelamin dan aborsi selektif membuahkan rasio jender yang timpang di India. Menurut sensus penduduk teranyar 2011 silam, untuk setiap 1000 bocah laki-laki yang berusia hingga enam tahun, cuma terdapat 914 bocah perempuan. Di beberapa wilayah ketimpangannya bahkan lebih parah.
Foto: picture-alliance/dpa/M. F. Calvert
Hormon Pembunuh
Penggunaan obat seleksi kelamin alias SSD memicu tingginya angka keguguran kandungan. Obat-obatan yang dijual seharga 3 hingga 50 Dollar AS itu mengandung Phytoestrogens, sejenis hormon Estrogen, dalam dosis tinggi melewati batas aman. Menurut ilmuwan, hormon asing itu menggandakan potensi kerusakan dan gangguan pertumbuhan pada janin.
Foto: imago/Chromorange
Pertumbuhan Terhalang
SSD biasanya dikonsumsi selama masa kehamilan antara enam hingga sepuluh minggu ketika berbagai jenis organ pada janin mulai terbentuk. Gangguan pada masa kritis tersebut bisa berdampak fatal, terutama pada pertumbuhan organ reproduksi janin.
Foto: Getty Images/AFP/N. Nanu
Obsesi Jenis Kelamin
Diperkirakan sekitar 60% ibu di India yang memiliki anak pertama perempuan mengkonsumsi obat seleksi kelamin (SSD) untuk kandungan kedua. Menurut studi Public Health Foundation of India (PHFI), satu dari lima calon ibu yang mengkonsumsi SSD mengalami keguguran. Alasan yang sama berlaku buat seperempat ibu yang melahirkan bayi cacat.
Foto: Reuters/M. Mukherjee
Gendersida Mengakar
Studi PHFI juga menunjukkan penggunaan SSD tercatat pada calon ibu dari berbagai latar belakang perekonomian dan pendidikan. Fenomena tersebut tidak terbatas hanya pada masyarakat pedesaan saja. Sebuah studi yang dipublikasikan di jurnal ilmiah Lancet 2011 silam mencatat hingga 12 juta janin perempuan digugurkan antara tahun 1980 dan 2010.
Foto: Reuters/M. Mukherjee
Hak Hidup Janin
Sejak tahun lalu Perdana Menteri Narendra Modi melancarkan kampanye nasional untuk memerangi seleksi kelamin janin. Pemerintah antara lain memperketat larangan aborsi selektif dan praktik diagnosa janin perempuan. Sejak itu aparat pemerintah telah melakukan 35 razia terhadap penjual SSD dan dokter dalam 17 bulan terakhir.
Foto: Getty Images/AFP/D. Sarkar
Stigma Sosial
“Angka permintaan terhadap bayi laki-laki di masyarakat sedemikian tinggi, sehingga hukum dan perundang-undangan tidak akan banyak mengubah situasinya. Orang akan selalu bisa menemukan cara," kata Dr. Varun Aora dari Institut Ilmu Kedokteran di Rohtak kepada Guardian. "Tidak ada yang bisa dilakukan buat mengubah cara berpikir orang," imbuhnya.
Foto: AP
Hantu Masa Lalu
Masyarakat India masih mengemban tradisi kuno yang memprioritaskan laki-laki. Struktur sosial juga cenderung merugikan kaum hawa. Pengantin perempuan misalnya harus membayar mahar kepada keluarga pria. Selain itu anak perempuan jarang mendapat warisan tanah, meski India telah menggariskan persamaan hak waris antara jender sejak tahun 2005. Sebab itu anak perempuan dinilai mahal dan merugikan.
Foto: AP
Timpang di Negeri Jiran
Selain India, Cina juga memiliki masalah serius seleksi jender. Sensus tahun 2014 menunjukkan terdapat 116 laki-laki untuk setiap 100 perempuan. Saat ini tercatat Cina memiliki 33 juta laki-laki lebih banyak ketimbang perempuan. Selain kebijakan satu anak, penyebab lainnya adalah struktur sosial yang kerap menganaktirikan perempuan.
Foto: Mark Ralston/AFP/Getty Images
9 foto1 | 9
Tanpa Hak
Gulghotay masih beruntung, kesehatannya kembali pulih. Namun sebagai seorang janda di Afghanistan jalan yang sulit berada di hadapannya. Sangat tidak mungkin bahwa ia akan kembali menemukan seorang suami baru. Dalam tradisi di Afghanistan, seorang janda akan dinikahkan dengan iparnya.
Di negara, di mana masa depan seorang istri tergantung kepada suaminya, para janda diterlantarkan tanpa hak dan menghadapi banyak kesulitan.”Misalnya di sebuah rumah penampungan perempuan, seorang janda mendapat perlakuan semena-mena dan diperkosa oleh ayah dan iparnya,“ dilaporkan Wazhma Frogh, seorang aktivis yang memperjuangkan hak bagi perempuan. “Setelah kematian suami, seorang perempuan kehilangan identitas dan juga perlindungan sosialnya. Menghadapi situasi ini, banyak perempuan yang memilih untuk mati daripada terus hidup. Masyarakat hampir tidak menawarkan prospek kehidupan kepada seorang janda.“
Bertahan Hidup Melawan Kemiskinan
Shajan tidak tahu persis, bagaimana ia bisa meneruskan kehidupan. Ia tinggal di kota Jalalabad di timur Afghanistan. Karena anak-anaknya lah yang membuat dirinya berusaha untuk terus hidup, dikatakan Shajan. Seperti banyak janda lainnya, setiap hari ia harus berjuang keras melawan kemiskinan.
Di Negara-negara Ini Jurang Antara Kaya - Miskin Amat Dalam
Indonesia di posisi keempat negara dengan tingkat kesenjangan tertinggi di dunia. Inilah laporan Global Wealth Report 2016 lembaga riset Credit Suisse yang meneliti jurang kesenjangan antara yang kaya dan yang miskin.
Foto: picture alliance/blickwinkel/McPHOTO
1. Rusia
Rusia tempati posisi pertama negara dengan ketimpangan ekonomi terbesar sejagad. Dalam penelitian Credit Suisse ditemukan 74,5% kekayaan negara dikuasai 1% orang-orang termakmur di negeri itu. Di negara ini terdapat sekitar 96 milyarder - total yang hanya dilampaui oleh Cina dengan 244 orang dan Amerika Serikat dengan 582 orang.
Foto: picture-alliance/dpa/RIA Novosti/A. Kudenko
2. India
India berada di posisi ke-2 negara yang kesenjangan ekonominya terbesar. 58,4% kekayaan dimiliki 1% orang terkaya. Kekayaan pribadi didominasi oleh properti & aset riil lainnya. Meski kekayaan perorangan telah meningkat di India, tidak semua orang mendapat bagian dari pertumbuhan ekonominya. 2260 orang diketahui memiliki kekayaan lebih dari US$ 50 juta dan 1.040 orang lebih dari US$ 100 juta.
Foto: DW/J. Akhtar
3. Thailand
Dalam laporan Global Wealth Report 2016 lembaga riset Credit Suisse, negara di Asia Tenggara ini berada di urutan ketiga negara ketimpangan ekonomi terbesar sedunia, dimana hanya satu persen orang terkaya yang menguasai 58 persen aset kekayaan di negara gajah putih ini.
Foto: picture-alliance/dpa/R. Yongrit
4. Indonesia
Kekayaan per orang meningkat 6 kali lipat selama periode 2000- 2016. Namun menurut standar internasional, kekayaan rata-rata orang di Indonesia masih rendah. Setengah aset kekayaan di Indonesia dikuasai hanya 1% orang terkaya. Kesenjangan antara yang kaya dan yang miskin di Indonesia mencapai 49%, yang menempatkan Indonesia di posisi keempat negara dengan tingkat kesenjangan tertinggi di dunia.
Foto: Getty Images/AFP/R. Gacad
5. Brazil
Untuk melindungi diri dari inflasi, banyak warga Brasil mempertahankan aset riil, khususnya dalam bentuk tanah. Kesenjangan pendapatan di negara ini berhubungan dengan ketidakmerataan akses pendidikan serta pembagian tajam antara sektor ekonomi formal dan informal. 47,9 persen kekayaan di negara ini hanya dimiliki satu persen kelompok orang paling tajir di negara ini.
Foto: DW/J.P. Bastien
6. Cina
Di Cina terdapat 1,6 juta jutawan. Negara ini paling banyak punya penduduk dengan kekayaan di atas US$ 50 juta dibanding negara manapun, kecuali Amerika Serikat. Namun ketimpangan ekonomi di negara tirai bambu ini tinggi yakni 43,8% kekayaannya dikuasai 1 persen orang terkaya. Ketimpangan ekonomi semakin tinggi sejak tahun 2000.
Foto: picture-alliance/dpa/M. Reynolds
7. Amerika Serikat
Perekonomian dan pasar keuangan AS terus membaik di tahun 2015 – 2016. Dibandingkan dengan banyak negara OECD lainnya, AS memiliki lebih banyak aktivitas ekonomi di sektor swasta dibanding publik. Jumlah individu dengan kekayaan di atas US% 50 juta enam kali lebih banyak dibanding Cina. Satu persen orang terkaya di negara adi daya ini menguasai aset kekayaan sebesar 42,1%.
Foto: picture alliance/U. Baumgarten
8. Afrika Selatan
Sejak tahun 2007 kemajuan ekonomi melambat. Namun pertumbuhan segera pulih dan rata-ratanya meningkat 9,4% per tahun sejak tahun 2010. Di negara ini, 41,9% kekayaaan negara dikendalikan oleh hanya satu persen total orang terkaya, yang menempatkan negara ini di posisi nomor 8 negara dengan tingkat kesenjangan tertinggi di dunia. Ed: ap/rzn(Credit Suisse/independent)
“Anak-anak saya masih kecil dan saya tidak punya suami, yang dapat mendukung dan membimbing saya. Jadi saya bekerja sebagai pembersih di sekolah,” dikatakan Shajan. Setiap bulan ia menerima upah sebesar 1.200 Afghani atau sekitar 200 ribu Rupiah. “Saya tidak punya pilihan lain kecuali pekerjaan ini. Tidak banyak pekerjaan bagi perempuan seperti saya. Saya berharap pemerintah akan membantu warga miskin, terutama para janda dan mereka yang membutuhkan perlindungan.”
“Pemerintah Tidak Berbuat Cukup”
Namun pemerintah Afghanistan tidak cukup memperhatikan para janda dan kondisi hukum dan sosial mereka yang memprihatinkan, demikian kritik Wazhma Frogh. “Misalnya, jika seorang polisi atau tentara tewas dalam perang, bukannya istri dan anak-anaknya yang mendapat uang bulanan, tapi ayahnya.”
Selain itu, seorang janda di Afghanistan dianggap sebagai pertanda buruk. Kehilangan suami dianggap kesialan. Karenanya, banyak warga Afghanistan menghindar dari para janda karena takut 'tertular sial.'
Banyak hal yang sulit yang masih harus dihadapi Gulghotaya. Ia akan bertahan hidup dan kembali pulih sehat. Namun seberapa besar pengorbanan yang akan harus ia bayar? Sekarang, keluarganya hanya berharap bahwa upaya bunuh diri yang telah ditempuh Gulghotaya merupakan yang terakhir.
Hukum Perkosaan di Berbagai Negara
Trauma berkepanjangan, hancurnya semangat hidup, bahkan berujung kematian, banyak kepahitan dialami korban perkosaan. Sudah saatnya semua negara memperbaiki perlindungan hukum terhadap korban kekerasan seksual.
Foto: Fotolia/Artem Furman
Jerman: No Means No
Tahun 2016 definisi perkosaan diperluas. Jika korban mengatakan 'TIDAK‘ terhadap aktivitas seksual, dan pihak lain tetap memaksa, maka pihka yang memaksa dapat diajukan ke pengadilan. Hukum Jerman sebelumnya terkait kekerasan seksual amat lemah. Sebuah kasus dianggap pemerkosaan hanya jika sang korban secara fisik mencoba melawan pelaku.
Foto: dapd
Perancis: Verbal pun Dapat Dihukum
Istilah "pemerkosaan" mencakup kegiatan seksual tanpa kesepakatan pihak yang terlibat atau adanya unsur pemaksaan. Pelanggar bisa mendapat ancaman vonis hingga 20 tahun penjara. Orang yang berulang kali secara verbal melecehkan orang lain secara seksual dapat dijatuhi vonis denda tinggi - atau bahkan hukuman penjara sampai dua tahun.
Foto: picture alliance/Denkou Images
Italia: Suami pun Bisa Dipenjara
Pada tahun 1996, Italia memperluas hukum kejahatan seks, mencakup pemaksaan aktivitas seksual dalam pernikahan. Ancaman bagi seseorang yang memaksa pasangannya berhubungan seks, sementara pasangannya menolak, bisa terancam hukuman 10 tahun penjara.
Foto: picture-alliance/dpa/M. Gambarini
Swiss: Penetrasi Vagina
Swiss membatasi definisi pemerkosaan dengan kegiatan penetrasi pada vagina. Serangan pelecehan seksual lainnya dapat dikategorikan sebagai pemaksaan seksual – jika korban menolak, baik secara fisik maupun verbal. Hukuman untuk semua pelanggaran bisa divonis hingga 10 tahun penjara. Sejak tahun 2014, perkosaan dalam pernikahan dapat dikenai hukuman.
Foto: Fotolia/Ambelrip
Swedia: Korban terpaksa karena takut
Di bawah hukum pidana Swedia, membuka paksa baju orang lain dapat dikenai hukuman hingga 2 tahun penjara. Eksploitasi seks terhadap orang dalam "kondisi tak berdaya," seperti tertidur atau di bawah pengaruh obat/alkohol, termasuk pemerkosaan. Sejak 2013, perkosaan juga termasuk serangan terhadap orang yang tidak menolak karena takut, hingga tercipta kesan terjadinya hubungan seks konsensual.
Foto: Fotolia/Gerhard Seybert
Amerika Serikat: Bahkan terjadi di kampus
Definisi kekerasan seksual bervariasi dari satu negara bagian ke negara bagian lain. Di Kalifornia, misalnya kedua pihak pasangan harus secara jelas menyetujui tindakan seksual, jika tak mau dianggap sebagai perkosaan. Aturan ini juga berlaku untuk mahasiswa di kampus-kampus, di mana dilaporkan meluasnya kekerasan seksual dalam beberapa tahun terakhir
Foto: Fotolia/Yuri Arcurs
Arab Saudi: Melapor malah dihukum
Negara ini menetapkan hukuman mati bagi pemerkosaan, meski masih sulit menjerat pelaku yang memperkosa istri mereka. Ironisnya perempuan yang melaporkan perkosaan malah bisa dihukum jika dianggap "aktif" berkontribusi dalam perkosaan. Misalnya, perempuan yang bertemu dengan laki-laki yang kemudian memperkosa mereka, dapat dihukum karena dianggap mau bertemu dengan lelaki itu.