1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Terorisme

Penarikan Pasukan Asing dari Afghanistan Picu Kecemasan

9 Juni 2021

Belasan ribu orang memohon visa ke berbagai negara Barat seperti AS dan Jerman, meski Taliban menjamin keamanan mereka setelah pasukan asing sepenuhnya hengkang dari Afghanistan.

Pangkalan udara AS di Afghanistan
Pangkalan udara AS di AfghanistanFoto: imago images

Proses penarikan pasukan Amerika Serikat (AS) dari Afghanistan yang menurut pemerintahan Presiden Joe Biden akan rampung pada 11 September 2021 mendatangkan kecemasan, utamanya dari perwakilan sandera dan pihak yang selama ini bekerja dengan tentara asing seperti penerjemah.

Para aktivis dari organisasi yang selama ini menjadi perwakilan bagi orang-orang Amerika yang disandera di luar negeri menyatakan kekhawatiran mereka bahwa penarikan militer AS dari Afghanistan akan mempersulit proses untuk membawa pulang tawanan dari negara itu.

Sebuah laporan tahunan oleh James W. Foley Legacy Foundation yang dirilis Rabu (09/06) menelisik kesungguhan upaya pemerintah AS untuk mengamankan pembebasan sandera dan tahanan di berbagai negara asing. Laporan ini berdasarkan pada wawancara dengan mantan sandera, tahanan, atau perwakilan dan kerabat mereka, serta pejabat militer dan pemerintahan pada masa ini dan era sebelumnya.

Laporan tersebut menunjukkan bahwa secara umum terdapat kepuasan dengan adanya perombakan kebijakan penyanderaan tahun 2015, yang mencakup pembentukan sel fusi pemulihan sandera yang dipimpin FBI dan penunjukan utusan Departemen Luar Negeri untuk urusan penyanderaan. Namun masih banyak kekhawatiran yang membayangi, utamanya sehubungan dengan proses pemulangan tentara AS dari Afghanistan.

"Akan lebih sulit menghasilkan (informasi) intelijen yang diperlukan untuk menemukan orang Amerika dan melakukan operasi penyelamatan bagi para sandera yang saat ini ditahan di daerah tersebut,” menurut laporan itu. 

Warga Afghanistan di Jalalabad panik dan mengantre token untuk bisa mendaftar visa ke Pakistan, foto diambil pada Oktober 2020.Foto: Parwiz/Reuters

Di antara para sandera yang masih ditahan yakni Mark Frerichs, seorang kontraktor dari Lombard, Illinois, yang menghilang pada Januari 2020 dan diyakini ditahan oleh jaringan Haqqani yang terkait dengan Taliban. Ada pula Paul Overby, penulis asal Amerika yang menghilang di Afghanistan pada 2014.

Laporan ini juga mengatakan bahwa berkurangnya kehadiran fisik tentara AS di negara itu dapat mengikis pengaruh yang diperlukan untuk membuat kemajuan dalam menyelesaikan kasus-kasus penyanderaan.

10 staf Halo Trust ditembak mati

Sementara itu pada hari Rabu (09/06) gerilyawan Taliban menembak mati 10 warga Afghanistan yang bekerja untuk sebuah organisasi pembersihan ranjau darat, Halo Trust.

Taliban membantah terlibat dalam serangan yang terjadi pada Selasa (08/06) malam di kamp pekerja di Provinsi Baghlan, sebelah utara negara itu tempat berlangsungnya pertempuran sengit dalam beberapa pekan terakhir.

"Taliban membawa mereka ke suatu ruangan dan menembaki mereka,” kata juru bicara polisi provinsi Jawed Basharat tentang serangan terhadap para pekerja Halo Trust. 

Halo Trust mengatakan dalam sebuah pernyataan sebuah bahwa "kelompok bersenjata tak dikenal” telah menyerang kamp dan menewaskan 10 orang stafnya. Sedikitnya 16 orang terluka dalam serangan itu. Ada 110 pekerja di kamp pada saat serangan itu, kata badan tersebut.

Hengkangnya semua pasukan operasi khusus AS dari Afghanistan memang dikhawatirkan akan mempersulit operasi kontraterorisme, termasuk pengumpulan intelijen tentang Al-Qaeda dan kelompok ekstremis lainnya.

Pemerintah AS telah mengatakan akan mempertahankan kehadiran Kedutaan Besar AS di sana. Namun ini akan menjadi lebih sulit jika kepergian militer menyebabkan runtuhnya pemerintahan Afghanistan yang sekarang berkuasa.

Jaminan dari Taliban

Sementara pihak Taliban telah meyakinkan warga Afghanistan yang bekerja dengan pasukan asing bahwa keselamatan mereka tidak akan diganggu. Taliban juga mengatakan kepada para pekerja ini untuk tidak meninggalkan negara itu dengan memproses aplikasi visa ke negara-negara Barat. Namun, sedikit yang merasa yakin dengan janji ini.

Pada Senin (07/06) kelompok tersebut mengatakan bahwa warga Afghanistan yang telah bekerja sebagai penerjemah atau dalam peran lain akan aman selama mereka "menunjukkan penyesalan” atas tindakan mereka di masa lalu. Mereka juga tidak boleh terlibat dalam kegiatan yang dianggap sebagai "pengkhianatan terhadap Islam dan negara.” 

Tetapi saat waktu terus berjalan menuju batas akhir penarikan pasukan pada 11 September, pertempuran dan pembunuhan terus meningkat di seluruh negeri, ribuan warga Afghanistan yang telah mengajukan visa untuk pergi pun semakin khawatir.

"Itu tidak lain dari hanyalah sebuah kebohongan, saya tidak percaya Taliban ... itu hanya upaya palsu untuk menunjukkan citra baik mereka kepada dunia,” kata Babakarkhel, yang meminta untuk diidentifikasi hanya dengan satu nama.

Dia mengatakan telah bekerja dengan pasukan AS di Afghanistan tenggara selama enam tahun. "Saya yakin mereka akan membunuh saya, mereka akan mencincang saya jika mereka menangkap saya besok,” ujar Babakarkhel sambil mengatakan bahwa Visanya sudah dalam proses selama dua tahun belakangan.

Penerjemah lain yang meminta diidentifikasi hanya dengan nama Khan pernah bekerja sebagai penerjemah untuk pasukan Jerman di Afghanistan utara. Ia telah mengajukan visa ke Jerman, mengatakan bahwa dia terus-menerus takut akan ancaman pembunuhan dari Taliban.

Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan kepada Komite Urusan Luar Negeri DPR AS pada hari Senin bahwa masih ada sekitar 18.000 pemohon Visa Imigran Khusus yang dirancang untuk mereka yang telah bekerja dengan pasukan dan badan pemerintah AS. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mempercepat prosesnya, ujar Blinken. Taliban tidak berkomentar atas kekhawatiran para penerjemah ini.

ae/hp (AP, Reuters)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait