1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Jatuhnya Partai Hijau Tanda Surutnya Gelora Iklim Kaum Muda?

14 Juni 2024

Pemilu Eropa tidak cuma menghasilkan badan legislatif yang didominasi partai-partai kanan, tetapi juga kejatuhan Partai Hijau dan tema perubahan iklim di mata pemilih muda. Kenapa demikian?

Para pemilih muda di Eropa
Pemilih muda pemilu parlemen EropaFoto: Thibault Savary/Le Pictorium/IMAGO

Pemilihan legislatif pada akhir pekan lalu menggeser Eropa semakin ke kanan. Keberhasilan Partai Alternatif für Deutschland (AfD), mengumpulkan suara terbanyak kedua di Jerman diyakini sebagai hukuman bagi pemerintah koalisi Jerman dan partai-partai mapan.

Dengan anjlok sebanyak delapan persen, Partai Hijau mengalami kekalahan terbesar dibandingkan pemilu Eropa tahun 2019 silam. Dalam hal ini, perubahan perilaku para pemilih muda dinilai sangat mencolok.

Enam belas persen dari kelompok usia 16 hingga 24 tahun memilih AfD, naik sekitar tiga kali lipat dibandingkan lima tahun lalu. Partai Hijau sebaliknya mencatatkan dukungan sebesar 11 persen dari kelompok umur yang sama, turun 23 poin persen dibandingkan tahun 2019.

Padahal, menurut survei independen yang dibiayai pemerintah pada 2023 lalu, perlindungan iklim merupakan agenda penting bagi delapan dari sepuluh orang berusia antara 14 dan 22 tahun di Jerman. Mengapa begitu banyak anak muda yang berpaling dari Partai Hijau setelah kesuksesan pemilu tahun 2019?

Terasingkan oleh politik iklim?

Matthias Jung dari "Elens Research Group,” sebuah lembaga penelitian pemilu di Jerman, juga menjelaskan kerugian besar yang dialami Partai Hijau akibat keterasingan beberapa pemilih inti, terutama di kalangan pendukung pasifis.

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

"Partai Hijau dibesarkan oleh kelompok pasifis, dan saat ini mereka adalah pendukung paling keras bantuan militer untuk Ukraina,” kata Jung.

Menurutnya, tema keamanan dan migrasi, menggeser isu perlindungan iklim dan lingkungan sebagai agenda prioritas. Perlindungan iklim "telah kehilangan arti penting di kalangan masyarakat secara keseluruhan dan oleh karena itu juga di antara semua kelompok umur," kata dia.

"Jadi, pertanyaan tentang iklim dan lingkungan tidak memainkan peran yang besar dalam situasi politik saat ini seperti yang biasa kita lihat beberapa waktu lalu. ," kata Jung.

Hasil survei pemerintah pada 2023 lalu juga menunjukkan sentimen serupa. Meski masih menjadi prioritas bagi kaum muda,  isu perlindungan iklim dan lingkungan hidup hanya menempati posisi ketujuh dalam isu-isu yang dianggap paling penting, di bawah  pendidikan dan layanan kesehatan, keadilan sosial, inflasi dan biaya hidup. Pada tahun 2019, topik tersebut masih menjadi prioritas utama dalam survei yang sama.

EU vote in Germany sees far-right AfD in second place

02:19

This browser does not support the video element.

Meskipun isu perlindungan lingkungan dan iklim masih penting bagi pemilih muda, itu belum tercermin dalam perilaku memilih. "Gerakan iklim telah kehilangan dukungan dalam beberapa tahun terakhir," kata Sebastian Koos, profesor sosiologi dan gerakan sosial di Universitas Konstanz.

Dalam situasi krisis saat ini, gerakan iklim berjuang untuk mendapatkan perhatian luas dan kesuksesan politik. "Agenda ini tidak berada dalam posisi yang mudah, terutama di kalangan anak muda,” kata Koos menambahkan.

Ketidakpuasan terhadap pemerintahan Partai Hijau

Sentimen tersebut menguat ketika pemerintahan Jerman yang terdiri dari Partai Liberal, Sosial Demokrat dan Partai Hijau didera perpecahan dan kebuntuan. Keputusan Mahkamah Konstitusi untuk membatasi utang nasional, misalnya, menciptakan kekurangan  anggaran senilai miliaran dolar untuk perlindungan iklim.

"Saya sangat kecewa dengan kebijakan pemerintah dan saya pikir ini bukan hanya saya, tapi seluruh generasi saya, karena kebijakan iklim diabaikan," kata Samira Ghandour, 19 tahun , aktivis gerakan pemuda Fridays For Future.

Bagi Aurélien Saussay, asisten profesor di London School of Economics, politik iklim telah gagal menjelaskan kepada masyarakat bahwa reformasi tidak harus mengarah pada standar hidup yang lebih buruk dan biaya yang lebih tinggi.

Dia mencontohkan regulasi baru di Jerman yang mewajibkan pergantian pemanas dengan teknologi yang lebih hemat energi di masa depan. Meski masuk akal dari sudut pandang ekonomi dan lingkungan, penerapannya justru menimbulkan bencana," kata Saussay.

Undang-undang tersebut dianggap tidak adil, "dan menimbulkan penolakan keras karena dianggap sebagai undang-undang yang mewajibkan investasi bernilai besar kepada rumah tangga yang belum tentu mampu," kata Saussay.

Protes radikal asingkan pemilih muda?

Menurut survei tahun 2023 oleh pemerintah Jerman, lebih dari 60 persen generasi muda berpendapat aktivis iklim menyebarkan kepanikan berlebihan dengan aksi-aksinya.

Menurut Angelika Gellrich dari Badan Lingkungan Hidup Federal, angkanyai meningkat hampir dua kali lipat sejak tahun 2021. Lebih dari 80 persen anak muda yang disurvei menilai berlebihan aksi protes radikal seperti merusak properti atau memblokir jalan.

Terlihat jelas, "bahwa pesan para aktivis justru gagal dipahami, dan kaum muda tidak menganggap protes radikal sebagai cara yang tepat untuk memenangkan hati masyarakat."

Ghandour, yang merupakan pemilih pertama kali dari Fridays for Future, sebaliknya tidak percaya bahwa pemblokiran bandara atau jalan secara damai telah merusak reputasi gerakan iklim.

Namun dia dapat memahami mengapa orang menganggap protes radikal bermasalah. "Ini juga alasan mengapa saya mengambil bagian dalam Fridays for Future dan bukan yang lain, karena saya percaya bahwa protes massal yang damai masih merupakan bentuk terbaik untuk memobilisasi masyarakat sipil.”

rzn/as

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait

Topik terkait

Tampilkan liputan lainnya