Jelang Pertemuan WHO, Media Cina Kecilkan Keparahan COVID-19
3 Januari 2023Keputusan pemerintah Cina melonggarkan pembatasan COVID-19 pada 7 Desember 2022, ditambah minimnya keakuratan data kasus infeksi dan angka kematian telah mendapat sorotan di dalam dan luar negeri. Beberapa negara bahkan telah memberlakukan pembatasan perjalanan untuk pendatang dari Cina.
Merebaknya virus corona yang sebagian besar tidak terkendali juga mengakibatkan terjadinya lonjakan permintaan untuk layanan rumah duka. Pakar kesehatan internasional bahkan memperkirakan setidaknya satu juta kematian terjadi di negara itu tahun ini.
Cina melaporkan tiga kematian akibat COVID-19 pada hari Senin (02/01), bertambah satu kematian dari hari Minggu (01/01). Angka resmi kematian sejak pandemi kembali bertambah, dan kini sudah mencapai 5.253 jiwa.
Dalam sebuah artikel pada hari Selasa (03/01), People's Daily, surat kabar resmi Partai Komunis, mengutip beberapa pakar Cina yang mengatakan penyakit yang disebabkan oleh virus itu relatif ringan bagi sebagian besar orang.
"Penyakit parah dan kritis mencapai 3% hingga 4% dari pasien yang terinfeksi yang saat ini dirawat di rumah sakit yang ditunjuk di Beijing," Tong Zhaohui, Wakil Presiden Rumah Sakit Chaoyang Beijing, mengatakan kepada surat kabar itu.
Kang Yan, Kepala Rumah Sakit Tianfu Cina Barat Universitas Sichuan, mengatakan bahwa dalam tiga minggu terakhir, total 46 pasien yang sakit kritis telah dirawat di unit perawatan intensif, terhitung sekitar 1% dari infeksi bergejala.
Sementara lebih dari 80% dari mereka yang tinggal di provinsi Sichuan barat daya telah terinfeksi, kata otoritas kesehatan setempat.
Ilmuwan Cina diminta jelaskan details virus
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada pekan lalu mendesak pejabat kesehatan Cina untuk secara rutin membagikan informasi spesifik dan real time tentang situasi COVID-19.
Badan tersebut juga telah mengundang para ilmuwan Cina untuk mempresentasikan data terperinci tentang mutasi virus pada pertemuan kelompok penasihat teknis yang dijadwalkan pada hari Selasa (03/01).
Cina diharapkan bisa memberikan informasi lebih banyak terkait data pengurutan genetik, data rawat inap, kematian, dan vaksinasi.
Tawaran Uni Eropa
Sementara itu, Uni Eropa telah menawarkan vaksin COVID-19 gratis ke Cina untuk membantu mengatasi wabah tersebut, demikian laporan Financial Times, pada hari Selasa (03/01).
Pejabat kesehatan pemerintah UE akan mengadakan pembicaraan pada hari Rabu (04/01) tentang tanggapan terkoordinasi terhadap wabah Cina, kata kepresidenan UE Swedia pada hari Senin (02/01).
Sementara Amerika Serikat, Prancis, Australia, India, dan beberapa negara lainnya telah memutuskan akan mewajibkan tes COVID-19 pada pendatang dari Cina, sedangkan Belgia mengatakan akan menguji air limbah dari pesawat dari Cina untuk varian baru COVID-19.
Cina telah menolak kritik terhadap data COVID-nya dan media pemerintahnya menyebut pembatasan baru itu "diskriminatif". Para pejabat pemerintahan juga menganggap sepele risiko varian baru dengan mengatakan setiap mutasi baru mungkin lebih menular, tetapi tidak menyebabkan penyakit yang parah.
Kekhawatiran ekonomi
Ketika virus menyebar, masyarakat di seluruh Cina jatuh sakit, meningkatkan kekhawatiran tentang prospek pertumbuhan ekonomi terbesar kedua di dunia yang membebani saham Asia.
Data pada hari Selasa (03/01) menunjukkan aktivitas pabrik Cina menyusut, jauh di bawah target pada Desember lalu, karena gelombang virus corona mengganggu proses produksi.
Tingginya infeksi di Cina dalam beberapa bulan ke depan kemungkinan akan semakin memukul perekonomian negara itu pada tahun ini dan menyeret pertumbuhan global, kata Kepala Dana Moneter Internasional, Kristalina Georgieva.
"Cina sedang memasuki minggu-minggu pandemi yang paling berbahaya," analis di Capital Economics memperingatkan.
"Pihak berwenang sekarang hampir tidak melakukan upaya untuk memperlambat penyebaran infeksi dan dengan dimulainya migrasi menjelang Tahun Baru Imlek, provinsi mana pun yang saat ini tidak berada dalam gelombang COVID besar akan segera terjadi."
Data mobilitas menunjukkan bahwa aktivitas ekonomi tertekan secara nasional dan kemungkinan akan tetap demikian sampai gelombang infeksi mulai mereda, tambah mereka.
ha/gtp (Reuters)