Jepang akan kembali memburu paus untuk kebutuhan komersial mulai Juli 2019 dan keluar dari IWC. Pemerintah di Tokyo berargumen, konsumsi daging paus adalah bagian dari budaya.
Iklan
Jepang sudah mengajukan pengunduran diri dari International Whaling Commision (IWC) atau Komisi Perpausan Internasional. ‘‘Perburuan paus akan diberlakukan kembali Juli 2019 mendatang, namun hanya terbatas di wilayah teritorial laut dan zona ekonomi ekslusif Jepang. Kami tidak akan melakukan perburuan di perairan Antartika atau di belahan bumi bagian selatan‘‘ ujar Yoshihide Suga juru bicara pemerintah Jepang.
Paus Hidup Lebih Menguntungkan Buat Pariwisata
03:43
Pemerintah Jepang telah berupaya meyakinkan IWC untuk memperbolehkan perburuan paus secara komersial, namun usul ini ditolak IWC September lalu. Konsekuensi dari penolakan itu, Tokyo akan keluar dari keanggotaan IWC. Jepang adalah kontibutor finansial terbesar dalam IWC. Kini IWC pun harus mencari mencari pengganti nya.
Jepang kini bergabung dengan Islandia dan Norwegia, yang sudah terlebih dulu menolak moratorium perburuan paus yang ditetapkan IWC.
Perburuan terhadap ikan paus masih marak terjadi, meski sejak 1986 ada moratorium yang melarang penangakapan ikan paus untuk kebutuhan komersil.
Foto: picture-alliance/Robert Harding
Ikan paus yang diburu
Penangkapan paus belum menjadi bagian masa lalu. Walau pemburuan terhadap mamalia laut yang terancam punah ini dilarang sejak 1986, pemburu paus dari Norwegia, Islandia, dan Jepang terus melakukannya. Argumen pihak Jepang adalah pemburuan tersebut membantu penelitian ilmiah.
Foto: picture-alliance/dpa
Terancam punah
Sejak larangan penangkapan, banyak spesies paus jumlahnya menjadi stabil. Namun, Paus Biru, Paus Sirip, Paus Sei, Paus Sikat Selatan, dan Paus Sperma masih terancam keberadaannya. Paus adalah hewan mamalia dan panjangnya bisa mencapai 33 meter dan berat 190 ton. Hewan ini adalah salah satu hewan terbesar di bumi.
Foto: DW
Tradisi Jepang
Daging ikan paus sejak lama menjadi makanan orang Jepang. Khususnya tidak lama setelah perang dunia kedua, warga banyak mengkonsumsi daging ikan paus. Kantin-kantin sekolah dan kantor memilih daging paus karena lebih murah dari daging sapi. Tapi kini, hanya satu persen daging di Jepang yang berasal dari paus.
Foto: gemeinfrei
Makanan anjing
7.000 ton daging paus menumpuk di ruang pendingin di Jepang. Karena daging Paus Sirip tidak menemukan pembeli, sebuah perusahaan Jepang mengolahnya menjadi makanan anjing. Kini perusahaan tersebut mengumumkan untuk tidak lagi memproduksi makanan anjing dari daging paus. Protes dari organisasi perlindungan hewan internasional terlalu besar.
Foto: picture-alliance/dpa
Tidak peduli tekanan internasional
Banyak warga Jepang yang mendukung penangkapan paus dan memaki aksi para aktivis lingkungan. Mereka misalnya menyebut Greenpeace sebagai teroris lingkungan. Tekanan dunia internasional tidak dipedulikan. Bagi pemerintah Jepang ini urusan mahal. Dalam 25 tahun terakhir, penangkapan paus mendapat subsidi tahunan sebesar 6,3 juta Euro. .
Foto: picture-alliance/ dpa
Bukan kasus tunggal
Islandia dan Norwegia juga masih secara resmi melakukan penangkapan paus. Mereka mengajukan keberatan atas moratorium tahun 1986 dan merasa tidak terikat dengan larangan tersebut.
Foto: picture-alliance / dpa
Penangkapan paus yang diijinkan
Suku asli seperti Chukchi atau Inuit di Kanada mendapat ijin resmi untuk memburu ikan paus, selama tidak memperdagangkan produknya tersebut. Bagi mereka, pemburuan paus adalah tradisi yang sudah berjalan selama berabad-abad. Mamalia laut ini memberikan daging, minyak dan tulang bagi suku asli tersebut.
Foto: picture-alliance/empics
Greenpeace dan Sea Shepherd
Dilarangnya penangkapan paus juga berkat dukungan organisasi-organisasi lingkungan. Selama puluhan tahun mereka menggelar aksi spektakuler yang menarik perhatian massa akan pemburuan paus. Organisasi Sea Shepherd dikenal atas sikap yang kontroversial dan agresif dalam melindungi raksasa laut tersebut.
Foto: cc by John Guano sa 2.0
Whale Watching
Banyak negara yang dulunya melakukan penangkapan paus, kini menjalankan bisnis dengan Whale Watching atau menonton paus. Beberapa pengamat paus di Jepang dan Norwegia dulunya adalah penangkap paus. Kini mereka membagi pengetahuannya dengan para turis. Semakin banyak warga Jepang yang ingin hewan tersebut hidup di lautan bebas dibandingkan sebagai sajian di atas piring.
Foto: picture-alliance/Robert Harding
9 foto1 | 9
Mesti menuai kritik internasional, pemerintah Jepang berargumen bahwa paus yang diburu bukanlah paus yang terancam punah, lagipula memakan daging paus dianggap melestarikan kultur.
‘‘Pemerintah Jepang akan mengumumkan pengunduran diri dari IWC pada akhir tahun 2018, untuk menghindari sorotan media Internasional, tapi dunia akan tetap mengetahuinya,‘‘ ujar Sam Annesley direktur eksekutif Greenpeace Jepang ‚‘‘ Annesley menegaskan. seharusnya pemerintah mendorong konservasi ekosistem laut, bukan malah kembali memburu paus.‘‘
Kritik juga dilontarkan Perdana Menteri Selandia Baru, Winston Peters, ‘‘Berburu paus adalah praktik yang tidak lagi relevan dan penting. Kami berharap Jepang bisa menimbang kembali keputusan ini dan menghentikan penangkapan paus secara komersial untuk meningkatkan perlindungan terhadap ekosistem laut.‘‘
Menteri Luar Negeri Australia, Marise Payne beserta menteri lingkungan hidup, Melissa Price, turut mengungkapkan kekecewaannya terhadap keputusan Jepang. ''Australia tegas menentang segala bentuk pemburuan paus baik untuk tujuan komersial maupun untuk tujuan penelitian.''
Jepang Mulai Musim Perburuan Paus
Musim panas di belahan selatan dunia, musim perburuan paus oleh armada kapal nelayan Jepang di kawasan Antartika juga dimulai. Perburuan paus komersial dilarang, tapi Jepang berkilah, itu untuk penelitian ilmiah.
Foto: picture-alliance/AP Photo
Kedatangan dirahasiakan
Tanggal kedatangan armada kapal penangkap paus selalu dirahasiakan. Kantor berita Kyodo melaporkan, tindakan itu terkait kecemasan dinas perikanan Jepang atas aksi protes sebagian secara radikal dari kelompok anti penangkapan paus seperti Sea Shepherd.
Foto: picture-alliance/dpa/F. Robichon
Armada Pemburu Angkat Sauh
Armada tiga kapal penangkap ikan diberangkatkan dari pelabuhan Shimonoseki awal bulan Desember. Tujuannya: perairan sekitar kutub selatan, kawasan perburuan paus tahunan. Jepang berencana membunuh 1.000 paus pada musim panas ini di belahan selatan bumi. Alasannya, penelitian ilmiah, tapi realitanya, semua daging paus akan mendarat di pasar ikan dan restoran.
Foto: picture-alliance/dpa
Kapal Pabrik
Armada dua kapal pemburu dan satu kapal pengintai itu, akan bergabung dengan kapal pabrik pengolah daging paus Nisshin Maru. Target perburuan : 935 paus kerdil dan 50 paus raksasa di kawasan Antartika. Musim perburuan paus berakhir bulan Maret.
Foto: picture-alliance/dpa
Bentrokan di Laut Lepas
Musim perburuan Paus tahun lalu, armada Jepang mencatat rekor terendah 103 paus kerdil. Penyebabnya, sebagian karena cuaca buruk dan badai, dan sebagian lagi karena gangguan para aktivis anti perburuan paus Sea Shepherd. Para aktivis melemparkan bom berbau busuk ke kapal penangkap paus, yang membalas dengan semprotan meriam air.
Foto: cc-by-nc-sa3.0/guano
Pemburu dan Buruan
Kelompok pelestari lingkungan Greenpeace dan Sea Shepherd, dalam beberapa tahun terakhir terus aktif membuntuti armada kapal penangkap paus Jepang di kawasan perairan kutub selatan. Aksi protes kelompok ini menarik perhatian internasional terhadap praktek perburuan paus komersial dan sekaligus memicu kecaman dari pemburu paus, yang menuduh aktivis membahayakan jiwa manusia.
Foto: GREG WOOD/AFP/Getty Images
Celah Aturan
Perburuan mamalia laut raksasa ini telah dilarang sejak 1986. Tapi aturan mengizinkan perburuan untuk tujuan ilmiah dan riset. Celah hukum inilah yang dimanfaatkan Jepang, untuk terus melakukan perburuan paus. Walaupun populasi paus kini kembali stabil, beberapa jenis tetap terancam musnah.
Foto: picture-alliance/dpa
Konsumsi Daging Paus Turun
Konsumsi daging paus jadi bagian tradisi Jepang selama beberapa abad. Sesaat setelah berakhirnya Perang Dunia II, daging lain langka, daging paus jadi salah satu makanan utama di Jepang. Sekarang, konsumsi daging paus turun drastis, dan hanya memainkan peranan kecil dalam menu makanan sehari-hari. Tambahan lagi, ada gerakan kuat di kalangan warga Jepang sendiri, menentang perburuan paus.
Foto: Toshifumi Kitamura/AFP/Getty Images
Perang di Laut dan di Pengadilan
Beberapa aktivis Sea Shepherd Conservation Society, seperti Paul Watson diajukan ke pengadilan terkait aksinya memprotes perburan paus. Tapi di sisi lain, negara seperti Australia juga menggugat Jepang ke mahkamah internasional PBB, dengan dakwaan menyalahgunakan celah hukum untuk perburuan paus secara komersial. Australia berharap mahkamah internasional melarang perburuan paus di musim ini.
Foto: picture-alliance/AP Photo
8 foto1 | 8
Perburuan Paus dan Tradisi Jepang
Asosiasi perburuan paus Jepang mengungkap perburuan mamalia laut itu telah dimulai pada abad ke 12. Perburuan terus berlanjut, hingga tahun 1906 dengan membangun basis perburuan paus modern di Ayukawa, Miyagi.
Moratorium perburuan paus adalah bahasan yang sangat alot di Jepang jika dibanding kebijakan politik lainnya. Mayoritas kaum konservatif di pemerintahan, termasuk Perdana Menteri Shinzo Abe mendukung perburuan paus dengan alasan perburuan dan konsumsi daging paus adalah tradisi penting di Jepang. Dengan penarikan diri dari IWC jepang akan ‘‘mewariskan kultur berburu paus ke generasi selanjutnya‘‘ jelas Suga.
Setelah perang dunia kedua, Jepang menghadapi kondisi sulit dalam pemulihan negara, di saat inilah konsumsi daging paus meningkat karena kaya kandungan protein. Walau pada tahun 1950, konsumsi ikan paus sempat mencapai puncaknya, kini konsumsi daging Paus tergolong rendah. Berdasar data harian Asahi, konsumsi daging ikan paus tercatat 0.1 persen dibanding konsumsi daging lainnya. Rata-rata setiap orang di Jepang hanya mengkonsumsi sekitar 35 gram daging paus pertahunnya. Daging paus juga lebih diminati kaum lanjut usia dibanding generasi muda.
slc/as (AP,AFP,Reuters)
Paradoks Tradisi Berburu Paus di Jepang
Jepang kembali mengizinkan perburuan paus komersil pada 2019. Padahal bisnis daging paus yang terus melesu memaksa pemerintah menggelontorkan subsidi. Kenapa Tokyo bersikeras merawat tradisi yang kian tidak populer itu?
Foto: Fotolia
Langkah Mundur
Jepang mengundurkan diri dari Komisi Perpausan Internasional (IWC) agar bisa mengizinkan kembali perburuan paus secara komersial mulai Juli 2019. Langkah Tokyo itu mengundang sumpah serapah masyarakat internasional. Jepang berdalih, populasi beberapa jenis paus sudah pulih sehingga mengizinkan dilanjutkannya penangkapannya.
Tapi fakta lain menggambarkan situasi yang berbeda. Pada dekade 1960an konsumsi daging paus di Jepang mencapai 200.000 ton per tahun, tapi kini hanya mencapai 5.000 ton. Menurut studi yang dirilis lembaga konservasi IFAW pada 2012 silam, 89% warga Jepang mengaku tidak lagi membeli daging paus dalam 12 bulan terakhir dan hanya 27% penduduk yang mendukung praktik perburuan paus.
Menurut IFAW, industri paus Jepang setiap tahun menyimpan hampir 5.000 ton daging yang tidak terjual. Beberapa tahun silam asosiasi industri sempat menggelar serangkaian lelang daging paus untuk merangsang daya beli masyarakat. Namun upaya tersebut berakhir setelah dalam satu tahun 75% stok daging tidak laku dijual.
Foto: picture-alliance/dpa/T. Watters
Hidup dari Subsidi
Akibatnya pemerintah harus menggelontorkan subdisi dan memberikan jamiman pinjaman untuk menghidupkan industri yang tak lagi menguntungkan tersebut. Antara 1980an hingga awal 2010an saja pemerintah di Tokyo sudah mengucurkan dana subsidi hingga US$ 400 juta. Tidak heran jika 85% penduduk menentang kucuran dana pajak untuk membantu industri membangun armada lautnya.
Foto: picture-alliance/dpa/AP/Kyodo News
Petak Umpet di Samudera Lepas
Jepang sebenarnya sudah mengakhiri praktik perburuan paus komersil sekitar 30 tahun silam, sesuai dengan moratorium yang diberlakukan oleh IWC. Tokyo dinilai hanya menyetujui moratorium tersebut lantaran menemukan celah hukum yang memungkinkan perburuan paus untuk tujuan ilmiah. Tidak sedikit yang mengritik Jepang memanfaatkan celah tersebut untuk melanjutkan praktik komersil perburuan paus.
Foto: picture-alliance/dpa
Tradisi yang Dipaksakan?
Pemerintah Jepang berdalih langkah tersebut diambil untuk merawat tradisi yang telah berusia lama. Tradisi tersebut antara lain dipaksakan dalam bentuk kewajiban menyajikan menu ikan paus di sekolah-sekolah setidaknya sekali dalam sepekan, antara lain juga untuk mengurangi jumlah cadangan daging paus yang menumpuk.
Foto: IFAW/N. Funahashi
Sejarah Muram Perburuan Paus
Meski telah berakar lama di kawasan pesisir timur, tradisi berburu paus baru menjelma menjadi industri di akhir Perang Dunia II, ketika bencana kelaparan mulai merajalela. Antara akhir 1940an hingga pertengahan 1960an, daging paus merupakan satu-satunya jenis makanan berprotein tinggi yang terjangkau kocek pembeli. Pada 1964 misalnya, Jepang membunuh lebih dari 24.000 ekor paus dalam setahun
Foto: picture-alliance/dpa
"Pikiran Pendek" Penguasa Tokyo
Ketika kaum muda semakin jarang mengkonsumsi daging paus, kaum tua tetap merawat tradisi tersebut atas dasar "melankolis", lapor CNN. Koran Asahi Shimbun menilai Jepang "berpikiran pendek" ketika mengizinkan kembali perburuan paus komersil. Kepada BBC, aktivis Greenpeace Junko Sakuma mengakui "tidak ada keuntungan dari berburu paus. Tapi tidak ada yang tahu bagaimana harus menghentikannya."