1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Jepang, Cina dan Korea Selatan Sepakati Dana Krisis

3 Mei 2009

Jepang, Cina dan Korea Selatan pada Minggu (03/05) di Bali, sepakat menyumbangkan 80% dana gabungan krisis regional, yang dikenal sebagai Inisiatif Chiang Mai dan bernilai total 120 milyar.

Jepang, Cina dan Korea Selatan sumbang lebih dari US$ 90 milyarFoto: AP

Secara terpisah, Jepang akan menyediakan 60 milyar dolar cadangan khusus untuk krisis keuangan di Asia. Begitu ungkap Menteri Keuangan Jepang Kaoru Yosano kepada media pada pertemuan tahunan Bank Pembangunan Asia, ADB (Asian Development Bank) yang berlangsung di Bali saat ini.

Kaoru Yosano, Menteri Keuangan JepangFoto: AP

Sementara itu, terkait dana total Inisiatif Chiang Mai yang senilai 120 milyar Dolar AS, Menteri Keuangan Jepang Yosano mengatakan, Jepang dan Cina akan masing-masing mengkontribusikan 38,4 milyar Dolar AS yakni 32 persen dari jumlah tersebut. Disebutkan juga bahwa Korea Selatan akan menyediakan 19,2 milyar Dolar AS.

ana Inisiatif Chiang Mai dirancang untuk menjaga nilai mata uang masing-masing negara ASEAN mengatasi guncangan krisis global. Ini merupakan upaya negara-negara Asia untuk saling membantu dalam menghadapi krisis ekonomi global.

Selisih dana yang kurang, yakni dua puluh persen akan disediakan oleh ke-10 anggota ASEAN: Brunei, Kamboja, Laos, Malaysia, Myanmar, Indonesia, Filipina, Singapura, Thailand and Vietnam.

Keempat anggota ASEAN yang terkaya, Malaysia, Singapura, Indonesia dan Thailand akan masing-masing menyumbangkan 4.7 milyar Dolar AS, yakni 4 persen dari dana tersebut. Filipina menjanjikan 3.1 persen, sedangkan Vietnam akan menyediakan sampai 1 persen dari jumlah tersebut.

Diperkirakan, dana gabungan krisis regional ini akan bisa dikucurkan selambatnya akhir tahun ini, kepada negara-negara yang terganggu likuiditasnya akibat krisis ekonomi global.

Sebelum keterangan Menteri Keuangan Jepang, Bank Pembangunan Asia, ADB menyatakan akan meningkatkan pinjamannya sampai 33 miliar Dolar AS untuk tahun 2009 dan 2010.

Pada tahun 2007 dan 2008, pinjaman ADB berkisar pada 22 milyar Dolar AS. Kenaikan 10 milyar Dolar ini, termasuk 3 milyar Dolar AS pinjaman jangka pendek yang secara khusus disediakan sebagai bantuan belanja fiskal yang bisa mempercepat pulihnya ekonomi negara-negara ASEAN. Begitu ungkap Presiden ADB Haruhiko Kuroda.

Pembangunan infrastruktur harus berlanjutFoto: AP

Hal ini dimungkinkan karena tiga hari lalu, Dewan Gubernur ADB telah menyetujui untuk penambahan modal ADB sebanyak tiga kali lipat, dari 55 milyar Dolar AS menjadi 165 milyar Dolar AS. Begitu Kuroda menambahkan, inilah yang menjadi basis untuk meningkatkan target pinjaman untk negara-negara anggota.

Sejumlah kritik menyebutkan, peningkatan modal menjadi 165 milyar tersebut belum diperlukan. Hal ini mengingat bahwa beberapa negara anggota, seperti Cina dan India masih memiliki cadangan dana yang besar. Sedangkan kritikus lainya menilai, peningkatan pinjaman ini berbahaya.

Para pengritik menilai, pengawasan ADB sebelumnya kurang memadai. Selain itu, sejumlah proyek yang didanai pinjaman itu menunjukan bahwa ketentuan komunikasi informasi kepada publik atau PCP (Public Communication Policy) tidak terabaikan. Meski begitu ADB dikenal memberikan pinjaman lunak, yang lebih murah daripada tawaran di pasaran, karenanya cukup diminati.

Menteri Keuangan Indonesia, Sri Mulyani Indrawati, bersama Wakil Menteri Keuangan Cina dan Menteri Keuangan India Ashok termasuk di antara peserta yang mendukung seruan Kuroda untuk menstimulasi belanja fiskal. Para pejabat ini mengimbau adanya peningkatan pengeluaran untuk pembangunan infrastruktur, serta menekankan pentingnya berinvestasi dalam pendidikan dan jaringan keamanan sosial.

Menurut Presiden ADB Haruhiko Kuroda, ADB telah menyetujui pinjaman untuk Indonesia sebesar 1 miliar Dollar. Disebutkan, selain sebagai stimulus fiskal, rencananya dana ini akan digunakan untuk proyek infrastruktur dan proyek-proyek jaringan keamanan sosial.

EK/afp/rtre
Editor : Christa Saloh