1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Jepang Imbangi Pengaruh Cina di Kepulauan Pasifik

23 Juli 2024

Jepang memperkuat penetrasi diplomatik di Kepulauan Pasifik dengan membiayai proyek infrastruktur dan mitigasi bencana iklim. Penggunaan kekuatan lunak dipandang sebagai cara terbaik menghadang pengaruh Cina.

Pulau Erakor di Vanuatu
Pulau Erakor di VanuatuFoto: mvaligursky /imago images

Belum lama ini, sebanyak 18 kepala negara dan pemerintahan menghadiri Forum Kepulauan Pasifik, PIF, selama tiga hari di Tokyo, Jepang. Perubahan iklim dan stabilitas regional di Oseania merupakan agenda utama pembahasan.

Forum yang digelar setiap tiga tahun sekali itu merupakan ajang diplomatik bagi Jepang untuk menempatkan diri sebagai mitra regional.

Penyelenggaraannya diniatkan untuk memastikan "kawasan Pasifik Biru yang damai, aman, dan terlindungi yang berkontribusi terhadap perdamaian dan keamanan global," begitu menurut naskah deklarasi bersama, Kamis (18/7).

Deklarasi tersebut menyerukan Jepang untuk memberikan dukungan dan kerja sama yang lebih besar dalam perubahan iklim, keamanan maritim, serta pertahanan dan pembangunan ekonomi.

"Jepang telah lama bersikap proaktif dalam menjangkau negara-negara berkembang, khususnya negara-negara di Pasifik yang mengalami kehancuran besar selama Perang Dunia II,” kata Ryo Hinata-Yamaguchi, asisten profesor hubungan internasional di Universitas Tokyo.

Namun dalam beberapa tahun terakhir, justru Cina yang memperluas lingkup pengaruhnya ke Pasifik, misalnya, melalui proyek infrastruktur dan perjanjian keamanan.

"Beijing berusaha membangun pengaruh yang lebih besar di kawasan ini, yang sepenuhnya bertentangan dengan kepentingan Jepang untuk Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka,” kata Hinata-Yamaguchi kepada DW.

"Jepang tidak mampu merebut negara-negara ini dari tangan Cina, namun Jepang dapat memberikan alternatif yang menguntungkan.”

Biden pledges to defend US Pacific allies at historic summit

02:27

This browser does not support the video element.

Pengaruh Cina di Pasifik

Adalah kejutan besar bagi Jepang, Amerika Serikat, dan negara-negara regional lain, ketika pemerintah Kepulauan Solomon memutuskan hubungan diplomatiknya dengan Taiwan  pada tahun 2019 dan mengalihkan pengakuan diplomatiknya ke Cina.

Sebagai imbalannya, Beijing sepakat mendanai pembangunan stadion olahraga baru di ibu kota Honiara, bersama dengan fasilitas layanan kesehatan terbaru, peralatan telepon seluler, jalan, jembatan, dan infrastruktur lainnya.

Pada tanggal 17 Juli, Beijing mengumumkan akan menyuntikkan dana tambahan sebesar USD 20 juta ke Kep. Solomon, untuk membantu menutupi biaya perluasan bandara internasional.

Kedua negara juga menandatangani pakta keamanan pada tahun 2022. Meskipun rinciannya dirahasiakan, informasi yang bocor ke publik mencakup klausul yang mengizinkan Cina untuk mengerahkan personel militer ke negeri kepulauan tersebut, menggunakan pangkalan militer, antara lain sebagai basis pengawasan udara di Kepulauan Pasifik dan Australia.

Cina juga secara aktif melobi Vanuatu, misalnya, dengan menyumbang istana kepresidenan senilai USD31 juta. Ada laporan bahwa pemerintah di Port Vila sedang mempertimbangkan izin bagi Cina membangun pangkalan militer dan fasilitas angkatan laut.

Negara kecil lain di Pasifik, Nauru, juga telah memutuskan hubungan dengan Taiwan pada Januari 2024 dan menandatangani pakta diplomatik baru dengan Beijing pada minggu berikutnya.

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru! 

Nilai strategis Kepulauan Pasifik

"Cina ingin meningkatkan pengaruh diplomatiknya di banyak negara kepulauan kecil di Pasifik,” kata Hiromi Murakami, profesor ilmu politik di kampus Universitas Temple di Tokyo.

"Tidak masalah jika negara-negara ini secara geografis sangat kecil dan memiliki perekonomian yang kecil,” katanya kepada DW. "Mereka menguasai wilayah maritim yang luas di Pasifik, lokasinya strategis, dan merenggangkan hubungan mereka dengan AS, Australia, Selandia Baru, atau negara lain akan sangat menguntungkan Beijing.”

Deklarasi bersama di Tokyo, meskipun tidak menyebut Cina secara spesifik, menyerukan "pentingnya tatanan internasional yang bebas dan terbuka berdasarkan aturan sejalan dengan hukum internasional.”

Komunike tersebut juga menentang "upaya sepihak untuk mengubah status quo melalui ancaman atau penggunaan kekuatan atau paksaan.”

NATO to expand defense cooperation to Indo-Pacific

02:52

This browser does not support the video element.

Tak lama setelah pertemuan puncak di Tokyo, Kementerian Luar Negeri Cina mengimbau Jepang dan negara-negara Pasifik lainnya harus "membantu mendorong perdamaian, stabilitas dan pembangunan” di kawasan ketimbang mengkritik Beijing.

Surat kabar Global Times yang dikelola pemerintah Cina juga menuduh Jepang menggunakan pertemuan puncak tersebut untuk "merayu dengan janji ekonomi” dan, secara bersamaan "menekan secara politik dan militer” bagi negara-negara Pasifik agar sejalan dengan kepentingan Tokyo.

Berebut pengaruh lewat kekuatan lunak

KTT PIF tahun ini banyak membahas upaya mengurangi dampak kenaikan permukaan air laut akibat perubahan iklim, yang disebut sebagai ancaman terbesar bagi kelangsungan hidup di banyak negara Pasifik.

Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida mengatakan, pihaknya akan "memobilisasi teknologi, ilmu pengetahuan dan sumber daya keuangan” untuk membantu pulau-pulau di Pasifik dalam upaya menyelamatkan daratan yang ada.

Negara-negara PIF juga menyepakati kunjungan berkala militer Jepang ke negara-negara Pasifik, untuk meningkatkan kerja sama pelatihan dan pertahanan.

Pertemuan bilateral di sela-sela KTT juga menghasilkan bantuan yang lebih spesifik. Jepang antara lain setuju untuk memberikan bantuan hibah sebesar USD 31,5 juta untuk membangun kembali gedung terminal di bandara Kepulauan Marshall.

Tokyo juga menyumbangkan kapal penelitian perikanan ke Kepulauan Marshall, Mikronesia, Papua Nugini, dan Vanuatu untuk membantu pejabat setempat memantau sumber daya perikanan.

"Jepang juga ingin menggunakan kekuatan lunak. Pendekatan semacam ini jauh lebih baik dibandingkan apa yang dilakukan oleh banyak negara lain,” kata Hinata-Yamaguchi.

"Tokyo tahu bahwa lebih baik berbicara dengan negara-negara kecil di Pasifik daripada menganggap remeh mereka,” tambahnya.

rzn/as

Julian Ryall Jurnalis di Tokyo, dengan fokus pada isu-isu politik, ekonomi, dan sosial di Jepang dan Korea.
Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait