Empat tahun setelah bencana atom Fukushima, pemerintah Jepang kembali menegaskan negaranya tetap perlu energi atom untuk industri dan kebutuhan warga. Tapi makin banyak warga menolak pengaktifan kembali reaktor atom.
Iklan
Pemerintah Jepang mengumumkan akan mengoperasikan lagi sejumlah pembangkit listrik tenaga nuklir yang dinonaktifkan mulai bulan Juni mendatang. Setelah bencana atom Fukushima 11 Maret 2011, Jepang menonaktifkan sementara 48 PLTN di negara itu.
PM Jepang Shinzo Abe mengatakan, akan memproses masalah itu secara hati-hati. Pengoperasian kembali sejumlah PLTN akan dilakukan jika seluruh ketentuan dalam regulasi energi nuklir telah dipatuhi dan dilakukan eksaminasi ulang.
Rencana pengoperasian kembali PLTN molor cukup lama dari jadwal yang ditetapkan, akibat munculnya oposisi kuat dari kalangan warga. Namun pemerintah di Tokyo kini mendapat tekanan berat, karena jika terus mengimpor energi fossil berupa minyak, batubara dan gas bumi, untuk menggerakan ekonomi, ongkosnya akan sangat mahal. Juga akan menambah volume emisi karbon negara tersebut.
PLTN pertama yang akan dioperasikan kembali adalah reaktor atom di Sendai yang dioperasikan KEPCO. Setelah itu menyusul PLTN Takahama yang siap dioperasikan setelah memenuhi semua regulasi keamanan reaktor atom.
Warga menentang
Oposisi warga Jepang terkait rencana pengoperasian kembali PLTN itu dilaporkan terus meningkat. "Jajak pendapat menunjukkan 70 persen warga menghendaki dihentikannya operasi pembangkit energi nuklir", ujar Aileen Mioko-Smith, aktivis "Green Action Japan" yang bermarkas di Kyoto kepada DW.
Bahaya Unsur Radioaktif
Nuklir mengancam secara tidak langsung. Tambang dan pemerkayaan Uranium untuk tujuan sipil atau militer, bencana dan limbah nuklir melepaskan elemen radioaktif ke udara. Ratusan ribu manusia pernah menjadi korban
Foto: picture-alliance/dpa
Lebih dari 2000 Ledakan Nuklir Sejak 1945
Amerika Serikat meledakkan 1039 bom nuklir sejak berakhirnya Perang Dunia II. Sementara Uni Sovyet 718, Perancis 198, Inggris dan Cina 45 ledakan, India dan Korea Utara masing-masing tiga kali, Pakistan dua kali. Puluhan ribu manusia terpapar zat radioaktif secara langsung akibat uji coba tersebut.
Foto: Getty Images/AFP
1945: Bom Atom di Hiroshima
140.000 dari 350.000 penduduk Hiroshima meninggal dunia sebulan setelah ledakan nuklir akibat kanker, jantung atau perubahan hormon dan Chromosom. Hingga kini tingkat pengidap Leukimia di Hiroshima tertinggi di antara penduduk Jepang di kawasan lain.
Foto: picture-alliance/dpa
Seribu Uji Coba Nuklir di Nevada
Uji coba di sekitar kamp Mercury dari 1950 hingga 1992 mengkontaminasi sebagian wilayah AS. Pada gigi balita misalnya ditemukan Strontium yang memancarkan zat radioaktif. Selain itu angka penderita penyakit Kanker juga meningkat tajam. Dari 1963 hingga 1992 pemerintah AS melakukan uji coba nuklir di bawah tanah.
Foto: Getty Images
Kompleks Nuklir Sellafield
Sejak 1952 reaktor pertama Inggris memproduksi Plutonium untuk membuat bom atom. Empat tahun kemudian pemerintah mulai menggunakan energi nuklir buat memproduksi listrik. 1957 salah satu reaktor terbakar yang disusul dengan berbagai insiden. Tanah dari air terpapar zat radioaktif. Sebagian putra putri pegawai di kompleks nuklir Sellafield hingga kini masih menderita Leukimia.
Foto: Getty Images
Tambang Uranium Mematikan
Kawasan Wismut di timur Jerman pernah menjadi tambang Uranium terbesar di dunia antara 1946 hingga 1990. Tambang tersebut mengirimkan bahan baku buat program nuklir Uni Sovyet. Menurut pemerintah Jerman, satu dari delapan buruh tambang meninggal dunia akibat radioaktivitas, keseluruhannya mencapai 7000 orang. Sementara penduduk di sekitar banyak yang menghidap kanker paru-paru.
Foto: Wismut GmbH
Pancaran Radioaktif dari Kota Misterius
Di kota nuklir Tomsk-7 di Siberia yang hingga 1992 masih dirahasiakan terjadi sebuah insiden ketika 1993 sebuah tanki penyimpanan meledak. Zat-zat radioaktif semisal Plutonium dan Sesium meracuni wilayah sekitar. Uni Sovyet tercatat merahasiakan 38 insiden nuklir di kota Tomsk-7 dan Majak. Ratusan ribu buruh dan keluarganya terpapar zat radioaktif.
Foto: imago/ITAR-TASS
1979: Bencana Nuklir Harrisburg
Kebocoran nuklir di pembangkit listrik Three Mile Island di Amerika Serikat adalah bencana nuklir terbesar sebelum Chernobyl dan Fukushima. Zat-zat radioaktif dalam jumlah besar mengotori lingkungan sekitar. Sebuah studi independen membuktikan tingginya angka penduduk berpotensi mengidap penyakit Kanker pasca bencana. Sebaliknya lobi industri nuklir menepis temuan tersebut dengan studi tandingan
Foto: picture-alliance/dpa
1986: Bencana di Chernobyl
Saudara kembar ini dilahirkan setelah bencana. Sang ayah adalah Liquidator, pegawai harakiri yang ditugaskan membersihkan reaktor sesaat setelah ledakan nuklir. Adapun sang ibu hidup di kota yang terkontaminasi. Kebocoran nukilr dan ledakan yang menyertainya melepaskan zat radioaktif dalam jumlah besar ke udara. Journal of Cancer melaporkan lebih dari 15.000 penduduk meninggal dunia akibat kanker.
Foto: picture alliance/dpa
2011: Tsunami Menyusul Insiden Nuklir di Fukushima
Kebocoran nuklir di Fukushima yang disebabkan oleh Tsunami hingga kini masih tercatat sebagai pencemaran radioaktif di laut paling parah. Pakar nuklir memperkirakan 22.000 hingga 66.000 kematian tambahan akibat kanker. Sejak 2011, anak-anak di wilayah sekitar Fukushima menderita kanker tiroid.
Foto: Reuters
Bahaya Limbah Nuklir
Limbah nuklir tingkat tinggi membutuhkan jutaan tahun hingga tidak lagi memancarkan zat radioaktif. Namun Tempat Penyimpanan Akhir untuk limbah atom hingga kini belum ada di seluruh dunia. Jerman menganggarkan miliaran Euro per tahun untuk mengelola tempat penyimpanan sementara limbah nuklir.
Foto: dapd
Irak: Leukimia Lewat Amunisi Uranium
Penggunaan amunisi yang mengandung Uranium selama Perang Teluk di awal dekade 1990-an mengancam nyawa penduduk secara tidak langsung. Hingga kini penduduk kota Bashra mencatat tingginya angka kelahiran cacat dan penderita kanker. Selain itu jumlah anak-anak yang menderita Kanker juga meningkat drastis.
Foto: picture-alliance/dpa
11 foto1 | 11
Para aktvis lingkungan di Jepang juga membantah klaim keuntungan ekonomi dari penggunaan PLTN yang disodorkan pemerintah. "Ongkos pemeliharaan, reparasi dan pembuangan sampah atom menurut studi, jauh lebih tinggi ketimbang penerapan kebijakan tanpa energi nuklir dengan energi alternatif", tambah Mioko-Smith.
Aktivis lingkungan ini juga menuduh, pemerintah Jepang tidak menarik pelajaran dari bencana atom Fukushima. "Pemerintah terlalu membela kepentingan industri besar yang jadi donor penting partai politik dan ditonjolkan sebagai pemberi lapangan kerja terbesar", ujar dia.
Jepang memang menghadapi situasi sulit, karena jika menghentikan operasi seluruh PLTN, negara ini akan tergantung dari impor bahan bakar fossil yang harganya fluktuatif. Juga tekanan untuk mengurangi emisi karbon serta meningkatkan penggunaan energi alternatif akan sulit diwujudkan dalam waktu singkat.