Kekurangan tenaga kerja dalam negeri, Jepang akhirnya permudah visa pekerja asing. Kelompok konservatif khawatirkan dampak yang ditimbulkan pada kehidupan sosial masyarakat Jepang.
Iklan
Kebijakan visa Jepang yang baru untuk pekerja asing sudah berlaku sejak 1 April 2019. Dengan kebijakan baru ini, lebih banyak pekerja asing akan masuk dan mengambil alih puluhan ribu jenis pekerjaan kantoran, yang saat ini kosong posisi.
Kelompok bisnis di Jepang menyambut kebijakan baru ini dengan kelegaan. Sementara, banyak juga kelompok masyarakat yang beranggapan bahwa pemerintah telah membuat keputusan yang salah. Keputusan tersebut dinilai salah sebab dianggap berisiko pada kurangnya lapangan kerja bagi penduduk lokal, keharmonisan sosial bahkan keamanan nasional.
Setelah beberapa kali revisi terkait peraturan sebelumnya yang mengatur tenaga kerja asing, anggota legislatif akhirnya berhasil loloskan undang-undang terbaru ini pada Desember 2018.
Visa pekerja asing yang baru ada dua jenis. Keduanya mengharuskan calon tenaga kerja disponsori oleh perusahaan tempatnya akan bekerja di Jepang. Calon pekerja juga harus lulus berbagai tes, termasuk ujian Bahasa Jepang.
Visa jenis ke-1 mengatur regulasi di 14 jenis industri, antara lain bisnis pelayanan makanan, konstruksi, pertanian, perikanan, bengkel kendaraan dan industri operasi mesin. Secara garis besar, visa jenis ke-1 diperuntukkan bagi mereka dengan kemampuan keterampilan yang terbatas. Masa kerja akan dibatasi hanya sampai 5 tahun, dengan kemungkinan diperpanjang. Pekerja yang masuk kategori ini dilarang membawa anggota keluarga ke Jepang.
Visa jenis ke-2 diperuntukkan bagi pekerja dengan keterampilan. Mereka diizinkan untuk membawa anggota keluarga ke Jepang, jika memenuhi beberapa syarat tertentu.
Kebijakan baru pemerintah di bawah pimpinan Perdana Menteri Shinzo Abe ini telah menuai banyak kecaman. Banyak yang mengatakan khawatir jika nantinya para pekerja asing akan menetap selamanya di Jepang. Namun, pemerintah memastikan bahwa pekerja asing ini hanya berada untuk sementara waktu dan mereka bukan imigran.
Robot Rawat Kaum Senior Jepang
Membelai, memandikan, membantu bergerak. Di rumah lansia di Jepang, robot semakin mendukung pekerjaan para perawat. Teknik ini mahal, tetapi diterima kaum lansia.
Foto: Reuters/Kim Kyung-Hoon
Latihan dengan Pepper
Masyarakat di banyak negara tambah tua. Terutama di Jepang. Menurut perkiraan, tahun 2035 sepertiga warga Jepang sudah berusia 65 tahun atau lebih. Untuk merawat warga senior, sekarang robot-robot digunakan di rumah lansia.
Foto: Reuters/Kim Kyung-Hoon
Olah raga menurut contoh dari robot
Di rumah lansia di Tokyo, robot bernama Pepper memimpin latihan fisik. Dengan suara elektronisnya, robot secara sopan memberikan petunjuk, "Kanan, kiri, bagus!" Pepper sudah digunakan di sekitar 500 rumah lansia. Ia bisa memimpin kelompok olah raga dan melakukan perbincangan sederhana.
Foto: Reuters/Kim Kyung-Hoon
Bermain dengan Aibo
Di rumah lansia Shin Tomi, robot menggantikan binatang peliharaan, dan bisa diajak bermain oleh para penghuninya. Di sini, seorang perempuan bermain dengan anjing robot Aibo. Di rumah lansia ini, perawat mengunakan 20 model robot. Pemerintah berharap, rumah lansia ini jadi panutan bagi rumah lansia lain, juga di luar negeri.
Foto: Reuters/Kim Kyung-Hoon
Mengelus-elus Paro
Ini robot anjing laut. Namanya Paro, dan ia tidak hanya punya bulu-bulu halus. Ia juga mengeluarkan suara senang jika dielus-elus. Pengembangan robot ini perlu 10 tahun, sekarang di seluruh dunia sudah ada 5.000 robot anjing laut, dan 3.000 di antaranya Jepang. Tapi Paro mahal. Di Jepang satu buah harganya 3.800 Dolar.
Foto: Reuters/Kim Kyung-Hoon
Kawan yang mahal
Banyak institusi Jepang membiayai ‘teman bermain yang mahal‘ dengan subsidi dari pemerintah. Para senior senang tentang perubahan itu. Paro tidak hanya bereaksi terhadap sentuhan, tetapi juga pada ucapan dan cahaya. Dia kemudian menggerakkan kepalanya, mengedipkan matanya atau melolong seperti anjing laut betulan.
Foto: Reuters/Kim Kyung-Hoon
Lebih kuat dengan baju robot
Robot tidak hanya jadi hiburan bagi para manula. Mereka juga harus membantu tugas-tugas pengasuh lansia, termasuk membantu mereka dalam membopong orang-orang tua - seperti yang dilakukan dengan baju robot yang juga disebut "baju otot" ini. Berkat benda ini, lebih mudah bagi pengasuh untuk menggendong orang tua.
Foto: Reuters/Kim Kyung-Hoon
Bantuan dalam perawatan sehari-hari
Baju robot membantu pengasuh manula jadi lebih kuiat dalam bekerja. Ini bagus untuk orang tua, karena merasa lebih aman dan tentunya juga lebih baik untuk pengasuh. Mesin-mesin pelapis baju ini mencegah sakit punggung yang disebabkan oleh aktivitas mengangkat atau menggendong pasien.
Foto: Reuters/Kim Kyung-Hoon
Berjalan dengan bantuan robot
Mesin juga membantu manula untuk berjalan lagi, dengan menyediakan keseimbangan dan menunjukkan di mana manula harus meletakkan kaki mereka. Meskipun banyak keuntungannya, pemerintah yakin bahwa biar bagaimana pun mesin tidak dapat menggantikan manusia. Tetapi dengan kekuatan, mobilitas dan pengawasan, para robot ini juga memberikan pengasuh lebih banyak waktu untuk mengerjakan tugas lainnya.
Foto: Reuters/Kim Kyung-Hoon
8 foto1 | 8
Jepang butuh bantuan
Analis industri berpendapat Jepang saat ini dedang mengalami darurat pekerja. Pemerintah Jepang menyiapkan sebanyak 47.550 visa kerja yang akan diterbitkan di tahun pertama regulasi ini berjalan. Masih ada sebanyak 345.000 visa kerja lainnya yang akan diterbitkan dalam lima tahun mendatang. Namun analis berpendapat angka ini masih belum cukup.
"Dari statistik pemerintah dan pelaku industri, keduanya menunjukkan bahwa pasar pekerja benar-benar kosong”, kata Martin Schulz, senior ekonom untuk Fujitsu Research Institute di Tokyo kepada DW.
Schulz menambahkan permintaan pekerja juga berkaitan dengan Olympic Games di Tokyo, "Dengan pembangunan besar-besaran jelang Tokyo Olympic Games 2020, banyak perusahaan makin pusing. Mereka berusaha sangat keras untuk penuhi permintaan proyek yang sedang ditangani dan mereka jadinya menolak untuk mengambil proyek baru lainnya".
Masalah kekurangan pekerja ini ada di semua sektor industri. "Perusahaan yang ingin memindahkan kantornya disarankan untuk melupakan hal ini untuk dua tahun ke depan", lanjut Schulz. Dia menambahkan hal ini juga berlaku bagi sektor ekonomi di pedesaan dan pertanian.
Tanda kekurangan pekerja yang paling serius mungkin bisa dilihat pada toko swalayan mini 24 jam yang ada di mana-mana di Jepang. Para pemegang izin tengah berjuang dengan bekerja lembur agar toko mereka tetap buka sesuai dengan perjanjian waralaba mereka.
Dalam beberapa tahun belakangan, makin banyak perempuan memasuki dunia kerja. Juga makin banyak lansia menunda masa pensiun atau justru kembali ke perusahaan lama mereka karena tenaga mereka masih dibutuhkan. Meski demikian, Schulz kembali menegaskan bahwa tetap saja masih banyak kekosongan posisi.
Penyewaan Robot Booming di Jepang
00:48
Industri Menyambut Baik
Dalam sebuah jumpa pers, Nobuyoshi Aoyama, pejabat senior di Japan Chamber of Commerce and Industry menyambut baik kebijakan baru pemerintah ini.
"Kami menghargai sistem yang baru ini untuk memerangi masalah kekurangan pekerja”, ujarnya. Aoyama juga mengingatkan bahwa penting bagi mereka untuk menciptakan "intergrasi yang baik dengan orang asing”, baik di tempat kerja maupun di masyarakat.
Ekonom Schulz juga menyebutkan masih ada orang yang meragukan kebijakan baru ini. Mereka berdemonstrasi di depan Kementerian Ketenagakerjaan, juga memrotes perusahaan: "Ada banyak perlawanan dari konstituen mereka di dalam Partai Demokratik Liberal. Mereka mengkhawatirkan dampak yang akan dibawa oleh puluhan ribu pekerja asing yang mungkin saja akan membuat komunitasnya sendiri." Namun Schulz menilai Jepang "tidak punya pilihan” selain membuka diri untuk pekerja asing.
"Bahkan dengan bantuan lebih banyak robot dan segala hal yang otomatis, tetap saja tidak ada cukup manusia. Saya lihat ini sebagai sebuah tes bagi Jepang karena mereka mencoba sebuah peraturan yang baru, juga dengan perihal integrasi orang asing dalam masyarakat Jepang”, ujar Schulz. "Jika orang-orang ini bisa melakukannya, mungkin saja di masa depan peraturan ini akan diperlonggar dan lebih banyak orang asing dapat datang dengan keluarganya”.
Manusia Super dari Jepang
Jepang punya sejarah kaya di bidang budaya dan hiburan -- mencakup legenda kuno dan olahraga, hingga komik dan video game populer. Kini tren olahraga "superhuman" atau “manusia super” makin diminati.
Foto: Reuters/Kim Kyung-Hoon
Sport dan Teknologi
Dengan memanfaatkan teknologi atau peralatan khusus, Superhuman Sports Society, yang merupakan kelompok periset dan perancang game di Tokyo, telah menyaring 12 olahraga baru sejak proyek ini diluncurkan pada tahun 2015. Permainannya termasuk "Hado”, atau "gerakan gelombang". Adu ketangkasan berteknologi ini makin diminati di Jepang.
Foto: Reuters/Kim Kyung-Hoon
Hado atau Gelombang Cahaya
Dalam "Hado", muka pemain dipasangi layar dan tangannya mengenakan sensor untuk menghindari gelombang cahaya, saat mereka menyalakan bola energi satu sama lain di arena virtual. Permainan ini mirip dengan aksi animasi manga "Dragon Ball" dan video game "Street Fighter". Tampak di foto, Junpei Sasaki, penyanyi dan pemain Hado memperagakan gerakan.
Foto: Reuters/Kim Kyung-Hoon
Idola Internet
Piyohina, selebriti internet, juga suka bermain Hado. Dia jadi idola dalam game internet. Selain itu ia penyanyi lagu-lagu animasi. Ia mengatakan: "Jika bermain Hado, saya selalu menstimulasikan dalam benaknya cara terbaik dalam memuntahkan bola energi."
Foto: Reuters/Kim Kyung-Hoon
Permainan Rock Hand Battle
Dalam permainan "Rock Hand Battle", setiap pemain memakai lengan besar dan mencoba mengetuk batu-batu kecil yang menempel pada "tangan batu" lawan. Noriya Kazami, 25 tahun, seorang kartunis dan seorang penemu "Rock Hand Battle" mengatakan, dia terinspirasi legenda Mitsuishi (Tiga Batu) dan Jejak Tangan Iblis untuk pertarungan ini.
Foto: Reuters/Kim Kyung-Hoon
Berdasarkan Legenda
Noriya Kazami juga membuat seri buku komik berdasarkan legenda, di mana setan terikat pada batu dan dipaksa berhenti melecehkan penduduk setempat. Iblis meninggalkan bekas di salah satu bebatuan, yang menjadi "batu karang".
Foto: Reuters/Kim Kyung-Hoon
Bubble Jumper
Dalam "Bubble Jumper", pemain berjalan di atas arena pertarungan sambil mengenakan pelindung gelembung karet, menabrakkan diri satu sama lain seperti gerakan pegulat sumo.
Foto: Reuters/Kim Kyung-Hoon
Penemu Permainan Bubble Jumper
Bola karet yang dipompa berukuran besar ini jadi pelindung dalam permainan "Bubble Jumper". Ryoichi Ando, 27 tahun, seorang peneliti virtual reality dan seorang penemu "Bubble Jumper", mengatakan, dia merasa dengan mengenakan "bodysuit virtual" yang ditemukan di film fiksi ilmiah kekuatan pemakainya bertambah.
Foto: Reuters/Kim Kyung-Hoon
Slide Lift dengan Kursi Roda
"Teknologi dapat meningkatkan dan melengkapi kemampuan manusia," kata Isao Uebayashi, 38 tahun, seorang peneliti ilmu olahraga dan seorang penemu "Slide Lift". "Siapapun bisa melakukan 'drift racing' dengan kursi roda ini," katanya.
Foto: Reuters/Kim Kyung-Hoon
Meningkatkan Kemampuan Manusia
Dilengkapi dengan roda khusus, kursi roda yang dibantu motor bisa digerakkan oleh pembalap "Slide Lift" ke segala arah, termasuk di arena balap mobil. "Teknologi memungkinkan peningkatan kemampuan manusia, ujar penemu permainan ini.
Foto: Reuters/Kim Kyung-Hoon
Demonstrasikan Permainan
Isao Uebayashi, penemu 'Slide Lift', mendemonstrasikan permainan ini dengan kursi roda motor di Tokyo, Jepang.
Foto: Reuters/Kim Kyung-Hoon
Dunia Lain Hado Kart
Sementara, Hado juga bisa dimainkan dengan menggunakan kursi roda. Tomohiro Hamamura, pria berusia 25 tahun ini bekerja di bidang teknologi informasi dan merupakan pemain "Hado Kart". Ia mengatakan: "Ketika saya bermain olahraga ini, saya tidak perlu berpikir secara serius. Saya hanya merasakan adanya dunia lain yang berbeda dari dunia saya, dunia nyata."
Foto: Reuters/Kim Kyung-Hoon
Sang Penangkap Burung
Hirohiko Hayakawa, 26 tahun usianya. Pria bergelar Ph.D ini mengontrol drone di depan jaring lawan. Desainer media dan penemu 'ToriTori' ini mengatakan bahwa ia terinspirasi oleh penangkap burung ("tori tori" dalam bahasa Jepang) dalam novel fiksi klasik Kenji Miyazawa klasik "Night on the Galactic Railroad".
Foto: Reuters/Kim Kyung-Hoon
Untuk Semua Orang
Kosuke Sato, 25 tahun. Ph.D jurusan informatika dan penemu permainan "Carry Otto", mengatakan dia ingin menciptakan olahraga yang dapat dinikmati siapapun tanpa memandang usia, jenis kelamin atau cacat tubuh. Carry Otto adalah perangkat roda bermotor dengan kendali yang menarik pengendara yang duduk di atas 'dolly'. Para penunggang 'dolly' berpacu satu sama lain. Ed: ap/vlz (Reuters)
Foto: Reuters/Kim Kyung-Hoon
13 foto1 | 13
Batasan untuk terintegrasi
Yoichi Shimada, profesor Hubungan Internasional di Universitas Fukui Prefectural juga bependapat senada. Ia berpendapat masalah kekurangan pekerja ini "melumpuhkan” banyak sektor industri mengingat angka kelahiran Jepang yang rendah, serta populasi yang kian menua. Dua hal ini menjadi indikator sulitnya menemukan solusi untuk jangka pendek bagi masalah kekurangan pekerja.
"Dapat dimengerti mengapa industri menekan pemerintah untuk mensahkan kebijakan visa ini dan kini setidaknya perusahaan bisa lega karena masalah kekurangan pekerja akan terselesaikan”, ujarnya.
"Tapi sisanya belum ada yang dibereskan terkait dengan banyaknya orang asing yang akan datang ke Jepang”, tambah Shimada.
Terlepas dari asimilasi masyarakat dan kendala bahasa, Shimada lebih mengkhawatirkan negara asal dari pekerja asing ini. Ia mendukung pemerintah untuk berhati-hati menseleksi aplikasi dari tenaga kerja asing. (ga/hp)