Sanae Takaichi resmi menjadi perdana menteri perempuan pertama Jepang. Dikenal tegas dan nasionalis, ia berjanji memperkuat ekonomi sekaligus menghadapi tantangan politik dan ketimpangan gender di pemerintahan.
Sanae Takaichi, dijuluki “Iron Lady” Jepang karena ketegasan dan pandangan konservatifnya, resmi menjadi perdana menteri perempuan pertama, memimpin LDP dan menghadapi tantangan ekonomi serta politik domestik dan internasionalFoto: Kaname Yoneyama/AP Photo/picture alliance
Iklan
Politisi konservatif garis keras, Sanae Takaichi, 64 tahun, secara resmi terpilih sebagai perdana menteri perempuan pertama Jepang pada Selasa (21/10), setelah bertemu dengan Kaisar dan disahkan oleh majelis rendah parlemen. Pemimpin Partai Demokrat Liberal (LDP) itu secara tak terduga memenangkan dukungan mayoritas dalam putaran pertama pemungutan suara, meniru idolanya, mendiang pemimpin Inggris Margaret Thatcher.
Langkah itu memaksa Takaichi membentuk aliansi baru dengan Partai Inovasi Jepang (JIP) yang berhaluan kanan, dalam kesepakatan yang ditandatangani pada Senin (20/10). Kebijakan utama JIP meliputi menurunkan pajak konsumsi untuk makanan hingga nol persen, menghapus sumbangan korporasi dan organisasi kepada partai politik, serta mengurangi jumlah anggota parlemen.
Kini perhatian tertuju pada rencana belanja besar-besaran yang diajukan Takaichi. Penambahan belanja dikhawatirkan dapat mengguncang kepercayaan investor kepada salah satu negara dengan utang tertinggi di dunia itu. Posisi nasionalistik sang perdana menteri juga dipercaya berpotensi memicu gesekan dengan Cina, kata para analis politik.
Ia diperkirakan akan menjamu Presiden AS Donald Trump pada 27 Oktober, yang akan menjadi tantangan besar pertamanya.
Pemimpin Perempuan di Bawah 50 Tahun
Ada 194 negara yang diakui secara internasional. Sebagian besar di antaranya dipimpin pria. Perempuan pun jarang memimpin pemerintahan. Berikut daftar pemimpin perempuan di dunia yang berusia di bawah 50 tahun.
Foto: Reuters/D. Sagolj
Sanna Marin
Sanna Marin merupakan perdana menteri termuda di dunia. Berusia 34 tahun, ia resmi terpilih oleh partainya pada Desember 2019 menjadi perdana menteri Finlandia menggantikan Antti Rinne yang mengundurkan diri. Sebelumnya, Marin pernah menjabat sebagai Wali Kota Tampere pada usia 27 tahun.
Foto: Reuters/Lehtikuva/V. Moilanen
Jacinda Arden
Sejak Oktober 2017, Jacinda Arden resmi menjabat sebagai perdana menteri ke-40 Selandia Baru. Ia mulai menduduki posisi itu saat berusia 37 tahun dan menjadi perempuan kedua yang melahirkan saat menjabat. Arden dianggap sebagai salah satu perempuan paling berpengaruh di dunia dan dipuji secara internasional atas tindakan tegasnya terhadap serangan teror Christchurch pada 2019.
Foto: AFP/Getty Images/S. Keith
Sophie Wilmes
Setelah menjabat sebagai Menteri Anggaran, Sophie Wilmes diangkat menjadi perdana menteri perempuan Belgia pertama pada akhir Oktober 2019. Perdana Menteri berusia 44 tahun ini mengemban tugas yang sulit yakni mengumpulkan suara mayoritas dari parlemen nasional yang sangat terbagi-bagi. Wilmes berasal dari Partai MR yang liberal-sentris.
Foto: picture-alliance/dpa/Belga/V. Lefour
Zuzana Caputova
Pada Maret 2019, Slovakia memilih Zuzana Caputova sebagai presiden. Pada usia 45 tahun, ia pun menjadi presiden perempuan pertama dan termuda Slovakia. Pandangan politiknya ditandai oleh isu lingkungan yang kuat dan tekadnya untuk memberantas korupsi di negara Eropa tengah tersebut. Sebelum menjadi presiden, Caputova tidak pernah memegang jabatan politik.
Foto: picture-alliance/AP Photo/D. Gluck
Kolinda Grabar-Kitarovic
Grabar-Kitarovic pernah menduduki beberapa jabatan di pemerintahan Kroasia dan menjadi Duta Besar Kroasia untuk Amerika Serikat. Tahun 2015, pada usia 47 tahun ia terpilih menjadi presiden perempuan pertama sekaligus termuda di negara itu. Pada periode 2011-2014 ia menjabat sebagai Sekjen Diplomasi Publik NATO, yang membuatnya sebagai perempuan berkedudukan tertinggi dalam struktur NATO. (ha/rap)
Foto: Reuters/D. Sagolj
5 foto1 | 5
Iron Lady dari Negeri Matahari
Mantan menteri keamanan ekonomi dan dalam negeri ini berulang kali menyebut Thatcher sebagai sumber inspirasinya, menyanjung karakter kuat dan keyakinan sang “Iron Lady”, yang menurutnya tetap berpadu dengan “kehangatan Keibuan”. Ia mengatakan pernah bertemu Thatcher dalam sebuah simposium tak lama sebelum kematian mantan perdana menteri Inggris itu pada 2013.
Iklan
Seperti Thatcher, Takaichi tumbuh dari pinggiran, dari keluarga polisi dan buruh bengkel, sebelum lalu perlahan naik ke inti kekuasaan yang biasanya diwariskan. Namun berbeda dengan Thatcher yang dikenal ketat dalam disiplin anggaran, Takaichi justru mendukung kelonggaran fiskal dan kebijakan moneter yang lebih terbuka. Hal ini turut menggoyah kepercayaan investor terhadap ekonomi terbesar keempat di dunia itu.
Sebagai pendukung lama doktrin ekonomi “Abenomics” dari mendiang Perdana Menteri Shinzo Abe, ia menuntut penambahan belanja pemerintah dan pemotongan pajak, serta berjanji untuk kembali memperkuat pengaruh eksekutif atas bank sentral.
Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!
Perempuan jadi kunci dalam pemerintahan baru
Berjanji membentuk pemerintahan dengan “jumlah perempuan seperti di negara-negara Nordik”, Takaichi menyatakan bahwa ia akan “memperkuat ekonomi Jepang, dan membentuk kembali Jepang sebagai negara yang bertanggung jawab bagi generasi mendatang”.
Pernah berbicara terbuka tentang perjuangannya menghadapi menopause, Takaichi bertekad meningkatkan kesadaran tentang masalah kesehatan perempuan. Jepang sendiri masih sangat patriarkal, dan menempati peringkat ke-118 dari 148 negara dalam Laporan Kesenjangan Gender Global 2025 dari World Economic Forum, dengan hanya sekitar 15% anggota majelis rendah adalah perempuan.
Namun, Takaichi secara terbuka menentang revisi undang-undang abad ke-19 yang mewajibkan pasangan menikah untuk menggunakan nama keluarga yang sama, serta menghendaki agar keluarga kekaisaran tetap mempertahankan garis suksesi laki-laki.
Sanae Takaichi mengambil alih kepemimpinan LDP pada 6 OktoberFoto: Kim Kyung-Hoon/REUTERS
Sisi lembut dari konservatif garis keras
Menjanjikan tindakan tegas terhadap orang asing yang melanggar aturan, isu yang sensitif di tengah peningkatan jumlah migran dan turis, ia memulai salah satu pidato kampanyenya dengan kisah tentang wisatawan yang menendang rusa di kota kelahirannya, Nara.
Takaichi juga dikenal tidak asing dengan membuat “kegaduhan”. Ia dikenal rutin mengunjungi kuil Yasukuni, yang menghormati para korban perang Jepang, termasuk beberapa penjahat perang yang dieksekusi, dan dipandang oleh sebagian negara tetangga Asia sebagai simbol militerisme masa lalu Jepang.
Penjahat Perang Jepang yang Didewakan
Mereka bertanggungjawab atas kematian jutaan warga sipil dan masih mendapat tempat kehormatan di kuil Yasukuni. Betapapun besar kejahatannya, mereka dianggap sebagai pahlawan. Siapa mereka dan apa dosa-dosanya?
Foto: Keystone/Getty Images
Hideki Tojo
Hideki Tojo adalah Perdana Menteri Jepang dari 1941 hingga 1944 dan kepala staf militer. Ia didakwa bertanggungjawab atas pembantaian 4 juta penduduk Cina dan melakukan eksperimen senjata biologi kepada tawanan perang. Setelah Jepang kalah, Tojo sempat berniat bunuh diri dengan pistol. Tapi niat tersebut batal dan ia dihukum gantung tahun 1948.
Foto: Keystone/Getty Images
Kenji Doihara
Doihara mengawali karirnya tahun 1912 sebagai agen rahasia di Beijing. Pria yang fasih berbahasa Mandarin ini mendirikan "Kerajaan Manchuria," bersama kaisar terakhir Cina, Puyi. Kerajaan tersebut adalah pemerintahan boneka Jepang. Tahun 1940, Doihara terlibat dalam serangan ke Pearl Harbor dan digantung delapan tahun kemudian.
Foto: Gemeinfrei/Unbekannt
Iwane Matsui
Matsui didakwa terlibat dalam pembantaian Nanjing 1937 yang menewaskan 300.000 penduduk Cina dalam sepekan. Kini sejahrawan meyakini keputusan pembantaian itu datang dari keluarga kekaisaran. Namun tidak seperti perwira militer yang terlibat, keluarga ningrat itu tidak pernah didakwa. Matsui dieksekusi mati tahun 1948.
Foto: Gemeinfrei
Heitaro Kimura
Tahun 1939, Kimura mengobarkan perang brutal terhadap milisi bersenjata Partai Komunis Cina. Ia mendirikan kamp konsentrasi yang menampung ribuan tawanan perang. Tahun 1944 Kimura lalu dikirim ke Burma buat memimpin pasukan Jepang. Ia memaksa tawanan buat membangun jalur kereta api sepanjang 415 ke Thailand. Akibatnya 13.000 serdadu tewas. Kimura mati digantung tahun 1948.
Foto: Gemeinfrei
Koki Hirota
Hirota memimpin pemerintahan Jepang hingga Februari 1937 dan kemudian menjabat menteri luar negeri. Ia didakwa terlibat dalam pembantaian Nanjing. Hirota (tengah) adalah satu-satunya politisi sipil yang digantung tahun 1948.
Foto: Keystone/Getty Images
Seishiro Itagaki
Pada September 1931 Itagaki mengarsiteki pemboman jalur kereta api di Manchuria. Jepang memanfaatkan peristiwa itu buat mendeklarasikan perang terhadap Cina. Itagaki kemudian dikirim ke Korea Utara, Malaysia dan Indonesia sebelum menyerah tahun 1945.
Foto: Gemeinfrei
Akira Muto
Sejak perang berkecamuk, Muto bertempur di Cina dan kemudian didakwa terlibat dalam kejahatan perang, antara lain pembantaian Nanjing. Menurut majelis hakim, Muto tidak cuma membiarkan tawanan perang kelaparan, tetapi juga "menyiksa dan membunuh" mereka.
Foto: Gemeinfrei
Yosuke Matsuoka
Di bawah kepemimpinannya Jepang meninggalkan Liga Bangsa-bangsa setelah dituding memulai perang terhadap Cina. Matsuoka yang kemudian menjabat sebagai menteri luar negeri termasuk inisator perjanjian triparti antara Jepang, Nazi Jerman dan Fasis Italia. Setelah perang Matsuoka meninggal dunia sebelum dieksekusi mati.
Foto: Gemeinfrei/Japanese book Ningen Matsuoka no Zenbo
Osami Nagano
Marsekal Osami Nagano memerintahkan serangan Jepang ke pangkalan militer AS di Pearl Harbor pada 7 Desember 1941. Sebanyak 12 kapal perang AS menjadi korban dan lebih dari 2400 serdadu tewas. Nagano meninggal dunia akibat radang paru-paru tahun 1946 sebelum sempat diseret ke pengadilan penjahat perang di Tokyo.
Foto: Gemeinfrei
Toshio Shiratori
Toshio Shiratori adalah otak di balik propaganda Jepang. Ia pernah menjabat duta besar italia dan termasuk aktor yang aktif mendorong aliansi dengan Adolf Hitler dan Benito Mussolini. Sebagai penasehat utama Kementrian Luar Negeri, ia yang mengarsiteki ideologi fasis militer Jepang di daerah-daerah pendudukan. Toshio dihukum penjara seumur hidup dan meninggal tahun 1949.
Foto: Gemeinfrei
Yoshijiro Umezu
Antara 1939 dan 1945, Umezu mengkomandoi Milisi Guandong yang berkekuatan 700.000 serdadu. Kendati ia menentang kapitulasi Jepang, Umezu (berbaju militer di baris terdepan) diperintahkan menandatangani dokumen kapitulasi pada 2 September 1945. Umezu dihukum penjara seumur hidup dan meninggal dunia tahun 1949.
Foto: AP
11 foto1 | 11
Ia juga mendukung revisi konstitusi pascaperang Jepang yang bersifat pasifis, serta pernah menyarankan bahwa Jepang dapat membentuk “aliansi keamanan semu” dengan Taiwan, pulau demokratis yang diklaim oleh Cina.
Namun, teman-teman dan para pendukungnya di Nara menekankan sisi lembut dari politisi konservatif itu. Yukitoshi Arai, mantan penata rambutnya, mengatakan bahwa gaya rambutnya, yang dijulukinya “Potongan Sanae”, dirancang untuk menunjukkan bahwa ia peduli pada orang lain.
“Modelnya ramping, tajam, dan bergaya. Sisi rambutnya panjang, tapi ia sengaja menyelipkannya di balik telinga untuk menunjukkan bahwa ia mendengarkan orang lain dengan saksama,” katanya.
Takaichi lulus dari Universitas Kobe dengan gelar manajemen bisnis, sebelum bekerja sebagai fellow di Kongres Amerika Serikat, menurut situs web pribadinya. Ia memulai karier politiknya dengan memenangkan kursi di majelis rendah pada 1993 sebagai calon independen, sebelum bergabung dengan LDP pada 1996.