1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikJepang

Jepang Siapkan Miliaran Dolar untuk Tingkatkan Kelahiran

2 Juni 2023

Jepang siapkan tunjangan sekitar 3,5 triliun yen untuk tingkatkan jumlah kelahiran anak. Penurunan populasi jadi masalah akut di negara ini, kondisinya semakin buruk lebih cepat dari perkiraan.

Jumlah bayi baru di Jepang turun ke level terendah tahun lalu.
Foto: Robert Gilhooly/dpa/picture alliance

Guna mengatasi penurunan angka kelahiran, pemerintah Jepang pada hari Kamis (01/06) mengumumkan rencana untuk meningkatkan dukungan finansial bagi rumah tangga yang memiliki anak.

Tokyo mengatakan akan menyiapkan dana sekitar 3,5 triliun yen (sekitar 25 miliar dolar AS atau 23,5 miliar euro) per tahun untuk mengubah tren pasangan yang enggan memiliki anak. Tren ini telah mempengaruhi banyak negara maju, dan secara khusus di Jepang, tren ini telah menjadi persoalan akut.

Seperti apa rencana itu?

Orang tua akan mendapatkan tunjangan bulanan sekitar 15.000 yen atau sekitar 107 dolar AS untuk setiap bayi yang baru lahir hingga usia dua tahun. Sementara untuk anak-anak berusia tiga tahun ke atas akan diberikan 10.000 yen, dan tunjangan ini akan diperbesar hingga usia sekolah menengah atas.

Menurut rancangan tersebut, negara tidak akan lagi menggunakan pendapatan rumah tangga sebagai kriteria dalam memberikan tunjangan kepada orang tua.

Pemerintah juga berencana untuk membuka tempat penitipan anak, termasuk jika orang tua mereka tidak memiliki pekerjaan.

Bukan hanya itu, pemerintah juga akan menaikkan tunjangan cuti pengasuhan anak, mulai tahun anggaran 2025, sehingga pendapatan keluarga tidak berubah selama empat minggu meskipun kedua orang tua mengambil cuti.

Rencana ini juga mencakup peningkatan cuti orang tua berbayar dan pemberian subsidi untuk perawatan kesuburan.

Mengapa rencana ini baru diusulkan sekarang?

Tahun lalu, angka kelahiran tahunan di negara berpenduduk 125 juta ini turun di bawah 800.000 untuk pertama kalinya. Angka tersebut telah memenuhi tolak ukur penurunan baru delapan tahun lebih awal dari yang diperkirakan.

Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida, yang mengumumkan rencana tersebut pada bulan Maret, mengatakan bahwa ia mengusulkan "kebijakan untuk mengatasi penurunan angka kelahiran dalam skala yang belum pernah terjadi sebelumnya" dan berusaha meningkatkan pendapatan bagi generasi yang memiliki anak.

"Kami akan bergerak dengan langkah-langkah ini untuk melawan penurunan angka kelahiran tanpa meminta masyarakat untuk menanggung beban lebih lanjut," katanya kepada sekelompok menteri, pakar, dan pemimpin bisnis.

Jepang memiliki populasi tertua kedua di dunia setelah Monako, dan peraturan imigrasi yang relatif ketat membuat negara ini menghadapi kekurangan tenaga kerja.

Sebuah jajak pendapat untuk kantor berita Reuters menunjukkan bahwa lebih dari 9 dari 10 perusahaan Jepang merasakan adanya krisis terkait penurunan angka kelahiran yang semakin cepat.

Sementara itu, biaya perawatan lansia terus melonjak.

Pemerintahan Kishida telah menghadapi kritik karena dianggap gagal mengidentifikasi sumber-sumber pendanaan yang tidak bergantung pada pemotongan belanja dan perbaikan ekonomi yang diharapkan.

bh/gtp (AFP, Reuters, NHK)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait