1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Jerman Amankan Mahkamah Konstitusi dari Partai Populis Kanan

24 Juli 2024

Jerman berusaha memperkuat demokrasi dengan melindungi Mahkamah Konstitusi dari pengaruh partai ekstrem kanan. Fenomena di Polandia dan Hongaria membuktikan kerapuhan demokrasi di Eropa.

Mahkamah Konstitusi
Majelis hakim Mahkamah Konstitusi di Karlsruhe, JermanFoto: Uli Deck/dpa/picture alliance

Koalisi pemerintahan Jerman ingin memperkuat kedudukan Mahkamah Konstitusi, Bundesverfassungsgericht (BVG), terhadap pengaruh politik, terutama dari partai populis kanan Alternatif untuk Jerman, AFD.

Rencana itu diumumkan di Berlin pada hari Selasa (23/7) oleh Menteri Kehakiman Federal Marco Buschmann. Gagasan itu didukung ketiga partai pemerintah: Partai Liberal Demokrat, FDP, Sosial Demokrat, SPD dan Partai Hijau, dan juga oleh partai oposisi terbesar, Uni Kristen Demokrat, CDU.

Menurut rencana, jumlah hakim yang sebanyak 16 orang dan masa jabatan selama 12 tahun nantinya akan diabadikan di dalam konstitusi Jerman, Grundgesetz (Undang-undang Dasar). Artinya, setiap perubahan terhadap naskah konstitusi di masa depan menyaratkan mayoritas dua pertiga di parlemen.

Pemerintah juga ingin mereformasi prosedur pemilihan hakim di Mahkamah Konstitusi. Jika pencalonan seorang hakim agung diblokir selama enam bulan di Bundestag, maka kamar kedua parlemen, Bundesrat, akan mampu meloloskan kandidat yang bersangkutan. Artinya, partai-partai politik tidak bisa menggunakan taktik mengulur waktu untuk menolak seorang calon hakim Mahkamah Konstitusi.

"Mahkamah Konstitusi adalah perisai untuk hak -hak fundamental, tetapi perisainya sendiri harus lebih tangguh," kata Buschmann dalam sebuah pernyataan. "Sudah waktunya untuk menutup kesenjangan besar antara pentingnya Mahkamah Konstitusidi satu sisi dan kurangnya perlindungan konstitusional di sisi lain."

Proposal bersama itu nantinya masih akan harus diubah menjadi rancangan undang-undang.

Germany's Basic Law ensures separation of powers

01:02

This browser does not support the video element.

Peringatan dari Polandia

Legislasi di Jerman banyak dipengaruhi langgam autoritarianisme partai-partai populis kanan di Polandia dan Hongaria, serta keberhasilan partai populis kanan Jerman AfD menghimpun 17 persen suara secara nasional.

Ulrich Karpenstein, wakil presiden Asosiasi Pengacara Jerman, menilai amandemen sangat diperlukan. "Mahkamah Konstitusi tidak dilindungi dari blokade oleh minoritas parlemen, terutama ketika saatnya memilih hakim," katanya kepada DW awal tahun ini. "BVG juga tidak dilindungi dari mayoritas sederhana di Bundestag, seperti skenario yang dibuat oleh Partai Hukum dan Keadilan, PIS, di Polandia."

"Seseorang dapat melakukan apa yang disebut 'court packing' atau memperbesar ukuran majelis dengan menambah satu orang hakim," imbuhnya. "Ada cara untuk melakukan memperbaiki hal ini, dan pada kenyataannya sudah ada konsensus bahwa ada kebutuhan untuk melakukan sesuatu."

Stefan Martini, peneliti senior dalam hukum publik di Universitas Kiel, mewanti-wanti betapa parlemen perlu berhati-hati. "Tentu masuk akal untuk memindahkan beberapa aturan tentang pengadilan konstitusional ke dalam UUD, tetapi saya akan membatasi pada aturan yang sangat mendasar."

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

Krisis yudisial di Polandia sempat memicu protes massal, dimulai pada 2015 ketika pemerintahan PIS dituduh berusaha mengontrol lembaga yudikatif, dengan menunjuk lima hakim baru ke pengadilan.

Pada tahun 2019, pemerintah PIS juga menciptakan kamar baru di tubuh Mahkamah Agung, yang disebut Kamar Disiplin, dan mengubah hukum untuk mengizinkan pemerintah menunjuk dan memecat ketua MA. Reformasi di Warsawa ditolak Mahkamah Keadilan Eropa, yang memutuskan pada tahun 2019 bahwa Polandia telah melanggar hukum Uni Eropa dan melanggar independensi peradilan.

Democracy under pressure — We need to talk!

12:34

This browser does not support the video element.

Skenario terburuk

Krisis serupa pernah berkecamuk di Hongaria pada 2013 silam, ketika pemerintahan Partai Fidesz dituduh memperlemah pemisahan kekuasaan antara lembaga legislatif dan yudikatif.

"Mahkamah konstitusi berperan sentral di dalam demokrasi dan negara hukum demi melindungi hak-hak dasar, pemisahan kekuasaan dan pemilihan yang bebas," kata Karpenstein.

"Bayangkan, jika ada calon presiden petahana yang menolak mundur dengan tuduhan kecurangan pemilu. Dalam masa seperti itu kita butuh pengadilan yang memutuskan apakah klaimnya benar atau tidak."

Martini memperingatkan, syarat tinggi bagi amandemen UU tidak selalu berarti baik. "Jika penguasa lalim terjungkal, maka pemerintahan progresif yang kemudian terpilih pun akan butuh mayoritas mutlak untuk meralat kebijakan lama," kata dia.

Namun Karpenstein tetap menilai perlunya menghambat upaya memanipulasi mahkamah tertinggi oleh partai politik. Menurutnya, keberadaan MK di Jerman bisa semakin diperkuat jika kamar kedua parlemen juga dilibatkan dalam pemilihan hakim.

"Sangat penting bahwa amandemen di masa depan terhadap UU Mahkamah Konstitusi dan khususnya kuorum bagi pemilihan hakim dan keputusan MK, tidak lagi bisa diubah dengan hanya mengandalkan mayoritas sederhana."

rzn/hp

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait

Topik terkait

Tampilkan liputan lainnya