1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Jerman Bantu Afsel Atasi Perubahan Iklim

12 Desember 2011

Sebagai tuan rumah KTT Iklim tahun ini, Afsel tak dapat disebut panutan dalam perlindungan iklim. Dengan 7,4 ton CO2 per kapita, warga Afsel menghasilkan gas rumah kaca 70 kali lebih besar daripada warga Mozambik.

Aktivis Greenpeace Afrika menggelar protes di depan kantor Eskom
Aktivis Greenpeace Afrika menggelar protes di depan kantor EskomFoto: picture-alliance/dpa

Ketergantungan Afrika Selatan dengan batu bara, bagaikan seorang pecandu heroin ketemu jarum suntik. Tidak dapat disalahkan, karena sumber daya batu bara melimpah, dan ongkos transportasi begitu murah.

Bahan mentah di Afsel begitu banyak dan murah, hingga sebagian bahan bakar diproduksi dari batu bara. Bahkan sekitar 90 persen listrik dihasilkan dari batu bara. Harald Gerding, direktur biro Afsel untuk Bank Pembangunan Jerman KfW, berkomentar, "Afsel memiliki sumber energi yang sangat spesial. Sejak zaman apartheid, Afsel fokus berswasembada. Yang artinya mengandalkan batu bara. Energi batu bara begitu intensif CO2 dan berbahaya bagi lingkungan. Sekarang kami berkesempatan untuk membantu Afsel menjauh dari batu bara dan menggunakan lebih sedikit bahan bakar fosil."

Pembangunan pembangkit listrik KosileFoto: picture-alliance/dpa

Janji pemerintah Afsel

Proyek-proyek KfW tentunya disokong pemerintah Jerman. Seperti pembangkit listrik tenaga surya di Upington, provinsi Northern Cape, mendapat subsidi pinjaman bernilai 75 juta Euro. Targetnya, pada tahun 2017 sudah akan tersedia tenaga listrik ramah lingkungan sebesar 100 megawatt.

Nantinya PLTS akan dioperasikan oleh perusahaan energi milik negara Eskom, dan akan menjadi salah satu PLTS terbesar di dunia. Proyek-proyek semacam ini yang dijanjikan terealisasi oleh Presiden Jacob Zuma pada KTT Iklim di Copenhagen tahun 2009 lalu. Proyek yang memungkinkan Afsel mengurangi sepertiga emisi gas rumah kaca pada tahun 2020. Menteri Energi Elizabeth Dipuo Peters, "Ini bukan main-main. Kami akan menepati janji."

Jika janji Afsel benar-benar tercapai, tak lama lagi negara tersebut akan memiliki turbin angin dan panel surya terbanyak di wilayah Afrika sub-Sahara. Seperti diungkapkan Rob Davies dari Kementerian Industri dan Perdagangan, "Kami akan menghasilkan 18 gigawatt energi terbarukan pada tahun 2030. Itu adalah target yang ambisius."

Target energi terbarukan

Berarti pada tahun 2030, hampir sepersepuluh listrik di Afsel datang dari energi terbarukan. Dana investasi bagi perusahaan negara Eskom nantinya akan lari ke perusahaan-perusahaan swasta di Afsel. Pada KTT Iklim di Durban, pemerintah Afsel mengumumkan perusahaan swasta mana saja yang memenangkan tender putaran pertama bagi proyek tenaga angin dan surya. Tender berikutnya sudah direncanakan untuk tahun 2012.

Inisiatif bagi Energi Terbarukan Afrika Selatan (SARI) menjadi partner asing dalam membantu Afsel perlahan meninggalkan batu bara. Inisiatif ini terdiri dari pemerintah Jerman, Denmark, Inggris, Norwegia dan Bank Investasi Eropa. Dana yang disiapkan mencapai 1,9 miliar Dolar.

Menteri Energi Norwegia, Erik Solheim, "Afsel adalah satu-satunya negara di bagian utara Sahara yang memiliki emisi gas rumah kaca per kapita cukup signifikan. Jadi sangat penting bagi Afsel untuk menunjukkan bahwa ada cara lain. Energi terbarukan harus dikembangkan. Nanti akan menjadi contoh bagi negara Afrika lainnya bagaimana cara mengurangi emisi."

General Manager Eskom, Ayanda Nakedi, menghadiri KTT Iklim di DurbanFoto: DW

Kenyataan yang bertentangan

Meski begitu, emisi gas rumah kaca di Afsel diprediksi hanya mampu berkurang sedikit dalam beberapa dekade mendatang. Karena Afsel menginginkan lebih banyak rumah tangga menggunakan listrik, dan mengurangi ketergantungan impor listrik dari negara tetangga seperti Mozambik.

Ayanda Nakedi, manajer Eskom, menjelaskan, "Kami menambahkan kapasitas untuk memenuhi meningkatnya permintaan. Saat berbicara tentang iklim, penting juga untuk tidak melupakan keamanan suplai listrik. Kami tidak akan kehabisan batu bara. Saat ini tengah dibangun 2 pembangkit listrik tenaga batu bara terbesar, Medupi dan Kosile. Kami akan memastikan bahwa teknologi yang terbaik digunakan sehingga mengurangi kerusakan lingkungan. Kami tidak dapat meninggalkan batu bara begitu saja, karena itulah sumber daya yang tersedia di sini."

Konstruksi pembangkit tenaga batu bara terus berlanjut meski proyek-proyek internasional bagi suplai energi yang lebih bersih terus berdatangan. Dari Medupi dan Kosile nantinya akan dihasilkan 4,8 gigawatt listrik. Sepanjang tahun, pemerintah lebih gencar mengiklankan kedua pembangkit tersebut ketimbang proyek-proyek energi terbarukan. Afrika Selatan dengan jelas menunjukkan bahwa proses keluar dari ketergantungan batu bara akan berlangsung sangat lambat.

Johannes Beck/Carissa Paramita

Editor: Christa Saloh-Foerster

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait